Keesokan harinya, Yue Yin pun diam-diam melangkah keluar dari gubuk tua itu. Ia pergi ke kota seorang diri untuk mencari paman dan bibinya.
Lelaki tua itu tau bahwa gadis kecil itu telah pergi hanya saja ia tidak mau memperdulikannya dan pura-pura tidur kembali.
Tak lama kemudian Shen Yang pun bangun. Di lihatnya Yue Yin tidak ada di gubuk itu. Ia panik mencari-cari Yue Yin keluar gubuk. Tapi tak juga dapat menemukan Yue Yin. Ia pun kembali ke gubuk dan bertanya pada lelaki tua itu "Shi fu (guru), apakah kamu melihat Yue Yin?"
Lelaki tua itu hanya diam dan duduk santai. Melihat gurunya tidak menjawab, anak itu pun melanjutkan perkataannya "Aku sudah mencarinya di sekitar gubuk ini, tapi tak dapat juga menemukannya. Apakah guru melihatnya? Jika lihat, tolong beritahu aku."
Lelaki tua itu pun menjawab dengan tenang, "Dia sudah pergi."
"Apa!? Dia bahkan belum mengucapkan selamat tinggal. Guru, bisakah kita mengejarnya? Aku takut dia dalam bahaya." ucap anak itu.
"Hei bocah, aku mengangkatmu sebagai muridku bukan dia! Kenapa kamu suruh saya untuk mengejarnya!?" ucap lelaki tua itu.
Anak itu pun menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap wajah gurunya. Ia sedikit sedih karena kehilangan teman pertamanya.
Melihat muridnya yang menampakkan wajah sedih itu, ia pun segera berkata "Sudahlah, tidak usah bersedih seperti kehilangan dia. Dia bahkan belum mati. Untuk apa kamu bersedih? Jika kamu mau mengejarnya maka aku akan mengantarkanmu ke kota."
Anak itu tersentak kaget dengan perkataan gurunya. Ia pun segera berkata "Sungguh!? Guru kamu tidak berbohong kepadaku kan?"
"Anak bodoh, kenapa aku harus berbohong kepadamu? Rapikan barang mu, kita akan pergi ke kota." ucap lelaki tua itu.
"Baik, Guru." jawab anak itu dengan semangat.
Disisi lain, Yue Yin yang sudah sampai ke Dinasti Qing itu pun pergi mencari makanan.
Dilihatnya area sekelilingnya yang menjual banyak makanan lezat. Ada Bakpao, ada sate tusuk, ada miso soup, dan masih banyak lagi.
Perut Yue Yin yang dari tadi berbunyi selama perjalanan itu sudah meminta makan. Ia pun pergi ke tempat penjual Bakpao itu.
Lalu penjual bakpao itu bertanya "Nona manis, apakah kamu ingin Bakpao?"
Yue Yin pun mengangguk.
Penjual Bakpao itu memberikan bakpao itu kepada Yue Yin. Yue Yin menerimanya dengan senang hati. Ia pun mengigit sedikit pinggiran Bakpao itu sambil melanjutkan langkahnya.
Ketika ia hendak melanjutkan langkahnya, penjual Bakpao itu menarik tangannya dan berkata "Nona manis, kamu belum membayarnya."
Yue Yin pun menjawab "Aku tidak punya uang. Kamu yang memberikannya kepadaku."
"Apa!? Kamu tidak punya uang berani membeli!" bentak penjual Bakpao itu.
Yue Yin pun menyondorkan Bakpao yang telah digigit sedikit itu kepada penjual Bakpao. Ia pun berkata "Ini ku kembalikan bakpao yang kamu beri."
"Hei gadis kecil! Kamu jangan main-main! Bakpaonya sudah kamu makan, kamu masih berani mengembalikannya!? Bentak penjual Bakpao itu lagi.
"Aku hanya mengigitnya sedikit. Ini ambilah!" ucap Yue Yin sambil menaruh kembali Bakpao itu ke tempat semula.
Penjual bakpao itu menarik tangan Yue Yin dengan kasar sehingga meminggalkan rasa sakit oleh gengaman penjual itu di tangannya. Tapi karena penjual itu memanggil kawannya untuk menangkap dirinya, terpaksa Yue Yin pun menghempaskan tangannya dengan kuat sehingga membuat penjual bakpao itu terjatuh.
