Dan Rusmanpun bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya menuruti ajakan mesum sekretaris perusahaannya itu. Dengan muka tebal demi mendapatkan perhatian sang "sultan" sang sekretaris bahenol menyeret lengan pengusaha itu menuju ke kamar.
Ia dengan jumawanya merebahkan tubuh sang pengusaha di atas kasur dengan keyakinan bahwa ajian yang diberikan si dukun benar-benar ampuh. Tergesa-gesa dan agak sedikit kasar ia mendorong tubuh bos tempat bekerjanya itu ke atas kasur.
"Nah... Bapak diam saja, ya. Biar saya yang mengaduk-aduk dari atas. Bapak terima bersih aja! Gak perlu keluar tenaga...!" desis Lenny berapi-api. Hidungnya sampai mengeluarkan asap tipis saking berapi-apinya!
Rusman terbelalak, tapi tidak berkutik saat wanita itu mempreteli pakaiannya satu persatu. Lalu wanita berkulit putih itu juga melepaskan pakaiannya sendiri. Setelah sama-sama polos ia menindih badan tua milik Rusman.
"Oh...!" Rusman terbelalak. Lenny bergegas menyilang kan jari telunjuknya di bibir Rusman.
"Jangan berteriak Pak...! Aku tak ingin menyakiti Bapak. Nikmati aja..." desahnya sambil menjulur-julurkan lidahnya menggoda.
"Belum waktunya sejauh ini...." Rusman hendak memprotes, tapi matanya langsung terbelalak saat Lenny mulai mengulek-ulek dadanya yang montok dan kenyal ke dada pengusaha itu. "Oooohhhh..." Rusman melenguh. Matanya membelalak.
Brak!
Tiba-tiba pintu kamar terbuka! Keduanya sama-sama terkejut. Ternyata Helena yang membuka pintu. Gadis tercantik di rumah itu juga terbelalak. Ia menutup mulutnya.
"M-maaf, Pak! Saya tak bermaksud mengganggu! Saya pikir tadi ada apa. Seperti ada suara-suara yang mencurigakan..." gadis itu cepat-cepat pergi. Tapi Lenny terlihat murka. Upayanya untuk menjebak pria itu hingga dirinya hamil dan menuntut pertanggungjawaban tiba-tiba gagal.
Rusman malah mendorong secara halus tubuh gadis bahenol itu. "Kenakan lagi pakaianmu...! Kita tak boleh sejauh ini...!" bisik Rusman tiba-tiba merasa sadar bahwa apa yang ia lakukan bisa menjerumuskannya ada kesulitan. Ia tiba-tiba berkeringat dingin.
Ia cepat-cepat mengenakan pakaiannya, sementara Lenny wajahnya memerah sambil mengenakan pakaiannya juga. "Pembantu sialan itu harus secepatnya kubunuh!" rutuknya dalam hati.
Ia bergegas keluar kamar setelah mengenakan pakaiannya. Sementara Rusman sudah lebih dahulu keluar dari kamar. Entah kenapa setelah melihat kemunculan Helena, nafsunya terhadap sang sekretaris yang jalang itu tiba-tiba menghilang. Pesona Helena yang bersikap polos dan biasa-biasa saja dalam situasi apapun telah mengubur semua pesona sang sekretaris di matanya. Baginya Helena memiliki daya tarik yang luar biasa dibanding wanita manapun meskipun gadis itu masih terlihat belia.
Lenny langsung pergi dari rumah itu tanpa permisi lagi. Pintu mobilnya digebrak begitu saja, tak peduli di depan rumah siapa ia bertingkah seperti itu.
Perasaannya begitu sakit hati mendapati kenyataan bahwa Rusman tidak mudah tergoda kepadanya. Padahal selama ini pria kaya raya itu begitu mencari-cari kesempatan untuk berdua dengannya.
"Pasti pembantu sialan itu punya guna-guna yang lebih ampuh dari yang aku punyai!" rutuknya emosi. Ia mengemudikan mobilnya dengan gigi gemeretuk. Meliuk-liuk di jalan raya, Kadang-kadang menyelip tanpa permisi melampiaskan kegundahannya.
Sementara Rusman yang dilanda kebingungan dan perasaan tak enak hati, mencari-cari Helena di seluruh ruangan.
Gadis itu ia temui justru sedang mencuci piring di dapur. Tampak cuek saat Rusman datang mendekat.
"Kenapa kamu cuci piring...?" Rusman menegur. Ia mengerutkan alis. Ia melihat tangan gadis itu penuh dengan busa sabun.
