webnovel

Pernikahan Kontrak Tuan Muda

"Menikahlah denganku maka ku bebaskan semua hutang-hutang orang tuamu! kau tidak perlu takut, pernikahan ini hanya sementara, sebut saja pernikahan kontrak." Diva, gadis yang baru saja pulang dari study di luar negeri di kejutkan akan permintaan orang asing itu, terlebih saat dirinya menatap wajah orang tuanya yang nampak tak berdaya. "Me-menikah?" Gadis itu terdiam beberapa saat, dia sangat-sangat tidak ingin namun melihat ketidakberdayaan orang tuanya membuatnya mau tak mau harus menerima itu semua. "Kontrak pernikahan selama dua tahun, setelahnya kau ku bebaskan. Ekonomi keluargamu kembali normal dan kau akan ku ceraikan!" "Ce-cerai?" "Ya. Gampang bukan?" Lelaki itu melempar surat perjanjian di atas meja. "Cepat tanda tangani dan besok kita akan menikah!" Dengan wajah angkuhnya dia melenggang dari hadapan semua orang. "Urus mereka!"

Nabila_Putrii · Urban
Zu wenig Bewertungen
401 Chs

Imam Yang Baik

Hari masih gelap namun Diva sudah terbangun, dia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi, Diva melepas pelukan Kenzo menguncir rambutnya asal dan masuk ke dalam kamar mandi.

Diva akan melaksanakan salat subuh, dia sudah mengenakan mukenanya menatap ke arah suaminya yang masih terlelap dalam tidurnya.

"Tuan muda, bangun!" Diva menggoyangkan lengan Kenzo tidak sampai menyentuh kulit lelaki itu.

Sebab bisa batal wudhunya jika bersentuhan dengan suaminya. Kenzo menggeliat pelan sebelum matanya terbuka.

Dia menatap Diva dengan diam, "Apa?" tanyanya dengan suara serak.

"Salat subuh. Wudhu sana, aku mau salat sama kamu!" Kenzo mengangguk, meski matanya terasa sangat berat.

Dia akhirnya bangun segera masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci mukanya dan berwudhu.

Sedangkan Diva, dia tengah menyiapkan perlengkapan salat untuk Kenzo. Lelaki itu segera memakai sarung, baju panjang putih juga peci yang Diva berikan untuknya.

"Allahu Akbar."

Hati Diva terasa menghangat kala mendengar lantunan surat pendek yang Kenzo lantunkan.

Dia tidak percaya jika bacaan salat Kenzo sangatlah lancar, dia pikir Kenzo sama dengan kebanyakan orang di luar sana.

Terlalu semangat dalam bekerja sampai lupa dengan sang penciptanya. Salat subuh yang hanya berjumlah dua rakaat itu telah mereka selesaikan.

"Assalamualaikum warahmatullah." Kenzo berbalik, bersalaman dengan istrinya. Diva mengecup singkat punggung tangan suaminya.

Kenzo pun memberikan kecupan singkat pada dahinya dan mengusap pelan kepala Diva yang terbalut mukena.

Diva berdoa, dia meminta kepada sang penciptanya untuk diberikan jalan akan pernikahan yang saat ini dia jalani bersama Kenzo.

Diva mengusap wajahnya pelan, dia tersenyum hangat kala melihat Kenzo mulai bangkit dari duduknya, dia merasa sangat damai melihat suaminya saat ini, wajah lelaki itu terlihat bersinar, terlihat lebih tampan dari biasanya.

"Ngapain senyum-senyum!" Kenzo memukul pelan kepala Diva dengan peci yang dia gunakan.

Membuat lamunan Diva buyar begitu saja, digantikan dengan decakan kesal. Merusak momen saja. Diva segera melepas mukenanya, setelah ini dia akan memasak.

"Senyum itu ibadah kalau tuan muda lupa!" sinis Diva, Kenzo memang sangat menyebalkan.

Padahal Diva hanya ingin akur dengannya damai, layaknya teman. Tapi sepertinya kucing dengan tikus memang tidak akan pernah bisa berdamai.

"Mau kemana?" tanya Kenzo saat melihat Diva keluar kamar.

"Masak, kamu lanjut tidur aja gak papa. Entar aku bangunin kalau mau kerja, hari ini kamu udah mulai kerja kan?"

"Hm." Kenzo ikut keluar yang membuat Diva mengernyit bingung.

"Setelah subuh gak boleh tidur, mending aku olahraga. Kalau tidur habis subuh badan pegel semua!"

Diva mengangguk memang benar, malah dia pernah dengar ada yang bilang jika setelah subuh tidur bisa membuatnya gila.

Haha, tentu saja itu semua bohong. Diva melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dapur.

Dia akan memasak makanan kesukaan Kenzo yang sudah banyak dia tahu dari ibu mertuanya.

Diva mencepol rambutnya, mulai berkutat dengan alat dapur. Tidak usah diragukan lagi bagaimana nanti rasa masakan Diva.

Jelas enak! karena dia jagonya memasak, ini kali pertama dia akan memasak makanan untuk Kenzo.

Biasanya kan bibi yang memasak, oh pernah sekali dia memasak bolu cokelat yang hari itu dihabiskan oleh Kenzo.

