"Tuan Edward, setelah tiba di Inggris nanti, anda akan dijemput oleh orang ini. Namanya Aroon dan dia yang akan mengurus semua keperluan anda saat belajar di Inggris nanti."
Philip menyerahkan sebuah foto kepada Edward. Philip adalah orang yang menjadi perwakilan dari sekolah Edward yang saat ini mengemudikan mobil yang ditumpangi oleh Edward.
"Baik Tuan Philip, saya mengerti."
Ucap Edward sambil menerima foto yang tadi diberikan oleh Philip. Edward melihat foto itu dan dia tersenyum. Kini dia sudah menghapal wajah itu, wajah yang selama ini dia rindukan. Ya, Aroon adalah teman masa kecilnya yang sudah sepuluh tahun tidak pernah ditemuinya lagi karena dia mengikuti kedua orangtuanya yang harus pindah negara karena tuntutan pekerjaan mereka sebagai seorang duta besar untuk negara nggris.
"Kita sudah tiba di bandara, Tuan Edward. Saya akan membantu anda menurunkan barang-barang bawaan anda dan saya akan mengantar sampai ruang tunggu keberangkatan. Setelah itu saya akan meninggalkan anda dan tugas saya sudah selesai."
Ucap Philip sambil memarkirkan mobilnya di pintu masuk bandara. Setelah Edward dan barang-barangnya turun, Philip segera memarkirkan mobilnya ditempat parkir dan dia segera membantu Edward membawa barang-barangnya memasuki bandara dan mengantarkan barang-barang Edward menuju alat metal detektor untuk memeriksa keamanan barang-barang bawaannya. Philip juga memeriksakan tiket pesawat Edward karena itu adalah tanggungjawabnya sehingga Edward hanya tinggal berangkat saja.
"Terima kasih banyak, Tuan Philip. Anda cukup mengantar saya sampai disini saja."
Edward menjabat tangan Philip dan mereka segera berpisah. Edward kemudian duduk diruang tunggu dan beberapa saat kemudian dia segera bersiap untuk menaiki pesawat yang akan mengantarkannya ke negara impiannya.
Edward saat ini sudah memasuki pesawat dan beberapa saat kemudian pesawatnya terbang. Dia kemudian duduk dan mendengarkan instruksi dari pramugari. Namun Edward yang tadinya sedikit mengantuk menjadi sangat terkejut saat dia mendegar tujuan dari pesawat yang ditumpanginya. Seharusnya Edward terbang ke Inggris tetapi saat ini dia mendengar kalau tujuan mereka adalah Amerika.
Edward segera memanggil salah seorang pramugari dan bertanya apakah dia salah mendengar atau tidak.
"Permisi nona, tadi anda mengatakan tujuan kita Amerika? Apakah anda tidak salah bicara? bukankah tujuan kita Inggris?"
Tanya Edward dengan penuh harap, sementara pramugari itu menatap Edward dengan tatapan sedikit bingung.
Pramugari menatap Edward dengan tatapan bingung, begitu juga Edward melakukan hal yang sama. Beberapa saat kemudian pramugari itu tersenyum.
"Maaf Tuan, bolehkan saya melihat tiket pesawat anda?"
Pinta pramugari itu dan Edward segera membuka tas pinggangnya dan segera mengeluarkan tiket pesawat yang tadi diberikan oleh Philip setelah dia memeriksakan ke pihak maskapai di bandara sebelum dia menaiki pesawat ini.
"Ini tiket pesawat saya, apakah saya salah menaiki pesawat?"
Edward memberikan tiket pesawatnya dengan perasaan cemas, tetapi bagaimana mungkin dia salah memasuki pesawat? dia bahkan melakukan pemeriksaan beberapa kali sebelum naik pesawat.
"Tuan Edward, tiket anda benar, tujuan penerbangan anda adalah Amerika. Jadi sebaiknya anda duduk saja dengan tenang dan nikmatilah perjalanan anda dengan pelayanan maskapai kami."
Pramugari itu memberikan kembali tiket pesawat pada Edward yang saat ini terlihat sangat bingung, dia seperti baru menyadari kalau dia tertipu. Untung saja dia membawa cukup uang dan akan segera menuju Inggris.
"Terima kasih banyak, Nona. Maafkan saya karena saya membuat anda pusing dengan pertanyaan saya."
Edward tersenyum kepada pramugari yang sangat ramah kepadanya. Kini dia akan beristirahat dan bersiap karena besok setelah dia tiba di bandara di Amerika, dia akan kembali membeli tiket tujuan inggris. Dia tidak mau terlambat masuk ke kampus karena dia bisa di diskualifikasi kalau sampai terlambat.
Edward kemudian segera memejamkan matanya setelah pramugari itu meninggalkannya, dia tentu saja akan menempuh perjalanan yang lebih lama dari jadwal semula, dia akan memberitahu kedua orangtuanya kalau telah sampai nanti kalau dia telah tiba di Inggris, Edward terpaksa akan membohongi kedua orangtuanya agar mereka tidak khawatir dengan keterlambatannya menghubungi mereka nantinya.
Sementara itu di Wagola, Emily merasa sangat cemas karena putranya belum bisa dihubungi dan juga memberi kabar kalau dia telah tiba atau belum. Padahal kalau dilihat dari jadwal yang tadi diberitahukan Edward, dia seharusnya sudah sampai sejak setengah jam yang lalu.
"Felix, kenapa Edward belum menelepon kita? Padahal seharusnya dia sudah tiba di bandara di Inggris, apa dia sangat sibuk sehingga tidak sempat menelepon kita?" tanya Emily pada suaminya yang langsung tersenyum melihat istrinya begitu khawatir dengan keadaan Edward.
"Sayang, kita beri waktu Edward untuk mengurus barang-barangnya terlebih dahulu, dia akan mengabari kita kalau dia sudah tiba di asramanya nanti. Kita harus yakin kalau Edward pasti baik-baik saja, hanya mungkin saat ini dia masih repot dan juga belum sempat menelepon kita. Siapa tahu ponselnya kehabisan daya atau bagaimana, kita tunggu saja dulu sampai nanti malam, kalau masih belum ada kabar, kita akan menanyakannya pada pihak sekolah."
Felix kemudian memeluk Emily dengan penuh cinta, dia segera mengajak Emily beristirahat di dalam kamar mereka karena sejak Edward berangkat tadi, Emily terlihat sangat mencemaskan putra sulungnya itu.
"Baiklah Felix, aku akan menunggu sampai nanti malam, tetapi aku merasa kalau terjadi sesuatu dengan Edward."
Emily merasa sangat khawatir dan dia akhirnya tertidur dalam pelukan suaminya. Felix sendiri agak cemas sebenarnya, tetapi dia tidak akan berpikir negatif kepada putranya sendiri.
Sementara itu saat ini Edward sudah sampai di Amerika, dia segera bergegas membeli tiket pesawat ke Inggris dan setelah semuanya beres, dia saat ini mencoba menghubungi kedua orangtuanya. Edward tidak mau membuat kedua orangtuanya khawatir terutama ibunya yang sangat menyayanginya selama ini.