webnovel

Pejuang cinta, penderita kanker

Aku mau kasih tahu bahwa cerita aku yang "pejuang cinta penderita kanker" pindah ke akun ini, karena akun aku yang lama tidak bisa dibuka. Jadi aku buat di akun ini ceritanya sama ko gak aku ubah. Ini murni dari pikiran saya sendiri. Semoga kalian suka..... Ayo dukung ceritanya dengan simpan ke koleksi, vote, komen, follow akun ku agar tidak ketinggalan dan beri hadiah setiap harinya dan beri gife juga. Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian, jadi dukung terus ya....... Sebelum baca follow dulu Budayakan vote and commen Apa aku bisa seperti anak lainnya yang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya? Namun, itu mustahil bagiku. Aku hanya seorang gadis sederhana yang selalu diperlakukan kasar oleh keluargaku hanya karena kesalah pahaman. Tapi, aku tidak akan menyerah, aku akan berusaha. Meskipun aku menderita penyakit yang ku alami saat ini, aku harus tetap semangat untuk melawannya. Hati ini sakit selalu mendapatkan perlakuan yang tidak terduga, sakit rasanya tapi hanya di pendam tidak di ungkapkan. Bersabar untuk saat ini. Sekuat tenaga untuk tidak tumbang dan tersenyumlah meskipun terluka. "Tuhan aku hanya ingin seperti dulu lagi dan berkumpul kembali." "Tuhan engkau boleh cabut nyawaku. Tapi, izinkalah aku untuk merasakan kebahagiaan." "Aku rela." Plagiat menjauh! selanjutnya langsung baca saja Ig : @inefitrianingsih08 Ini bagian pertamanya : Seorang anak kecil yang begitu menggemaskan dengan memakai baju dress selutut berwarna pink dengan rambut yang diikat dua. Anak kecil itu berlari-lari ke sana-kemari dengan tawa yang begitu lucu. "Sayang jangan lari-lari, nanti kamu jatuh!" teriak seorang wanita paruh baya yang terlihat begitu awet muda meskipun sudah mempunyai anak tiga. Anak kecil itu berhenti berlari kerena mendengar teriakan dari sang mamah. Lalu ia berbalik dan menghampiri dan langsung memeluknya. "Mamah, jangan teliak-teliak belisik tau"ucapnya dengan bicara cadelnya. "Iyah sayang, tapi mamah khawatir takut kamu kenapa-kenapa" khawatir sang mamah. "Aku nggak kenapa-napa ko mah" ujar nya untuk menyakinkan bahwa ia tidak akan kenapa-napa. "Amel" Teriak seorang pria paruh baya, dengan membawa dua orang anak kecil. Yang satu laki-laki tampan yang begitu mirip dengan paruh baya tadi, anak laki-laki itu sekitaran umur 8 tahun dan yang satu lagi perempuan yang begitu mirip dengannya. Amel langsung berbalik dan tersenyum sambil menghampiri orang yang tadi memanggil namanya. "Papah" heboh Amel dengan begitu bahagia. "Iyah sayang" ucap papah Amel sambil mengecupnya dengan sayang. Lalu Amel menghampiri dua anak tadi yang datang bersama papah. "Ka Andre, Mala" sambil memeluk mereka erat karena sudah lama sekali kami tidak bertemu. "Ko kalian gak bilang-bilang mau datang. kan bisa aku jemput di bandara" cemberut Amel. "Kan biar supraes" ucap ka Andre dan Mala bersamaan. Lalu Amel berkumpul dan bahagia bersama keluarganya, canda tawa yang begitu bahagia. Gedeprukkk "Aduh... badanku, sakit banget" kesakitan seorang perempuan cantik dengan kulit putih susu, rambut sebahu berwarna hitam pekat, terjatuh dari atas kasur. "Huft..huft...huft.. hanya mimpi dikira itu nyata." perempuan tersebut memeluk dirinya sendiri dengan kaki di tekuk dan kepala ditundukkan. Butiran bening membasahi pipi karena mengingat kenangan yang begitu dirindukan olehnya, kapan semuanya akan seperti dulu lagi? "Pah, Mah, ka Andre, Mala. Aku kangen kalian, kapan kita seperti dulu lagi, aku sakit Pah Mah selalu sendiri hiks...hiks...kapan kalian bisa memaafkan ku" tangisannya semakin pecah karena mengingat betapa kejamnya mereka terhadapnya. Aku sedih banget akun aku gak bisa di buka aku bikin akun ulang dan aku bikin ceritanya ulang, padahal akun ku yang lama baca ceritanya udah 2k huaaaaa jadi harus mulai dari awal lagi, semoga ini cerita aku berkembang dan banyak yang suka amin..... tetap semangat semoga ke depannya ceritanya jauh lebih baik lagi dari sebelumnya......

