Arumi melepas ciuman Rayyan yang di rasa akan menjalar ke bagian lain. Arumi belum siap. Dia hanya takut kalau ini adalah bagian dari cara Rayyan untuk menyakitinya lagi. Arumi tidak akan membiarkan hatinya jatuh pada Rayyan.
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa. Aku tidur dulu." Arumi segera merebahkan tubuhnya dibalik selimut tebal.
Rayyan hanya bisa memandangi Istrinya yang sudah berbalut selimut tebal.
Pagi ini suara deburan ombak membuai siapapun yang berada di dekatnya. Arumi berdiri di bibir pantai sambil menikmati udara segar.Sedangkan Rayyan berdiri bersandar pada tiang kayu yang ada di depan penginapan mereka sambil memandangi Arumi yang nampak bahagia bermain air.
"Siang ini kita pulang ya."
"hemm."
"Aku akan membereskan barang-barang kita. Kamu tetaplah di sini."
"Aku tidak mau. Aku akan membereskan barang-barang kita."
"Emmm. baiklah terserah kamu."
Mereka berdua berjalan beriringan menuju penginapan. Setelah dzuhur, mereka akan pulang ke rumah mereka.
"Bagaimana perasaanmu sekarang?" Rayyan mengajak Arumi berbicara saat mereka berada di dalam mobil Rayyan yang melaju ke arah rumah mereka.
"Lebih baik."
"Apa kamu tidak menginginkan sesuatu?"
"Enggak."
"Oke."
Rayyan berusaha sabar menghadapi sifat Arumi yang seakan menjaga jarak dengan dirinya. Dia tidak akan menyerah demi satu tujuan.
Arumi segera keluar dari mobil tanpa menunggu Rayyan membuka pintu. Dia langsung masuk ke dalam rumah mengacuhkan Rayyan.
"Halo, Sher.. kamu bisa datang ke rumahku sekarang?"
"Emang ada apa Ray?"
"Aku ingin kamu menjelaskan sama Arumi kalau tidak ada hubungan apa-apa di antara kita."
"Aku lagi sibuk Ray."
"Sebentar aja lah Sher."
"Ya sudah nanti aku ke sana deh. Maleman ya. Aku lagi banyak kerjaan nih soalnya."
"Oke."
Rayyan menarik kopernya ke dalam kamar. Di sana Arumi sedang duduk bersandar sambil membaca novel.
"Rum."
"Hemm."
"Nanti Sherly mau kesini. Dia akan menjelaskan semuanya sama kamu."
"Tentang apa?
"Tentang aku yang tidak ada hubungan apa-apa sama dia."
"Lalu tentang malam-malam yang kalian habiskan berdua di kamar? desahan-desahan kalian? Aku tidak tuli Ray."
"Nanti biar Sherly yang menjelaskan semua padamu."
"Kamu kira aku akan percaya?"
"Terserah kamu, Rum. Aku hanya tidak mau ada kesalahpahaman lagi di antara kita."
Rayyan berlalu dari hadapan Arumi. Dia lelah kalau harus selalu berdebat dengan istrinya. "Dasar!" Rayyan tersenyum smirk.
Arumi menghabiskan waktu sore harinya untuk menyiram bunga-bunga yang ada di depan rumah Rayyan. Sampai ada sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan rumahnya. Arumi mengira itu teman bisnis Rayyan.
Betapa kagetnya Arumi melihat sosok gadis cantik dengan tinggi semampai, kaki yang jenjang, tubuh langsing dan putih. Rambut pendek sebagai yang bagian poninya di jepit dengan jepit mutiara. Arumi seperti melihat seorang model yang berdiri di depannya.
"Sore, Arumi. Rayyan ada?"
"Ada. Tunggu sebentar."
Sherly mengikuti Arumi menuju ruang tamu yang sangat luas itu.
"Ada tamu, mau ketemu kamu katanya." Ucap Arumi pada Rayyan.
"Terimakasih. Ayo ikut denganku."
Rayyan menarik tangan Arumi. Mengajaknya bertemu denga Sherly.
"Katanya ke sini malam?"
" Iya tadi kerjaaanku udah kelar. Jadi bisa langsung ke sini."
"Sher, tolong jelasin semua pada Arumi."
"Arumi, sebelumnya aku minta maaf. Karena Rayyan memintaku menjadi kekasihnya. Aku sebenarnya adalah sepupu Rayyan. Dia hanya memintaku menjadi kekasih pura-puranya. Hanya untuk menyakitimu. Kami tidak pernah berbuat apa-apa." Arumi bergeming mendengar penuturan Sherly. Lalu menatap Rayyan yang merasa sangat bersalah. Sherly terus bercerita. Arumi hanya bisa mendengarkan. Dia tidak menyangka Rayyan tega melakukan semua itu padanya. Dia ingat bagaimana terpukulnya dia saat itu. Bagaimana sakitnya dia saat itu. Airmata Arumi menetes. Dia meninggalkan Sherly dan Rayyan.
