webnovel

Ada Penyihir Gila Di Rumah Itu!

"Apa mereka sudah tidur?" Gumam Aria pelan sambil menoleh ke belakang setelah dia selesai mencuci piring. Dan diapun menghela napas lega begitu melihat tiga anak kecil itu sudah tertidur pulas di kasur mereka.

Soalnya tidak seperti Aria dan Mika yang diijinkan untuk tidur di kamar kecil dekat toko tempat mereka bekerja, Leyna dan Aran yang punya 3 orang adik tinggal di sebuah pondok kecil bersama. Meskipun Aria dan Mika juga sering membantu untuk menjaga mereka. Seperti malam ini. Lily dan Kuvi adalah adik Aran, sedangkan Mina adalah adiknya Leyna.

Tapi melihat tiga anak itu tertidur, Aria malah mulai merasa ingin menangis lagi sehingga dia memutuskan untuk kabur keluar dulu.

Padahal selama ini dia pikir mereka berempat sudah lumayan saling membantu. Tapi rupanya dia sendiri tidak cukup membantu sampai tiga temannya harus mencari pekerjaan lain, yang juga tidak bisa dia bantu. "Aku benar-benar tidak berguna..." Gumamnya sendiri.

'Apa Aku harusnya juga membantu pekerjaan mereka?'

Walaupun sebenarnya yang jadi masalah bukan hanya sifat Aria yang tidak bisa berbuat jahat, tapi karena dia juga tipe yang hanya bisa gemetar ketakutan di pojok kalau berada di keadaan yang memacu jantung. Jadi rasanya dia memang tidak akan bisa membantu.

"Tapi saat mereka bilang ilegal, sebenarnya se-ilegal apa?" Gumamnya lagi. Soalnya mereka bertiga benar-benar tidak memberitahunya apa-apa lagi setelah itu. Bahkan dia juga tidak tahu mereka perginya ke mana untuk pekerjaan mereka hari ini.

'Mereka tidak membunuh orang kan--'

"Tidak, tidak! Tidak mungkin sampai seperti itu." Katanya lagi sambil berusaha menyingkirkan pikiran liar yang mulai menjadi-jadi. "Aku sebaiknya tidur juga." Katanya, dan diapun kembali masuk ke dalam pondok.

Karena pengalaman saat epidemi yang dulu menyerang kotanya, Aria dan yang lain terbiasa untuk selalu terbangun setiap dia mendengar suara sekecil apapun. Makanya setiap Lily, atau Kuvi, atau Mina bergerak sedikit saja, Aria selalu membuka matanya sedikit dan baru kembali tidur setelah memastikan tiga anak itu masih ada di sampingnya.

Tapi ketika malam sudah mulai berubah jadi dini hari, Aria terbangun lagi karena dia merasa mendengar suara lain. Yang setelah dilihat ke kanan-kiri, ternyata tidak ada apa-apa. Hanya saja entah kenapa perasaan Aria jadi agak tidak enak sehingga dia memutuskan untuk bangun dan memeriksa keadaan sekeliling rumah. Rasanya sih tidak akan ada maling yang iseng mencuri di pondok lusuh begini, tapi hanya untuk jaga-jaga... Dan seperti yang diduga, ternyata memang tidak ada apa-apa.

Tapi saat Aria sudah akan menutup pintu dan berjalan ke tempat tidurnya lagi, tiba-tiba saja suaranya muncul lagi. Bahkan bukan cuma suara kasak-kusuk, suaranya terdengar lumayan keras seperti ada karung yang jatuh. Mulai panik, tangan Aria pun spontan mengambil sapu yang ada di dekatnya.

Dengan gemetar takut-takut, dia mulai kembali melongokkan kepalanya keluar pintu. Dan disitulah dia melihat ada bayangan yang kabur ke halaman samping! 'Mati Aku. Maling? Monster?!'

Menahan dirinya untuk tidak langsung teriak, Aria menutupi mulutnya dan mulai mengoceh dengan panik. "Ti-Tidak apa. Aku bisa sihir. Aku bisa melemparkan bola api padanya kalau dia berbahaya. Ah, tidak. Kalau terbakar bisa sakit, jadi mungkin bola air saja...? Ah, tidak, mungkin bola tanah kecil juga bisa. Iya, iya, itu saja."

Aria kemudian buru-buru masuk dan mengunci pintu depannya kembali, memastikan tiga adiknya masih tidur lelap, baru akhirnya dia lari mindik-mindik lagi ke pintu belakang. Dan benar saja, dari jendela belakang memang kelihatan ada sosok gelap yang sedang, entahlah, mengais-ngais tanah atau semacamnya.

Mulai berpikir makhluk aneh itu tidak kelihatan akan menerobos masuk, Aria tadinya hanya berencana diam waspada di pintu. Tapi setelah beberapa saat diperhatikan, makhluk itu mulai kelihatan seperti manusia biasa yang pakai jubah hitam. Dan daripada mengais-ngais tidak jelas, dia lebih kelihatan... Meringis kesakitan di tanah. "Dia... Terluka?"

Dan disitulah Aria baru menyadarinya. 'Jangan bilang itu Leyna--'

Panik, Aria langsung menghambur keluar tanpa memedulikan risiko bahwa dugaannya salah dan menjatuhkan sapunya. "Leyna! Leyna, apa itu kau? Kau baik-baik saja?" Tanyanya panik sambil berjongkok di samping orang itu. Tapi karena sibuk merintih kesakitan, orang itu sama sekali tidak menyahut sehingga Aria akhirnya harus memeriksa wajah orang itu sendiri.