Ine_Fitrianingsih · Teenager
Zu wenig Bewertungen
8 Chs

Bagian 7

Amel menangis, sakit rasanya. Andai mereka merasakan apa yang ia rasakan saat ini, sakit rasanya.

"Mengapa mereka seperti ini kepadaku?"

"Tuhan aku ingin merasakan kebahagian dan kasih sayang dari mereka."

Amel menghapus air matanya dan tersenyum kembali sambil memperhatikan kue dan kadonya. "Nanti saat mereka pulang aku akan memberikan ini kepada mamah."

Amel terus tersenyum membayangkan saat dirinya memberikan hadiah kepada mamahnya dan mamahnya menerimanya dengan bahagia sambil mengecup keningnya.

"Aku sudah tidak sabar, aku tidak boleh tidur aku harus menunggu mereka pulang."

Tidak henti-hentinya Amel tersenyum, ia sangat bahagia sekaligus senang, rasanya sudah tidak sabar.

Ia memperhatikan benda yang ia akan berikan kepada sang mamah.

Semoga mamah suka.

Lamanya Amel menunggu dan pada akhirnya yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Amel bangkit dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan kamar menuju orang yang ia sayang.

Canda tawa yang terdengar membuat Amel semangat untuk memberikan kejutan.

Senyuman yang dari tadi tidak luntur.

Amel memegang kue dan kado untuk sang mamah yang sedang ulang tahun, ia melangkah menghampiri mereka yang sedang duduk.

Happy birthday mamah

Happy birthday mamah

Happy birthday

Happy birthday

Happy birthday mamah....

Amel memberi kejutan ulang tahun sambil menyanyi selamat ulang tahun untuk sang mamah dan jangan lupa ia tersenyum bahagia saat memberikan kejutannya.

Mira menatap Amel aneh. Tidak terkejut sama sekali sekaligus menatap Amel sinis.

Amel yang ditatap hanya tersenyum tulus.

Amel menghampiri Mira lebih dekat lagi.

"Happy birthday mah."

"Selamat ulang tahun ya mah."

Tidak ada jawaban.

Gama dan Mala menatap Amla malas..

"Saya tidak butuh ucapan sekaligus kejutan dari kamu!" ucap Mira dingin tanpa menatap Amel.

Amel menghela nafas sabar.

"Mah tiup lilinnya dulu yah" ucap Amel penuh dengan harapan.

Mira tersenyum, membuat Amel senang. Namun, senangnya kembali luntur saat.....

Prangggg

Kue yang Amel berikan untuk sang mamah jatuh berhamburan. Amel menatap Mira sedih. Mengapa ia begitu tega menjatuhkan kue yang ia berikan untuk dirinya.

Amel menahan kesedihannya.

Meskipun sedih tapi Amel tersenyum kembali.

"Ini mah aku punya kado untuk mamah" ucap Amel sambil memberikan kado kepada Mira.

Mira mengambil kado tersebut dan membuat Amel senang.

Mira melangkah dan menuju tempat sampah "Saya tidak butuh kado dari kamu!" kemudian membuang kado tersebut.

Baru saja bahagia saat sang mamah menerima kadonya. Tapi, mengapa ia membuat luka lagi kepada dirinya.

Gama dan Mala pergi meninggalkan Drama ini, begitu malas untuk ditonton.

Amel sudah tidak kuat menahan kesedihannya dan butiran bening membasahi pipinya.

"Hiks...hiks mah, tolong terima kado dari Amel mah" mohon Amel.

"Saya bilang saya tidak butuh kado dari kamu. PAHAM!"

Mira meninggalkan Amel begitu saja.

Amel menghampiri tong sampah untuk mengambil kembali kado yang tadi di buang oleh Mira.

"Kenapa mamah jahat?"

"Apa salah ku?"

"Hiks...hiks..hiks..tolong kuatkan aku tuhan."

Menangis, menangis dan menangis hanya itu dan sakit rasanya.

Amel melangkah pergi menuju kamar dan menyimpan kembali kado yang sempat dibuang tadi.

"Mungkin nanti aku akan memberikannya kembali."

Tetesan demi tetesan membasuhi pipi mulusnya rasa sakit yang begitu mendalam, sekuat tenaga ia menahannya. Tapi, kembali bersedih lagi.

Sakit rasanya.

Lamanya Amel menangis membuat ia pusing, mungkin akibat ia terlalu lama menangis jadi seperti ini.

Amel menghempaskan tubuhnya di kasur, lelah sudah dan lama kelamaan membuat ia menuju ke alam mimpi.

***********

"Heh tayo. Kacang gue."

"Apa sih bet orang kacang gue juga!"

Revan dan Farel hanya geleng-geleng kepala melihat Beta dan Toni selalu tidak pernah akur, Hanya merebutkan kacang mereka ribut, membuat Revan dan Farel terkekeh.

Farel menoyor kepala Beta dan Toni pelan "Kacang doang. Pake diributin!"

