"Kamu gak pulang Alexa? Atau menginap disini? Bukan keberatan sih hanya saja kamukan punya suami bukan gadis yang bebas keluyuran gitu. Jika kalian bertengkar bukankah lebih baik diselesaikan? Pergi membuat masalah itu makin besar."
"Kamu kira aku menginap di sini karena bertengkar dengan kak Daren? Yang benar saja." Kataku sambil memutar bola mataku malas. "Kak Daren pergi jadi aku tudak mau dirumah sendirian makanya memutuskan menginap disini."
Dia menajamkan tatapannya padaku. Tangannya disilangkan kedada. "Kamu tidak membohongi akukan Alexa? aku bukan anak umur 10 tahun yang bisa begitu percayanya dengan alasanmu tadi."
"Intinya kamu ngijini tidak." Kataku akhirnya. Mengambil tas dan bangkit dari dudukku. Cukup jangan menambah masalah lagi. Umur lo masih muda Alexa jangan kayak ibu ibu punya beban anak 10.
"Mau kemana, belom selesai ngomong ini." Katanya setengah teriak.
"Balikla. Gak ada yang nampung aku disini." Dia menarik tanganku membuatku terduduk ditempat semula. Mengambil tasku meletakannnya dengan rapi.
"Semenjak menikah kamu sensian banget. Darah tinggi nanti baru tahu." Katanya sambil menunjukan senyumnya. "Sejak kapan coba ngelarang kamu kesini? Pintu rumah ini terbuka lebar untukmu. Aku hanya nanya kamunya aja yang udah terlanjur terbawa emosi."
"Siapa yang gak emosian coba, gak Kak Daren gak lo dua dua buat aku kesal tahu gak." Dia tersenyum. "Aneh kamu tahu gak, aku kesal tahu gak, kamunya senyum senyum."
"Kamu jarang ngeluhi sikap orang lain kekamu kecuali Dion. Dan ini kamu ngelakui hal itu kek Kak Daren. Tuh kan apa aku bilang, kamu udah jatuh cinta."
"Enak aja kamu bilang gitu, siapa yang jatuh cinta. Hubungannya apa Fia." Kataku sebal.
"Iyaiya Alexa. Rusak mood kamu jika bahas Kak Daren jadi aku gak bakal nanyai hal itu. Btw hubungan kamu sama Dion gimana?"
"Sudah berakhir." Matanya melotot, ekspresi yang berlebihan. Sungguh.
"Kamu becanda? Aku tidak percaya."
"Kamunya aja yang gak ada percayanya dari tadi. Semuanya salah mulu. Dia rupanya rekan bisnis kak Daren. Dan lebih gilanya dia memperkenalkan aku sebagai istrinya didepan Kak Dion. Dan kelanjutannya bisa kamu tebak sendiri."
"Astaga. Aku butuh asupan oksigen. Tolong gue."katanya histeris. "Kalo aku jadi kamu sih bakal milih Kak Daren la ya. Dari mana mana masih jauhan dia."
"Matre banget kamu tahu gak. Masalahnya Kak Daren ma Kak Dion dua orang yang berbeda yang gak bisa disamain. Kak Daren baik, baik banget malah. Tetapi dia punya Kak Alena, kamu dan aku tahu itu sejak awal. Kalo Kak Dion, kamu juga tahu aku sama dia gimana. Seberapa besar isaha dia selama ini buat aku, tetapi kamu tahu apa balasan aku nyakiti dia."
"Itu bukan keinginan kamu Alexa semua murni terjadi karena keadaan. Kalau pun bisa milih lo pasti gak mau kan berada diposisi ini. Dion aku akui seberapa besar semua hal yang dilakuinya buat kamu. Tetapi Alexa, kamu harus ingat dia ngelakui itu untuk orang yang dia cintai gak ada salah dalam hal itu. Dan kamu juga ngelakuinya untuk keluarga kamu. Enggak ada yang salah cuma penerimaan manusia itu aja yang ngebuat itu salah." Dia memeluk aku, mengusap pundakku. Aku memejamkan mataku menikmati kenyaman ini.
***
Aku membuka pintu kulkas mengambil satu buah apel dan mengupasnya. Keadaan sudah lebih membaik dari semalam. Memikirkan dengan kepala jernih itu lebih baik dari pada keadaan kacau.
Membersihkan diri dan memasak. Kak Daren sudah pergi kekantor. Aku sengaja datang setelah iya pergi bekerja. Karena apa, alasan yang simpel aku tidak tahu harus berhadapan dengan dia sekarang. Belom tahu juga harus memulai percakapan seperti apa. Mungkin menghindar jalan yang harus dijalani sekarang.
Setelah selesai memasak. Aku masuk kekamar. Sesuatu yang membuat keadaanku yang awalnya baik baik saja berubah menjadi buruk. Sejak kapan foto Kak Alena ada dikamar ini? Atau akunya aja yang gak pernah lihat?. Jika dilihat lihat mereka terlihat serasi dalam figura ini dan lihat sekarang sungguh menyedihkan. Dia pergi meninggalkan semua begitu saja.
Apa sih yang ada dipikirannya. Drama banget hidupnya, pergi kabur dari pernikahan dan meninggalkan pria yang mencintainya. Dan lihat dia nolak aku cuma gara gara wanita ini. Padahal udah ditinggal tetapi masih saja bucin.
"Prak" tanganku gak sengaja menjatuhkan guci yang dimeja. Oh Alexa ceroboh banget dirimu ini. Mengambil pecahannya dan membereskannya. Tanganku kenak pecahan beling tidak banyak hanya tergores sedikit, jika tidak dilihat teliti mungkin tidak akan nampak.
