webnovel

Pawang Mimpi

"Berita gembira!" seru Joyo Tung, menanggapi berita adanya dukun tiban yang buka praktek di Ceper, tak jauh dari kantor kecamatan.Selama ini tidurnya tersiksa, selalu dihantui mimpi buruk. Tapi setelah mimpinya direparasi oleh dukun itu tidurnya jadi nyenyak. Dukun baru itu mengaku sebagai pawang mimpi, yang mampu membuat atau menghadirkan mimpi. Orang bisa pesan mimpi padanya. Karena kemampuannya yang unik itu pasiennya selalu membeludak. "Edan! Mimpi bertemu mantan pacarku jadi kenyataan!" seru pasien barunya, terpuaskan.

Nama aslinya Mbeluk, tetapi pasiennya menyebut Kyai Mbeluk. Kedua kakinya buntung karena terlindas kereta api tebu. Kaki kanannya hanya menyisakan paha, sedangkan yang kiri putus di bawah dengkul. Dia hidup membujang. Usianya lebih dari tujuh puluh tahun. Rambut putihnya dipelihara panjang, kadang-kadang digelung layaknya rambut tokoh Ken Arok di panggung ketoprak. Tatapan matanya teduh seperti rembulan. Konon ilmunya jatuhan dari langit, tanpa belajar dari guru atau bertapa. Orang-orang menyebutnya ilmu wangsit yang setara dengan kharomah yang dimilik para wali. Sebelum jadi dukun, dia jadi pengemis di Semarang.

Mimpi hanya bunga tidur, tetapi kalau disuruh memilih orang pasti pilih mimpi indah yang layaknya mencicipi surga. Pawang mimpi ini selalu mendapat pesanan mimpi-mimpi surgawi. Tak heran kalau dirnya menjadi perbincangan di mana-mana, di pasar, sekolahan, dan kantor-kantor. Pasiennya bebas umur, tapi anak-anak tidak boleh pesan mimpi pacaran karena belum cukup umur. Banyak yang minta mimpi jadi artis, jadi pejabat, atau nikah lagi. Pernah ada kepala sekolah yang minta dibuatkan mimpi sedang pacaran dengan muridnya. Permintaan mimpi apa pun selalu diturutinya karena mimpi bukan kejahatan.

Bagaimana dia membuat mimpi? Sederhana. Setelah pasien mengutarakan mimpi pesanannya, ujung jari telunjuk Kyai Mbeluk dicelup ke dalam mulutnya, lalu jari yang basah ludah itu ditekankan di jidat pasien. Noda ludah tersebut tak boleh tersapu oleh air. Sehingga lebih banyak pasien yang datang malam hari, bakda shalat Isya, agar noda itu tetap terjaga sampai saatnya bangun tidur. Dan, pesanan mimpi itu tidak pernah salah. "Dalam mimpi yang kupesan kemarin harga gas nol rupiah," kata seorang ibu rumah tangga, "sayang hanya mimpi!"

Ada pasien laki-laki yang berkata, "Dalam mimpi istriku jadi langsing, aku jadi ketagihan!"

"Gila! Kyai Mbeluk mampu membuat mimpi. Padahal, Nabi Yusuf saja hanya bisa meramal mimpi!" ujar pasien lain.

"Hus, jangan banding-bandingkan dengan nabi! Yang pasti hanya dengan sebungkus rokok kita sudah bisa tidur nyenyak dan ditemani mimpi indah sesuai pesanan!" kata yang lainnya. Memang, meskipun tidak meminta ongkos, tetapi pasien tahu diri. Ada yang ngamplopi atau ninggal sebungkus atau dua bungkus rokok di baskom yang selalu ditutupi kain. Sehingga tidak diketahui apakah pasien itu memasukkan amplop, rokok, atau sekadar memasukkan tangan saja sebagai obat malu karena tak bawa apa-apa. Tapi amplop dan rokok selalu menggunung. Dia mengambil uang atau rokok ala kadarnya, hanya untuk mencukupi hidupnya yang sangat sederhana. Selebihnya, penghasilan dari prakteknya itu, disumbangkan kepada anak-anak yatim piatu dan untuk mengobatkan orang miskin yang sakit.

