webnovel

sekilas dan tak berbab

Apa yang Ia piara dari balik parasnya?

Ilmu pelet? Aku bahkan tidak percaya ada makhluk yang sama cantiknya dengan ibu. Harusnya tidak lagi. Tapi apa kuasaku, memujinya saja aku kekurangan kata. Seolah IQ-ku dipaksa kerja rodi. 

Kami bertatap dan kumulai protesku, "Pelet dari mana? Katakan saja! Tak apa. Aku sedang marah, bisa-bisanya ada makhluk yang harus kupuja cantiknya selain ibu. Tapi sudahlah ini urusan kita. Ayo katakan, dari mana kau dapatkan itu?" 

Dia masih terdiam, kebingungan dan mencoba mengingat sebenarnya apa yang salah.  

"Okelah, Kali ini aku tak akan marah, sebaliknya ingin berterimakasih, pelet itu tidak membuatku sakit, justru buatku sembuh. Entah sembuh dari penyakit yang mana. Hanya saja saat ini rasanya raga sedang sehat sekali. Kalau bisa kusembah orang itu! Dia yang menitipkannya padamu, tapi sepertinya itu tak mungkin, sama sepertimu Tuhan kita hanya satu dan sedang membuatku bingung sekarang, Ia menciptakan kesederhanan yang luar biasa, pahamilah sendiri biar bingungku tak lantas kau hakimi."

Aku bisa tahu dia tengah panik, dan mencoba-coba menjawab tapi belum bisa karena aku terus bertanya dengan egois tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara.

dan . . .

Pandai sekali, dia manfaatkan kesempatan itu, saat aku tersengal mengambil nafas, dan mulai kehabisan kata-kata. Terbata-bata separuh gagap dia menjawab, sambil dagunya menempel di atas tulang belikat kirinya, dan rambut panjang indahnya tergerai menutup parasnya yang menyaingi ibu.

"Dari ibuku .. !", 

Jakunku seperti tertelan dan pita suaraku seperti ada yang menyayatnya dengan silet yang tajam sekali. Sekian detik aku tertegun dan benar-benar tidak bisa bersuara. Aku merasa seperti baru akan belajar berbicara. Semenit kubangun nalarku dan mulai merangkai kata-kata, tapi masih saja bingung harus mulai dari mana. 

"Iya kamu cantik, ibumu pasti cantik, sama seperti ibuku" itu saja.

Mitos tentang ambigu manusia di antara parsial diri sebagai malaikat, dan sebagai iblis yang saling berdebat saat itu membuatku percaya bahwa itu nyata. Jiwa kita dibangun dalam tiga roh: roh baik, roh jahat, dan roh eksekutor. Telinga kiriku seperti dibisik "apa yang kau lakukan? Tidak ada wanita yang cantik! Tuhanmu tidak pernah menjanjikanmu seorang yang harus kau puji, bahkan ibumu. Apa-apaan ini, kamu malah memuji tiga orang sekaligus." Bisikan lainnya keluar dari telinga kanan, nyaring dan jelas sekali "Tidak ada makhluk yang cacat diciptakanNya, ya ... semua wanita diciptakan cantik adanya. Semua makhluk punya ibu, dan tidak ada yang punya kuasa atas pikiranmu tentang ada yang lebih cantik dari ibumu, begitu pun gadis itu"

Cukup lama terdiam, dan dia masih dengan rambutnya yang menutup mata kirinya, sambil bola mata kanannya mencuri kesempatan menatap ekspresi protesku saat itu. 

Langkahku dekat merapat-menerkam posisi tubuhnya yang berjarak bebrapa senti saja, telinga kanannya cukup dekat dengan mulutku. Di detik kesekian spontan keluar kata-kata yang setahuku tidak pernah kurangkai dalam otak " Kamu cantik, aku suka melihatmu, bilang pada ibumu Terima Kasih, akhirnya aku tidak bosan memuji ibuku saja".