webnovel

Episode 13 : Rencana dibalik rencana.

Di dalam mobil Zeran, Hana duduk layaknya boss, lengkap dengan kacamata hitam dan juga permen di tangannya. "Hahaha, seperti yang diharapkan dari Paman Zeran, mobilmu kali ini penuh dengan makanan enak. Padahal terakhir kali, ini hanya mobil rongsok tanpa harta sedikitpun di dalamnya."

Zeran hanya menjawab perkataan Hana itu dengan senyuman padanya. Itu karena aku tahu kau akan naik ke mobil hari ini.

Zeran lalu memalingkan pandangannya pada Nian, mata mereka pun bertemu, sontak Nian langsung memalingkan pandangannya karena dia tak ingin Zeran mulai usil. "Ada apa?" tanya Zeran.

"I—Itu, haruskah aku berterima kasih karena telah menolongku tadi?" ucap Nian.

"Kalau kau tak berniat berterima kasih, lebih baik tak usah," jawab Zeran ketus.

"Kau benar, lagi pula, aku tak butuh bantuanmu, aku bisa mengatasi sesuatu seperti itu dengan mudah," jawab Nian penuh percaya diri.

Tentu saja, kau adalah salah satu orang terkenal di dunia bawah. Dia lalu memandang Nian kembali sembari tersenyum.

"Meski begitu, aku telah menghabiskan waktuku untuk datang ke sini, tentu kau harus bertanggung jawab untuk itu," ucap Zeran tersenyum licik.

Nian langsung menatap Zeran dengan kesal karena dia tahu kalau Zeran mulai mengambil keuntungan darinya. "Tak ada yang memintamu untuk datang—, tunggu dulu, bagaimana kau bisa tahu kalau aku ada di sana?"

Zeran tak menjawab, melainkan mengalihkan pandangannya ke arah lain, Nian yang nampak curiga lalu langsung mengacak-ngacak tasnya sendiri, dan benar, dia menemukan sebuah alat pelacak lengkap tertempel di salah satu kosmetik dalam tasnya. Mengetahu hal itu, Nian hanya tersenyum kesal, dia lalu mematahkan pelacak itu kemudian langsung menggendong Hana turun dari mobil Zeran. Dia lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi pada Zeran.

"Boss, haruskah kita mengejarnya?"

"Tak perlu, biarkan saja, dia pasti sangat kesal padaku sekarang. Lebih baik tunggu amarahnya turun dulu," Zeran tersenyum sembari menatap ke sosok Nian yang perlahan menjauh.

"Seperti biasa, boss suka sekali menjahili seseorang, bahkan terakhir kali, anda sampai mempublikasikan tarian salsa President Negara di internet."

"Bob, akhir-akhir ini kau punya banyak pendapat, bagaimana kalau kau bekerja sebagai psikolog saja?" ucap Zeran tersenyum lebar.

Bob yang menatapnya dari spion tengah hanya bisa mengusap keringat dingin yang terus-terusan keluar dari dahinya. "Ampun boss."

Bagaimanapun, perjalananku ke sini tidak sia-sia, aku jadi dapat sedikit informasi tentang kelinci kecilku itu. Zeran tersenyum.

.....

Di lain sisi, Nian berjalan masih dengan wajah yang kesal. Dia bahkan menyeret Hana yang masih asik menjilati permen yang ada di tangannya.

"Mami ! Mami !"

"Hm, ada apa sayang?"

"Apak aku jadi mendaftar sekolah?"

Ugghh, benar juga, tujuanku datang ke sana untuk mendaftarkan Hana sekolah, tapi tak apa, karena bagaimanapun Hana akan tetap bersekolah di sana. Selama rencanaku untuk panti nanti berhasil, mendaftarkan Hana sekolah adalah hal yang mudah.

"Maafkan Mami karena terlalu sibuk dengan urusan mami sampai melupakanmu, Hana. Tapi tenang, Mami sudah punya rencana," ucapnya tersenyum sembari mengusap pelan kepala Hana.

"Tak apa Mami, Hana malah senang, karena Hana bisa melihat sisi lain dari kehidupan Mami," ucap Hana tersenyum.

Mendengar perkataan polos putrinya itu, membuat Nian tersenyum-senyum. Dia selalu tak menyangka, kalau gadis kecil imut dan polos ini adalah putri kandungnya. "Sebagai permintaan maaf, ayo kita makan daging yang banyak hari ini !"