Anehnya, Kyai Mbeluk menolak mentah-mentah kalau ada proposal pembangunan masjid. "Mubasir! Sudah terlalu banyak masjid mewah di sekitar kita. Masjid banyak nganggurnya, hanya ramai pada bulan Puasa atau pas Jumatan saja! Sementara banyak sekali fakir miskin terlantar di rumah sakit karena tak punya uang, juga banyak anak-anak yang tak bisa sekolah!" tukasnya. Pernyataannya menyulut kontroversi, tetapi dia tak tak peduli.

***

Berbeda dengan keris atau pusaka lain yang boleh diwariskan kepada anak kandung, ilmu kesaktian punya hukum tersendiri untuk diteruskan. Kesaktian hanya boleh diwariskan menyamping, artinya, hanya keponakan yang berhak mewarisi. Tidak masalah karena dia tidak punya turunan. Sedangkan Painah, kakaknya, punya dua anak laki-laki, Murtaki dan Saijo. Kyai Mbeluk sudah memikirkan siapa pewaris ilmunya. Dibandingkan Murtaki, Saijo lebih dekat kepadanya karena menjadi asistennya, yang mencatat alamat pasien sekaligus jaga baskom. Tapi dia tak cocok dengan gaya hidup Saijo yang cenderung wah dan suka mengutil amplop dari baskom. Sementara Murtaki lebih bersahaja dan rendah hati. Tapi Saijo sangat berharap agar ilmu itu diwariskan kepadanya. Kyai Mbeluk sering bimbang, bahkan tak jarang ingin melarung ilmunya saja, agar kisah pawang mimpi tamat bersama kematiannya.

"Kapan Paman akan menurunkan ilmu itu?" tanya Saijo. Pertanyaan yang sudah sangat sering.

"Ini ilmu batin. Ilmu itu sendiri yang akan mencari tubuh untuk ditempati, tidak bisa diatur-atur seperti sertipikat tanah!" jawab Kyai Mbeluk. Padahal hanya dengan mengecup ubun-ubun orang yang dimaksud maka ilmunya akan berpindah. Saijo tahu kalau pamannya condong kepada Murtaki, dan ini membuat hatinya geram. Bagi Saijo, bila ilmu itu tidak jatuh kepadanya, lebih baik tidak dua-duanya, tidak dirinya maupun kakaknya. Tetapi kalau itu kemauan pamannya maka dia tak bisa mencegahnya. Kecuali pamannya mati sebelum sempat mewariskan ilmunya.

***

Pada suatu hari Kyai Mbeluk tidak ditemukan di tempat prakteknya. Pasien yang membludak menelan kekecewaan. "Celaka, padahal saya sudah membayangkan mimpi yang enggak-enggak!" gerutu calon pasien yang masgul. Tidak ada yang tahu kalau pagi-pagi sekali Kyai Mbeluk diculik sekelompok orang dari Partai Sapit Urang, sebuah partai politik yang cukup ternama. Dia dibawa ke sebuah hotel berbintang di kota Solo. Di hotel itu dia sudah ditunggu Margono, sang dedengkot partai.

"Tolong kami, Kyai. Buatlah Gus Darto bermimpi tentang nikmatnya jadi presiden. Sudah lelah kami membujuknya agar bersedia dicalonkan jadi presiden, tetapi dia selalu menolak. Hanya mimpi jadi presiden yang bisa merubah pendiriannya," rengek Margono. Kyai Mbeluk manggut-manggut, urusan mimpi memang ahlinya. Seperti menghadapi pasien-pasien lainnya, Kyai Mbeluk pun melakukan ritual dengan ludahnya di jidat Gus Darto. Paginya, Gus Darto bangun tidur dengan ceria dan saat itu juga bersedia dicalonkan jadi presiden. Kyai Mbeluk pun dipulangkan ke Ceper lagi.