Yang ditoyor menatap Farel kesel.

"Bodo amat, ini kacang gue malah diambil. Noh si kriwil, ngaku-ngaku lagi."

Bata merasa disindir hanya cengengesan.

"Dasar pelit." gumam Beta tapi terdengar oleh Toni.

"Gue denger" ucap Toni.

Revan hanya menyaksikan saja tanpa mengganggu, merunutnya ini hiburan. Lalu bangkit meninggalkan mereka.

*****

Berjuang sendiri itu menyakitkan. Menahan rasa sedih dan kerinduan itu perih.

Apa lagi berusaha untuk menyakinkan dan berusaha untuk kembali bahagia, itu rasanya sulit.

Mencari kebahagian diluar sana mudah tapi tidak dengan Amel yang selalu menahan kesedihan. Setiap mendapat kebahagiaan pasti tidak akan utuh pasti selalu pergi itu pun bahagianya hanya sesaat.

Menyedihkan.

Mencoba untuk sabar, mencoba untuk ikhlas dan tetap tersenyum walau hati sakit.

Hari ini Amel kerja di cafe biasanya.

Selalu pulang malam untuk menambah uang agar ia bisa berobat untuk bertahan hidup.

Semangat.

Setelah selesai kerja Amel langsung pulang dan Alhamdulilah orang tuanya sudah tidur, membuat Amel senang karena hari ini tidak ada kekerasan.

Amel menuju kamar dan langsung ganti baju kemudian sebelum ia tidur tidak lupa untuk minum obat agar tetap bertahan.

Semoga cepat sembuh.

*****

Cahaya yang tembus dicelah celah kamar, membuat Amel terusik dari tidurnya ia melihat jam sudah hampir jam tujuh pagi, membuat ia buru-buru karena sebentar lagi gerbang akan ditutup.

Amel tidak sempat sarapan tapi ia selalu bawa bekal yang telah disiapkan oleh bi Ana.

"Aduhh angkot mana ya." cemas Amel.

"Pasti udah ditutup gerbangnya."

Suara deru motor terdengar jelas di pendengaran Amel.

Motor itu berhenti tepat, membuat Amel heran kenapa berhenti? dan anehnya kenapa berhenti tepat di hadapannya?

Membingungkan.

Kemudian membuka helm dan membuat Amel bingung.

Siapa dia?

Pria tampan dengan memakai pakaian yang sama dengan Amel dan menyapa Amel, mungkin itu kakak kelas.

"Hai."

"Ehh h-hai"

Amel gerogi karena ia tidak mengenal dengannya walaupun sudah dipastikan satu sekolah dengan dirinya.

"Hayu bareng gue, ini udah telat" ajaknya.

"Nggak susah ka, a-aku naik angkot aja." tolak Amel halus.

"Mau sampe kapan nunggu angkot dan ini juga udah telat. Terus gak usah gugup juga, santai aja. Yuk buru."

Amel menatap ragu.

"Oiya kita belum kenalan, gue Dimas" ucap Dimas sambil mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

Amel menerima uluran Dimas "Amel."

"Yaudah yuk naik" ajak Dimas sambil memakai helm kembali dan langsung memakaikan helm pada Amel.

Amel kaget bukan main.

Amel ragu tapi ia berpikir kembali karena ini sudah telat jadi ia naik.

Selama diperjalanan Dimas maupun Amel hanya diam tidka ada percakapan sampai sampai ke sekolah.

"Makasih ya ka." ucap Amel.

"Iya sama-sama, mau gue anter sampe kelas?" tanya Dimas.

"Nggak usah ka, aku bisa sendiri." tolak Amel secara halus.

Banyak sekali omongan-omongan mengenai dirinya dan Dimas hanya karena bareng ke sekolah.

"Ganjen banget."

"Dasar cewe centil, kemaren-kemaren sama Revan lah ini ganti lagi sama Dimas."

"Ganjen."

"Gak cocok!"

"Gak pantas sama sekali."

"Ntar besok siapa lagi?"

Kenapa mereka bicara seperti itu?

Tega sekali.

Diam dan sabar. Jika menghiraukannya maka akan semakin menjadi-jadi.

Amel hiraukan omongan mereka dan langsung menuju kelas.

Tanpa disadari seseorang melihat dan mengepal tangan kuat-kuat dan juga amarah yang begitu memuncak.

Ahhhhhhh sial!

Kecolongan lagi.

Revan mendengar teriak membuat ia menetralkan kembali amarahnya.

Ia adalah Revan yang tadi melihat Amel dan Dimas.

"Woy Revan masuk woy!" teriak Farel.

"Woy bengong lagi." lanjut Farel.

Revan tidak menjawab ucapan Farel. Lebih baik pergi dan langsung menuju kelas.

Farel mendengus kesal dan langsung menghampiri Revan.

"Dasar es beku!" gumam Farel.