"Dasar gadis kecil yang tidak tahu terima kasih! Auu.... bokongku sakit sekali." gerutu penjual bakpao itu sambil mengelus bokongnya.
Di tengah kerumunan orang-orang, Yue Yin menjadi perhatian orang-orang. Dia diejek, dihina dan di olok-olok sebagai anak pencuri.
"Dilihat dari penampilannya yang lusuh begitu, sepertinya dia anak pencuri." Bisik salah seorang wanita dengan temannya.
"Ssst kecilkan suaramu, nanti dia dengar. Tapi kurasa kau benar. Meskipun seorang anak pencuri tidak seharusnya ia menjadi pencuri juga. Orang tuanya tidak mendidik dia dengan benar. Seharusnya dia tidak boleh mengikuti jejak orang tuanya. Kasihan sekali dia, lihatlah pakaiannya yang kumuh dan lusuh begitu. Bagaimana bisa orang tuanya tidak memperdulikannya." Balas teman wanita muda itu.
Mendengae bisikan orang-orang disekelilingnya, Yue Yin marah. Emosinya meluap. Tapi ia menahan diri untuk tidak membuat onar. Ia hanya bisa menatap sekelilingnya dengan tatapan dingin dan penuh kebencian.
Penjual bakpao itu bangkit berdiri dan memberikan Yue Yin bakpao yang telah digigit gadis kecil itu tadi.
"Nah, gadis kecil. Kuberikan bakpao ini untukmu. Anggap saja aku lagi sial."
Bisikan-bisikan orang-orang disekelilingnya itu membuat telinga Yue Yin sakit. Bayangan-bayangan yang mencemoh itu mengelilingi kepalanya. "Hentikan!!!!" Tanpa sadar Yue Yin meluapkan emosinya ke penjual bakpao itu. Dia tidak sengaja menggunakan tenaga dalamnya ketika menghempaskan pemberian penjual bakpao itu. Akibatnya, penjual bakpao itu terdorong ke belakang dengan kuat dan menyebabkan gerobak dagangannya jatuh berantakan. Bakpao-bakpao hangat itu pun bertebaran di tanah sehingga para pengemis jalanan berbondong-bondong mengambil bakpao yang terjatuh di tanah itu.
Penjual bakpao itu pun membentak para pengemis yang sedang memungut bakpaonya, "Pergi kalian! Pergi! Jangan ambil bakpao-bakpao ku!" Tapi sia-sia saja penjual bakpao itu berteriak.
Para pengemis jalanan mengabaikan ucapan penjual bakpao itu. Mereka lebih mementingkan mengisi perut mereka dengan makanan gratis dari pada mendengar ocehan yang tidak jelas dari pria tua itu.
Penjual bakpao itu emosi. Lalu ia pun melihat ke arah gadis kecil itu. Di lihatnya gadis kecil itu hendak pergi meninggalkan tempat ini. Lalu penjual bakpao itu segera berjalan mengejar gadis kecil itu sambil berkata, "Hei..., Gadis kecil, berhenti! Aku bilang berhenti sekarang juga!"
Yue Yin yang mendengar suara penjual bakpao itu sengaja tidak memperdulikannya. Ia tetap melanjutkan langkahnya. Maka, penjual bakpao itu pun mempercepat langkahnya. Ia berhasil menangkap tangan gadis kecil itu dan mengenggamnya dengan erat karena ia takut gadis kecil itu akan kabur.
"Xiao Gu Niang (Nona kecil). Ni yao qu na li, hah (Kamu mau pergi kemana, hah)?"
"Fang kai wo (Lepaskan aku)."
"Fang kai wo (Lepaskan aku)? Mimpi kamu!" balas penjual bakpao itu.
"Aku berbaik hati memberikanmu bakpao, tapi kamu malah menghancurkan daganganku. Sekarang aku tidak mau tahu, kamu harus membayar semuanya." lanjut penjual bakpao itu.
"Membayar? Tapi... tapi aku tidak punya uang."
"Aku tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus bayar. Jika tidak, aku akan menjualmu kepada saudagar kaya untuk mendapatkan banyak uang. Kulihat banyak orang yang menginginkan budak kecil sepertimu."
