"Bagus, asal kau tahu saja, orang yang kau serang itu adalah pemuda yang menyandang julukan tersebut," katanya dengan penuh penekanan.
Mimpi pun Taraka Biksa tidak pernah bahwa ternyata orang yang sejak tadi dia bentak-bentak merupakan tokoh dunia persilatan. Kalau saja dirinya tahu sejak awal, mungkin dia tidak berami berlaku kurang ajar seperti itu.
Tiba-tiba orang tua itu memalingkan wajahnya ke arah Raka Kamandaka. Seluruh tubuhnya sudah dibasahi oleh keringat dingin. Ketakutan tergambar jelas di wajah tua itu. Malah kedua lututnya juga terasa bergetar karena saking takutnya.
"Aden, ma-maafkan aku yang bo-bodoh ini. Aku ternyata tidak bisa melihat kegagahan Gunung Tilu Dewa sehingga berani kurang ajar kepadamu. Aku mohon, ampunilah nyawaku …" katanya dengan nada yang sangat sedih. Saking sedihnya, malah dirinya seakan terdengar menangis.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com