Kenzo berlari kecil di teras rumah, meregangkan otot-otot tangannya. Tubuhnya terlihat sangat kekar karena hanya terbalut kaos putih tipis.

Diva berinisiatif untuk membuatkan Kenzo kopi, setengah masakannya sudah selesai dia buat.

"Tuan, ini kopi!" ucapnya, Kenzo berbalik lantas mengangguk dan menghampirinya. Dia duduk di kursi sembari melihat Diva yang masih berkutat dengan alat dapur.

Dia berkeringat, dengan celemek bunga yang dia pakai, rambut yang tercepol sehingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih.

Arghh

Gila! ini masih pagi tapi pikirannya sudah traveling jauh, entahlah setiap melihat Diva dia seolah tak dapat mengontrolnya.

"Tuan, mandilah terlebih dulu sembari nunggu masakannya matang!" ucap Diva.

Kenzo berdiri namun bukannya naik ke kamarnya, dia malah mendekat ke arah Diva tanpa sepengetahuan gadis itu.

"Sayang!" bisiknya tepat di telinga Diva, membuat gadis itu tersentak kaget sampai tangannya terciprat air panas.

"Akh!" pekiknya, Kenzo pun terlihat cemas melihatnya dia segera menarik tangan Diva dan mengguyurnya dengan air.

"Ceroboh!" cetus Kenzo.

Dia meniup tangan Diva yang terlihat merah melempuh. Diva berdecak kesal, "Ini semua juga salah tuan muda. Ngapain meluk-meluk saya, pake segala manggil sayang lagi!"

"Kok jadi saya yang salah!" Kenzo nampaknya tak mau disalahkan, namun dia dengan telaten mengobati tangan Diva.

Mengambil kotak P3k dan mulai memberikan salep pada luka di tangan Diva meniupnya pelan saat sang empunya kesakitan. "Udah, istirahat sana!" usirnya.

"Itu masaknya belum sele--- ALLAHUAKBAR, KOMPORNYA BELUM DI MAATIIN!" teriak Diva panik.

Sampai mata mereka berdua melotot kala melihat asap hitam mengepul dari panci yang Diva gunakan.

Dengan cepat Kenzo mendekat dan mematikan kompornya, untung tidak sampai ke bakar hanya asap hitam saja.

"Ceroboh!"

"Ck. Itu juga karena tuan muda, main geret tangan saya aja. Mana gak dimatiin lagi kompornya!" sungut Diva.

"Enak aja! kamulah yang salah, kan kamu yang masak."

"Tau ah, resek!" Diva dengan kesal meninggalkan dapur sembari menghentakkan kakinya kesal.

****

Setelah insiden di dapur tadi, sepertinya Diva ngambek kepadanya. Terlihat gadis itu tak sama sekali turun dari kamarnya.

Kenzo berdecak kesal, ini yang tidak dia suka saat menjalin hubungan. Ribet! Kenzo masuk ke dalam kamarnya, karena Diva yang merajuk membuatnya tak jadi ke kantor hari ini.

Dia memangil pembantunya untuk membersihkannya kekacauan di dapur tadi, dan memasak makanan untuk mereka.

Memang ada beberapa lauk masakan Diva yang sudah matang, namun untuk sayurnya belum ada.

"Diva!" Kenzo melihat gadis itu tidur bergulung dengan selimutnya sampai kepalanya tertutup.

"Bangun! gak usah kayak anak kecil. Ayo makan!" Kenzo menarik selimut itu dengan kasar agar segera lepas dari Diva.

Hiks

Kenzo tersentak setelah selimut itu terbuka pandangan pertama yang dia lihat adalah Diva yang tengah menangis.

Matanya sembab, hidungnya merah, dengan isakan kecil di bibirnya. "Ngapain nangis? ada yang sakit?" tanyanya.

Hiks

Diva tidak menjawab dia malah semakin terisak, mengabaikan Kenzo yang terus bertanya kepadanya.

Kenzo menghela nafas panjang memilih duduk di sebelah Diva tangannya mengusap pelan kepala Diva, menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis itu.

Kenzo mengangkat dagu Diva membuatnya lebih leluasa melihat wajah sembab gadis itu.

"Kenapa nangis? ada yang sakit?" tanyanya, tangannya mengusap pelan bekas air mata di pipi Diva.

Sikapnya lembut namun tetap membuat Diva kesal ketika menatap wajahnya.

"Nyebelin! gara-gara kamu aku nangis, hiks."

"Aku? emang aku salah apa?" Kenzo tak sama sekali merasa jika dirinya berbuat salah.

"Gara-gara kamu meluk-meluk aku, aku jadi kaget. Jadi kemuncratan air panas, gara-gara kamu juga nggak matiin kompornya masakan aku jadi gosong!"

"Pa-padahal aku masak susah payah buat kamu!" isaknya.

"Sttth! diem. Oke aku minta maaf, udah stop nangisnya. Ayo sekarang makan!" Kenzo mengusap pelan punggung gadis itu agar tenang.

"Tangung jawab!"

"Apa? aku gak hamilin kamu."

Bugh!

Diva memukul tubuh Kenzo kasar. "BUKAN ITU, TAU AH NYEBELIN!" teriaknya kesal.

Tuhkan salah lagi!