Penjual bakpao itu menyeret Yue Yin dengan paksa. Yue Yin belum makam berhari-hari tidak memiliki tenaga yang cukup untuk melepaskan genggaman penjual bakpao itu. Sehingga mau tidak mau, Yue Yin pun mengigit tangan penjual bakpao itu. Gigitan itu cukup dalam sehingga memberikan bekas yang cukup dalam. Penjual bakpao melepaskan genggamannya karena kesakitan, "Arghh... Gadis kecil sialan! Berani-beraninya kau mengigit tanganku!"
Karena jengkel, penjual bakpao pun menampar Yue Yin cukup keras, "Plakk!" Tamparan itu membekas di pipi sebelah kiri Yue Yin. Yue Yin hanya bisa menahan rasa sakit, ia tidak berani menitikkan air mata. Karena ia tahu bahwa rasa sakit ini tidak seberapa dengan rasa sakit yang di derita ibunya selama ini. Penjual bakpao itu kesal, ditariknya rambut Yue Yin dan diseretnya gadis bertubuh kecil ini dengan paksa.
"Fang kai wo (Lepaskan aku)! Wo shuo, fang kai wo (Aku bilang, lepaskan aku!"
"Mimpi kamu!"
Disisi lain Li Zhen dan bawahannya, Liu Kang sedang berkeliling kota melihat perkembangan kota Qing. Karena keramaian yang mencolok itu, menarik perhatian Li Zhen untuk pergi melihatnya. Tapi siapa sangka, di tengah kerumunan orang-orang, ia melihat seorang gadis kecil disiksa oleh seorang pria tua dengan mata kepalanya sendiri. Dan yang lebih herannya lagi, ia melihat sekelilingnya cuman melihat saja. Tidak ada yang mau memberikan pertolongan. Meskipun beberapa diantaranya ada yang iba tetapi tetap saja apa bedanya dengan mereka yang cuman menonton saja. Karena tak sanggup lagi melihat gadis kecil ini disiksa, Li Zhen pun turun tangan. Ia segera memegang tangan penjual bakpao itu dan berkata "Fang kai ta (Lepaskan dia)."
"Kamu siapanya, hah? Beraninya ikut campur."
Karena tidak tahan pada perkataan pria tua itu, sembari memegang pegang, Liu kai pun berkata "Fang si (lancang)! Ni zhi dao ni zai gen shei shuo hua ma? (Kamu tahu kamu sedang berbicara dengan siapa sekarang)?"
"Liu kai... Aku sedang berbicara dengannya baik-baik. Mohon jangan ikut campur dulu."
"Tapi... tapi dia... " belum sempat Liu Kai menyelesaikan perkataannya, Li Zhen sudah memotong.
"Hmm... Kata-kata ku juga tidak mau di dengar?"
Dengan rasa sedikit jengkel Liu Kai berkata, "Baiklah..."
Orang-orang berkerumunan menyaksikan kegaduhan ini, tiba-tiba saja terkejut melihat sosok yang tiba-tiba muncul ini.
"Zhe... zhe... zhe bu shi Li Da Xia, ma? (Ini... ini... Ini bukannya Pendekar Li?)" ucap salah seorang lelaki tua berparu baya.
"Da Jia dou kan kan... Li Da Xia lai le..! (Semua lihat... Pendekar Li sudah datang." kata seorang anak muda dengan semangatnya.
"Li Da Xia? Shi zhen de ma? (Pendekar Li? Benarkah?)" ucap seorang ibu-ibu sambil melihat ke arah Pendekar Li.
Orang-orang bersorak-sorak melihat kedatangan Pendekar Li. Ada yang keluar dari rumah dan segera berlari ke arah kerumunan. Ada yang melihat dari balkon rumah. Dan ada juga yang meninggalkan dagangannya dan langsung menuju kerumunan. Mereka semua ikut melihat dan menyambut kedatangan Pendekar Li dengan meriah. Bahkan penjual bakpao sendiri melonggok dengan mulut terbuka lebar. Ia tersentak kaget dan sempat tidak percaya bahwa saja yang sekarang berdiri di hadapannya saat ini adalah Pendekar Li, seorang pahlawan yanh menyelamatkan Dinasti Qing. Seorang yang dijunjung tinggi dan dihormati oleh ratusan juta penduduk di Dinasti Qing dan merupakan seorang pemimpin di Dinasti Qing.
Bagaimana bisa seorang Da Xia (Pendekar) pergi ke tempat seperti ini? Sungguh sangat diherankan.
***