Tapi setelah jubah dan kain yang menutupi wajahnya itu dilepas, ternyata yang terlihat di sana adalah wajah Aran. "Ya ampun, Aran! Kau kenapa? Mika dan Leyna mana?!" Tanya Aria sambil mulai membantu Aran bangun, yang hasilnya malah membuat Aran tambah meringis kesakitan lagi.

Kebingungan, Aria pun berusaha melihat wajah Aran lagi dari dekat dan betapa terkejutnya Aria saat dia melihat urat-urat yang ada di wajahnya kelihatan membiru seakan dia sedang dicekik. Bahkan bukan cuma di wajahnya, kelihatannya kondisi di sekitar leher dan dadanya juga sama.

"Tadi--" Aran tiba-tiba saja mulai berusaha bicara. "Ada penyihir gila di rumah itu!"

===========================================

Frustasi, sejak semalam Aria hanya bisa meremas rambutnya sendiri. Dia bahkan tidak ingat bagaimana tadi dia bisa meyakinkan Lily, Kuvi, dan Mina untuk pergi membantu di toko nyonya Rumia dulu hari ini dan bukannya melanjutkan pelajaran membaca yang Aria janjikan kemarin. Atau bagaimana juga dia bisa berbohong dengan keberadaan Leyna dan yang lain pada para pemilik toko yang lewat dan menanyakan mereka. Atau bagaimana diabaru saja minta ijin pada tuan Henri untuk tidak bekerja dulu hari ini.

Seumur hidupnya, ini adalah pertama kalinya Aria bohong sebanyak itu dalam sehari.

Baru setelah dia mengurus semua jadwalnya hari ini, dia hanya tinggal sibuk memikirkan Aran yang masih terbaring sakit di gudang, juga Mika dan Leyna yang kemungkinan masih dikurung di rumah yang mereka curi semalam.

"Tapi bukankah aneh..." Gumam Aria. Soalnya kalau ada yang menangkap pencuri atau semacamnya, tentu saja biasanya akan diserahkan ke kepala desa atau ke walikota sekalian. Apalagi kalau bangsawan malah suka langsung menghukum mereka di depan umum atau semacamnya.

Tapi jangankan itu semua, gosipnya saja tidak terdengar di manapun.

Pusing memikirkannya sendiri, Aria pun akhirnya memutuskan untuk kembali memeriksa keadaan Aran di gudang. Dilihat dari lukanya semalam, kelihatannya dia terkena sayatan pisau yang dilumuri dengan racun atau semacamnya. Daripada diserang oleh penyihir, dia lebih kelihatan seperti seperti diserang oleh pemburu beruang atau semacamnya.

Dengan obat herbal terbatas dan sihir penyembuhan yang seadanya, butuh waktu berjam-jam sampai Aria bisa membuat efek racunnya berkurang. Mengingat itu, Aria jadi meneteskan air matanya lagi.

"Kenapa kau malah menangis lagi? Kau cengeng sekali." Kata Aran dengan suaranya yang sangat lemas. Walaupun sudah lebih baik dari semalam, wajahnya masih terlihat sangat pucat karena dia juga kehilangan banyak darah.

"Aku tidak tahu harus bagaimana..." Jawab Aria dengan suara yang tercekat.

Tidak punya tenaga untuk menghibur Aria, Aran kemudian terdiam lagi. Tapi setelah beberapa saat, dia kembali bersuara. "Tapi benar tidak ada laporan apa-apa ke kepala desa atau semacamnya?" Tanyanya dan Aria menggeleng. "Jangan bilang penyihir gila itu mengurung dan menyiksa mereka atau semacamnya?" Gerutunya lagi.

"Tapi kau bilang itu rumah kediaman Malven kan? Memangnya keluarga mereka ada yang bisa menggunakan sihir?"

"...Aku juga tidak tahu." Balas Aran seadanya. "Padahal kami masuk ke sana karena katanya seluruh anggota keluarga yang lain sedang pergi kecuali anak kedua mereka. Tapi malah..."

Melihat keringat Aran mulai banyak lagi, Aria kemudian mengelap wajahnya dulu sebelum kembali bertanya. "Tapi... Kenapa kau bilang dia gila?"

Langsung terdiam, Aran mulai kembali berekspresi pahit saat mengingat lagi kejadian semalam. "...Maksudku, awalnya dia hanya menggunakan sihir biasa, tapi tiba-tiba saja dia langsung menembakkan bola api sebesar gunung ke arah kami. Kalau Mika tidak menahannya, tulang kami bahkan mungkin tidak akan tersisa. Lalu setelah itu juga dia juga mulai melemparkan pisau beracun!" Ceritanya kecut. "Mika membantuku kabur duluan, tapi sebelum bisa menyusulku, dia dan Leyna malah tertangkap duluan."

Melihat Aran bercerita dengan pahit, Aria jadi ikutan terdiam. Terutama pada bagian bola api yang katanya sebesar gunung itu maksudnya sebesar apa? Tidak mungkin segunung betulan kan?

Memikirkan itu, Aria jadi agak takut untuk menjalankan ide liar yang sempat dia pikirkan sebelumnya. "Sebaiknya kau istirahat lagi." Kata Aria akhirnya sambil menaruh kompres baru di kening Aran.

Tapi saat Aria sudah akan pergi, Aran kemudian menahan tangannya. "Hanya untuk memastikan... Tapi kau tidak berencana yang macam-macam kan?"

"...Tidak mungkin."