Helena menoleh. Mengerutkan alis. "Apanya yang aneh, Om? Kan aku pembantu. Wajar saja aku cuci piring," jawabnya sembari mengguyurkan air ke piring yang bersabun.
Rusman geleng-geleng kepala. "Gak usahlah! Nanti tanganmu yang lembut jadi kasar...!" jawab Rusman. Tapi ia segera meralat ucapannya. "Oh, maksudku, kamu masih dalam masa pemulihan, jadi jangan mengerjakan apa-apa dulu..." kilahnya. "Sekarang cepat cuci tanganmu, dan makan siang! Setelah itu tidur!" Rusman segera mematikan kran air, dan menarik lengan gadis itu agar keluar dari dapur. "Kamu sudah sering aku peringatkan jangan sekali-kali bekerja kecuali aku yang nyuruh! Kamu sekarang masih dalam pemantauan dokter!"
Tertatih-tatih gadis itu menuruti langkah Rusman yang menyeretnya menuju ruang makan. Ia sendiri kerap kebingungan tatkala mendapat perlakuan istimewa namun aneh dari si pemilik rumah. Seakan-akan ia bukanlah pembantu di rumah itu.
"Kamu mau makan apa?" tanya Rusman. Jantungnya berdebar-debar aneh lagi saat memandang wajah cantik gadis itu. Ia mengerjab-ngerjabkan mata berusaha melawan nalurinya untuk mencumbu mesra gadis tawanan rumahnya itu.
"Makanan yang ada, apa?" tanya Helena.
"Hm..." Rusman jadi bingung sendiri. Ia nyengir. Nyadar kalau ia sering bertindak berdasarkan emosi tanpa memperhitungkan logikanya. "Kamu sebutkan saja mau makan apa, nanti Om pesankan secara online!"
Ia duduk di hadapan gadis itu. Hal yang selalu membuatnya berdebar-debar indah jika berdekatan dengan gadis itu. Suatu perasaan yang membuatnya bahagia yang membuatnya selalu berkeinginan untuk mempertahankan keberadaan anak itu apapun caranya.
"Terserah Om aja deh, mau pesan apa. Aku gak mau merepotkan. Lagipula aku juga belum lapar."
"Pizza, udang dan cumi goreng, serta rawon ya, aku pesankan..." kata Rusman sambil tersenyum. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Om tidak ke kantor hari ini?" tanya Helena.
Rusman menggeleng. "Setelah kejadian tadi aku jadi malas ke kantor. Aku ingin mengawasi kamu saja seharian ini. Perasaanku jadi tak enak," jawab Rusman.
"Aku minta maaf, tadi mengganggu Om di kamar," kata Helena setelah beberapa saat ia terdiam seperti berpikir.
"Itu tak seperti yang kau pikirkan. Kejadiannya bukanlah seperti itu. Kau justru menyelamatkanku dengan masuk ke kamar," jawab Rusman.
"Oh..." Helena ternganga mulutnya. Tapi kemudian ia tersenyum jahil. "Kenapa bisa begitu, Om? Menurutku hal-hal semacam itu justru mengasyikkan! Aku sendiri sering membayangkan hal-hal semacam itu!"
"Oh? Kau mau melakukannya...?" Rusman terbelalak. Ia menatap lekat-lekat wajah gadis cantik di hadapannya. Nafsunya tiba-tiba merambati otaknya. Sesuatu pula (ini sialnya!) yang berada di bagian bawah nya semakin naik...naik...naik ke atas bagaikan dongkrak!
"Om kenapa...?" tanya Helena ketika dilihatnya wajah Om-Om di depannya jadi bersemu merah seraya memandangnya. Rusman dilihatnya seperti menahan sesuatu.
Gawat ini! Rusman mendongkol dengan ulah 'keponakannya' yang tak mau diajak kompromi dan tak mengenal situasi. Gadis itu hanya mengucapkan kata yang sederhana namun mampu membuat nafsunya tiba-tiba menggelegak. Padahal usianya sudah beranjak senja. Gadis ini memang memiliki kekuatan super gila. Ia mampu membuat Rusman bertekuk lutut hanya dengan satu dua kata.
"Aku permisi dulu...! Kau tunggu saja sebentar. Nanti makanannya ada yang mengantar...!" kata Rusman sambil buru-buru pergi. Nafasnya terengah-engah. Gadis ber aura gila! Pantas saja ia laku keras sebagai model porno! Rutuk Rusman di dalam hati sambil pergi dengan jalan terseok-seok karena menyandang 'suku cadangnya' yang tiba-tiba volume nya bertambah tanpa menunggu persetujuan dirinya.