Niat hati mengambil kota obat untuk mengobati tangan malah menjumpai buku. Bukan buku Kak Daren kan? Ini warna cewek jelas banget bukan punya dia.
Lembar pertama menampilkan foto gadis dengan senyum lebar dengan gigi rapi yang diperlihatkan. Tertulis dibawah foto itu Alena Hinston. Aku berdecih. Tebakan yang benar pemiliknya bukan Kak Daren.
Bab 1
Pertemuan awal dengannya terjadi dengan tidak sengajanya. Makalah kami tertukar, dalam waktu lumayan lama walaupun sungguh lelah tetapi akhirnya menemukannya dan disitula pertemuan pertama kami. Pertemuan yang tidak aku tahu ternyata awal cinta kami dimulai. Pria misterius yang tidak pernah tersenyum itu ternyata adalah ornag penting dalam hidupku setelah ini.
Aku membalik lembarannya, dan kembali membacanya ada foto Kak Alena dan Kak Daren. Makan gula gula diatas bianglala. Sungguh romantis. Lalu membaca paragraf dibawahnya.
Bab 2
Pria yang kutemui beberapa bulan yang lalu sekarang resmi menjadi kekasihku. Jika aku jelaskan kalian tidak akan percaya bahwa aku mencintai pria sekaku ini. Dia sempurna untuk gadis sederhana seperti aku. Dia orang pertama yang paham diriku dibandingkan keluargaku. Diatas bianglala ini. Aku mengunggkapkan cintaku duluan. Ya Alena yang menembak pria kaku ini.
Sungguh tidak dipercaya. Kak Alena? Yang benar saja. Sehebat apa dia sampai kak Alena menembaknya? Tidak ambil pusing membuka lembaran selanjutnya.
Foto Kak Daren. Aku mau ketawa sumpah lucu banget ini foto kak Daren tidur sungguh jelek. Mukanya yang berwibawa hilang hanya gambar anak kecil yang sudah aangat mengantuk dan tidak mempedulikan sekitar.
Bab 3
Jika semua terasa berat aku siap menjadi pundak untuk lelahmu. Jika semua terasa begitu sulit tangan ini cukup untuk meringankan beban itu. Tetapi cukupkah dirimu hanya untukku seorang? Egois memang, hanya menginginkan dirimu untuk diriku seorang.
Apa maksud kalimatnya. Sedikit ambigu. Tidak mengambil pusing membalikkan lembaran selanjutnya. Ini sangat membuatku terkejut, bukan sangat terkejut malah. Fotoku. Ini fotoku umur 8 tahun. Aku tidak mungkin salah mengenali wajah aku sendiri bukan?
Bab 4
Aku mungkin kakak yang buruk. Tetapi percayalah aku menyayanginya. Dia tidak berbeda denganku. Kami sama sama kesepian hanya saja bedanya dia bebas menentukan pilihannya sedangkan aku? Harus jadi gadis penurut. Aku berjanji pada diriku jika sesuatu terjadi pada dirinya aku akan menyalahkan diriku. Aku mengaguminya, mengagumi keberaniannya mengagumi semua yang dia lakukan.
Air mataku menetes. Ayolah ini hanya tulisan bisa saja ini buatan buatan dia agar aku luluh. Aku meletakan bukunya kembali. Tidak niat melanjutkannya. Bukan karena apa aku muak dengan sikapnya. Menyayangi bagaimana yang dia maksud.
Hari sudah larut aku berniat tidur. Nuat awal aku akan berbaring diranjang dan memejamkan mataku saat Kak Daren pulang. Dan dia ternyata lebih cepat sejam dari awal jam pulangnya. Aku menaiki tangga meninggalkan iya dibawah.
Setelah sampai dikamar aku membaringkan tubuhku dan menutupi wajahku dengan selimut. Suara kakinya terdengar, iya memasuki kamar. Aku tidak tahu apa yang dilakukannya hanya saja suara pintu kamar mandi terdengar. Aku menurunkan selimut dari wajahku. Menarik napas dalam. Untunglah.
Aku memainkan ponsel. Melibat lihat apapun yang bisa dilihat. Sesaat kemudian pintu kamar mandi terbuka. Aku buru buru menutup wajahku. Aku diam. Kenapa tidak terdengar apapun. Dia ngapain? Pelan pelan kuturunkan selimut ini dan dia tepat didepanku. Ketahuan.
"Kenapa kamu menghindariku?" Tanyanya tanpa mengalihkan tatapannya padaku.
"Menghindar? Kakak salah menilai aku tidak menghindar."
"Kamu tidak pandai berbohong Ale, tidak pulang semalam dan tidak masuk kantor hari ini. Aku suamimu tidakkah ada hormatmu padaku?"
Aku membenarkan posisiku. Kembali menatapnya tajam. "Hanya disebuah kertas, jangan berlebihan."
Dia memejamkan matanya. "Meskipun begitu aku suamimu kita melakukan ikatan suci."
"Sudahlah. Aku tidak ingin bertengkar dengan kakak."
"Kamu sungguh berbeda dengan Alena."
Apa katanya barusan? Alena? "Aku bukan Kak Alena dan berhenti menyamakan aku dengannya." Kataku teriak. Dadaku naik turun emosiku sudah ada dikepala tinggal diledakan saja. Dar. Hancur semua. "Tidak bisakah mulut kakak itu digunakan untuk ngucapkan hal selain membandingkan aku dengan Kak Alena? Aku capek terus dibandingkan dengannya. Aku Alexa sudah jelas buka dia harus seperti apa aku menjelasinya ha."
Aku menangis. Terlihat menyedikan memang. Sungguh menyedihkan. Aku bangkit meninggalkan dia yang terdiam.