"Ayo !"

.....

Di sebuah restoran kecil di sudut kota, Fara sedang duduk bersama dengan Oliv sembari menatap Oliv dengan tatapan curiga. Apa yang wanita ini mau? Dia tiba-tiba menghampiriku dan mengajakku kerja sama.

"Apa yang sebenarnya kau mau?" tanya Fara.

"Tak perlu waspada begitu, kita punya musuh yang sama, jadi kita adalah rekan."

"Maksudmu, Manajer baru itu?"

"Ya, memang dia."

Fara yang tadinya ragu, sedikit demi sedikit mulai menaruh kepercayaan pada Oliv, karena dirinya sudah tidak peduli lagi dengan siapa dia bekerja sama selama dia bisa membalaskan dendamnya yang telah mengakar jauh ke dalam hatinya.

"Lalu, bagaimana kau berniat kerja sama? Kau tahu sendiri, kondisiku seperti ini, sekarang, aku adalah artis yang di buang."

"Kau tak perlu khawatir, meskipun kau telah dibuang oleh Avenging, bukan berarti karirmu akan berakhir di situ bukan?" ucap Oliv sembari memberikan sebuah kartu nama. Dan betapa terkejutnya Fara ketika melihat siapa yang ada di kartu nama itu.

"I—Ini kan !?"

Kartu nama Presiden Huo dari perusahaan Raizan. Betapa terkejutnya Fara dengan kartu nama itu, bagaimana tidak, perusahaan Raizan adalah salah satu perusahaan yang mampu bersaing dengan perusahaan Avenging, dan sekarang kartu nama dari presidennya sedang ada di tangannya.

Fara menatap Oliv dengan tatapan tak percaya. Bagaimana dia bisa memiliki kartu nama Presiden Huo, seingatku, dia adalah artis yang sedang naik daun dari perusahaan Avenging? Apa mungkin, dia mata-mata dari perusahaan Raizan?

"Kau tak perlu memikirkan siapa aku dan apa yang aku lakukan, aku ke sini hanya ingin menawarkanmu balas dendam dan juga kesempatan untuk memulai karirmu lagi."

Fara yang masih tak percaya, kini mulai ragu dengan kesempatan besar yang ada di depan matanya. "A—Apa ini sungguhan, kau tidak sedang mengerjaiku, kan?"

"Jika kau tak percaya, kau bisa coba menelfon nomor yang ada di situ dan kau juga bisa pastikan sendiri dengan datang langsung ke perusahaan Raizan."

Jika ini benar-benar asli, maka ini adalah kesempatanku untuk menjadi besar, karena bagaimana pun, perusahaan Raizan masih menang untuk beberapa aspek dari perusahaan Avenging. Terlebih dengan ini, aku bisa balas dendam secepatnya kepada orang yang telah membuatku jadi seperti ini.

"T—Tapi, ini tidak gratis bukan? Apa yang kau inginkan sebagai gantinya?" tanya Fara serius.

Oliv pun tersenyum sembari meminum kopinya yang tinggal setengah. "Kau cukup pintar, kau tak perlu khawatir, aku tidak akan menyuruhmu membunuh ataupun hal-hal berbahaya lainnya, cukup lakukan beberapa hal untukku dan kau bisa mendapatkan kembali semua yang telah hilang darimu."

"Boleh aku tanya kenapa kau melakukan semua ini?"

"Bukankah sudah kukatakan, kalau aku membenci orang bernama Nian itu !" ucap Fara tersenyum menyeringai.

Fara yang melihat senyuman seram Oliv itu hanya bisa menahan keringat dinginnya agar tidak jatuh. Sepertinya, rasa benci perempuan ini kepada manajer itu lebih besar dari rasa benciku.

"Baiklah, apa yang kau ingin aku lakukan."

"Bukankah kau masih akan kembali ke perusahaan Avenging untuk mengambil barang-barangmu?" tanya Oliv.

"Benar."

Oliv tersenyum, "Aku ingin kau mencuri sesuatu untukku."

....

Di dalam rumah Yunfei, suasana terasa sangat damai dan tentram, ini pertama kalinya bagi Nian merasakan perasaan memiliki sebuah keluarga sejak dia di tendang dari keluarg Fu.

Nian dan suaminya Yunfei sedang menyiapkan makan malam untuk orang-orang di rumah. Mereka berdua memasak membelakangi satu sama lain layaknya chef profesional yang sedang berduet.