Arumi memandangi foto Almarhum Ayahnya. Sakit hati yang Rayyan torehkan di hatinya sangat besar. Bahkan dengan kenyataan yang baru saja dia dengar, menambah luka di hatinya. Arumi merasa bahwa dia adalah boneka yang bisa sesuka hati di mainkan oleh Rayyan. Bahkan dengan sikap manisnya saat ini, Arumi merasa mungkin ini adalah salah satu permainanya.
Arumi mengunci pintu kamarnya semalaman. Dia sama sekali tidak memberi ruang pada Rayyan untuk singgah di hatinya lagi.
Pagi ini Arumi telah siap dengan pakaian kerjanya. Tampak Anggun dengan riasan sederhananya. Tanpa meminta izin suaminya, dia pergi ke kantor. Arumi semakin mantap untuk bercerai dengan suaminya. Ketakutan akan di permainkan Rayyan menjadi salah satu penyebabnya. Seorang Rayyan bisa berakting di depan ayahnya. Jadi bisa jadi semua ini adalah bagian dari rencananya. Arumi tidak akan lengah lagi.
****
Sudah dua minggu Arumi menghilang tanpa kabar. Hal ini membuat Arsya kebingungan. Tidak ada petunjuk kemana Arumi pergi. Keisya juga tidak tahu apa yang terjadi pada Arumi hingga dia tiba-tiba saja menghilang. Kerjasama yang dilakukan Giovano dan El-Rumi juga hanya di wakili oleh stafnya. Tidak pernah sekalipun pemiliknya menampakkan diri. Bahkan mencari informasi dari stafnya pun tidak ada yang berani buka suara.
"Kemana lagi aku harus mencatimu, Rum?" lirih Arsya.
Tok Tok Tok!
"Masuk."
"Selamat pagi Pak Arsya." Arsya seperti berhalusinasi ketika dia mendengar suara Arumi. Dia melihat sosok Arumi yang berdiri diambang pintu.
"Rum, ini bener kamu?" Arsya diam-diam mencubit tangannya. Dan ternyata sakit.
"Iya Pak, maaf saya izin lama sekali. Karena ada kepentingan dengan suami saya dan saya dilarang untuk membawa ponsel."
"Apa suamimu menyakitimu, Rum?"
"Tidak Pak."
"Bagaimana kondisi bayi dalam kandungan mu, Rum?"
"Alhamdulillah baik, Pak."
"Siang ini aku traktir ya."
"Tidak usah terimakasih ,Pak."
"Tidak ada penolakan Arumi."
Arumi hanya bisa mengangguk pelan.
Siang itu Arumi dan Arsya berangkat menuju Cafe yang dipilih oleh Arsya.
Mereka duduk berhadapan. Arsya merasa lega karena Akhirnya dia melihat wanita pujaannya lagi, setelah dua minggu dia dibuat bingung.
Tiba-Tiba pandangan Arumi terpaku pada lelaki yang duduk bersama wanita di sudut cafe. Arumi menutupi wajahnya dengan tasnya..
***
"Kamu tidak lupa dengan janjimu kan Sayang?"
"Kamu harus menceraikan dia segera. Aku ga mau tahu."
"Kamu tidak usah khawatir. Sedikit lagi aku akan membuatnya benar-benar gila."
"Kamu jahat sekali Sayang."
"Dia sudah masuk perangkapku. Dia pikir aku sudah berubah. Dia juga sudah mengandung anakku. Aku ingin menghancurkan semua keluarga Ferdi, termasuk dia."
"Tapi kamu terlihat sangat perhatian sama dia?"
"Semua demi anak yang dia kandung. Aku akan mengambilnya setelah dia lahir. Dan membuat dia gila."
"Aku suka sama caramu sayang." Wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Dia sangat membenci yang dia sebut sahabat itu. Wanita itu sudah mengatur semuanya. Termasuk agar sahabatnya itu hancur. Ya dendam masa lalu telah membuatnya gelap mata. Permainan yang sebenarnya akan segera dimulai.
Maaf udah lama ga up ya. Target DBA udah kelar bulan ini. Jadi saya bisa ngetik yang lain sampai hari sabtu. Hari ahad saya akan mulai dengan DBA lagi.
Jangan kaget dengan part ini ya.Memang plotnya seperti ini. Silahkan menduga-duga.hehe
Saya hanya Mencoba keluar dari zona aman dari cerita ini. Hehehehe.