"Nian, bisakah kau menaruh semur udang ini di atas meja?" ucap Yunfei memberikan sepiring semur udang pada Nian.

"Tentu saja," jawab Nian tersenyum. Nian berjalan ke arah meja sembari membawa semur udang dengan wajah yang gembira.

Ini sangat sempurna, aku berharap, hal-hal seperti ini bisa bertahan terus selamanya. Seandainya saja Hana ada di sini, kebahagiaan kecil ini pasti akan menjadi semakin sempurna.

Baru saja Nian menikmati kebahagiaan kecilnya itu, telfonnya tiba-tiba berbunyi, dia lalu melihat nama orang yang menelfonnya dan ternyata itu Zeran. Tanpa pikir panjang, Nian langsung mematikan telfonnya. Si idiot Zeran itu, tak henti-hentinya mengangguku meski dia sendiri tahu kalau ini sudah malam.

Yunfei tiba-tiba datang dari belakangnya dan langsung bertanya, "Telpon dari siapa?"

"Ah, dari teman jauhku," jawab Nian mengelak.

Kenapa aku tiba-tiba mengelak? Bukankah aku hanya tinggal bilang kalau itu dari bossku pada Yunfei? Tak lama, Zeran kembali menelpon Nian.

Nian hendak mematikannya lagi, namun Yunfei menyuruh Nian mengangkatnya karena khawatir mungkin itu hal penting. "Angkat saja, mungkin itu penting."

"Baiklah, kalau begitu aku angkat dulu," ucap Nian berjalan keluar rumah.

....

"Halo !" ucap Nian dengan Nada kesal.

"Akhirnya diangkat juga."

"Zeran, haruskah aku mengajarimu sopan santun ! pertama kau menelpon malam-malam, kedua kau menelpon seorang yang sudah menikah, apa kau tidak punya malu!?" ucap Nian semakin kesal.

Zeran lalu menjawab, "Pertama, ini masih magrib, kedua, kau belum resmi menikah."

Nian tak bisa membalas fakta yang baru saja di katakan Zeran, "Cepat katakan apa mau mu!? Aku sedang sibuk !"

"Sibuk apa, sibuk memasak?"

"Dari mana kau tahu?" Sontak, Nian menjadi langsung waspada, dia menengok kiri dan kanan untuk mencari kamera tersembunyi atau sesuatu sejenisnya.

Apa si sialan ini memata-mataiku lagi?

"Sebut saja insting pria."

Nian lalu mengambil nafas, dia sudah lelah dengan tingkah Zeran hari ini dan ingin segera mengakhirinya pembicaraannya, "Cepat katakan apa mau mu, kalau tidak ada biar kututup telfonnya."

"Kalau aku mengatakan... aku menelfonmu karena merindukanmu, apa kau percaya?"

"Akan kututup, sampai jumpa."

"Ah, tunggu tunggu, baiklah baiklah, aku berhenti bercanda. Aku ke sini hanya ingin mengucapkan selamat, karena salah satu artismu telah terpilih untuk bermain dalam sebuah drama."

"Benarkah? Ghea atau Eri?"

"Tentu saja Ghea, Eri masih butuh jalan yang panjang untuk menjadi seorang artis," jawab Zeran.

Yang dikatakan Zeran memang tidak salah, untuk menjadi artis, kemampuan berakting di klub drama saja tidak cukup. Banyak hal yang masih di butuhkan dan banyak jalan yang masih panjang untuk di lalui oleh Eri untuk menjadi seorang artis.

"Baiklah, scriptnya sudah ada di komputermu, kau tinggal membukanya, hanya itu yang ingin kusampaikan, aku harap, kita bisa bertemu dalam mimpi nanti, selamat malam sayang," ucap Zeran dengan lembut kemudian mematikan telfonnya. Nian yang di inggal dalam kondisi begitu tentu saja merasa sangat kesal pada Zeran, sampai-sampai dia hampir membanting handphonenya. Namun yang dia tak sadari karena kekesalannya, Yunfei tengah memperhatikannya dengan dari belakangnya.

"Sepertinya kau sangat akrab dengan temanmu itu, Nian."

Nian tak bisa berkata apa-apa, saat ini dia merasa dirinya seperti sedang tertangkap basah selingkuh, dia hanya bisa terdiam sembari memandang wajah tulus Yunfei itu. "Yunfei...."