Siapa sangka Gus Darto terpilih jadi presiden, malahan menang telak, karena perolehannya melebihi enam puluh persen. Kyai Mbeluk tak peduli. Ia hanya peduli pada urusan mimpi-mimpi pasiennya. Apalagi akhir-akhir ini dia mendapat serangan. Diisukan bahwa ilmunya sealiran dengan Syech Siti Jenar, ulama haram dari Pulau Jawa. Tapi tidak mempan, pasiennya malah tambah banyak. Serangan pun berlanjut, dan yang ini sangat konyol. Kyai Mbeluk dituduh menyebarkan paham palu arit, karena memakai penggaruk punggung yang bentuknya mirip celurit yang ujungnya ada bola karet sebesar bola bekel. Juga tidak mempan, pasien tetap menyerbu seperti laron di lampu terang.

Lalu ada fatwa yang menyatakan mimpi-mimpi yang dibuatnya haram. Dengan alasan orang-orang yang jadi pasiennya jadi terbuai mimpi, tak mau bekerja. Padahal, setelah menjalani mimpi-mimpi indah itu pasiennya semakin giat bekerja. Mimpi buatannya ibarat doping yang menyehatkan. Kyai Mbeluk tidak menanggapi hujatan-hujatan itu, dingin-dingin saja. Tapi pasiennya bereaksi, "Ngawur! Siapa yang bilang bahwa bermimpi itu haram? Sebutkan ayat dan hadistnya!"

"Urusan mimpi kok melebar ke mana-mana!" seru Ponijan, gusar. Dia khawatir kalau tempat praktek pawang mimpi tutup maka warung makannya jadi sepi.

"Misalnya kamu mimpi nyolong ayam, apakah kamu bisa dihukum?"

"Tentu saja tidak, karena tidak nyata, hanya mimpi!"

"Fatwa aneh! Tahu sendiri zaman serba susah, mengapa orang dilarang menghibur diri-sendiri! Toh, mimpi tidak mengganggu orang lain!"

Ada juga yang mengancam agar sebutan "kyai" dicabut dari namanya. "Enak saja mencantumkan kata 'kyai' di depan namanya, memangnya pimpinan pesantren?" ujar seorang santri muda.

"Dasar bocah picik! Di Jawa, apa saja yang dihormati diberi gelar kyai. Tidak saja orang, tapi juga benda dan binatang. Kamu tahu kerbau Kyai Slamet? Kamu tahu tombak Kyai Plered atau keris Kyai Sengkelat?" sergah salah satu pasien Kyai Mbeluk, berang. "Harap tahu saja, bukan Kyai Mbeluk sendiri yang menyebutnya dirinya kyai, tapi kami-kami ini!" Santri muda itu jadi malu.

Anehnya, setelah dua tahun Gus Darto jadi presiden, Kyai Mbeluk suka hilang dari tempat prakteknya. Hilang tanpa jejak, tak ada yang bisa mengendusnya. Para pasien beranggapan dia sedang mengasah kesaktian. Sebetulnya, ketika hilang itu, Kyai Mbeluk sedang di-booking sang presiden, tentu saja ini sangat dirahasiakan. "Hanya Kyai yang bisa menghiburku," bisik Presiden Gus Darto, malu-malu. "Aku ingin mimpi jadi presiden yang sukses. Ternyata sulit sekali memimpin negeri ini."

"Mimpi dengan ibu presiden yang sekarang?" tanya Kyai Mbeluk. Gus Darto menggeleng dan berbisik sangat lirih. Lalu, mimpi sang presiden jadi kenyataan. Sialnya, sang presiden selalu mengigau dalam tidurnya. Akibatnya, ibu presiden yang bernama Sriyatun curiga ada perempuan lain di hati suaminya. Igauan suaminya bukan lagi "Sriyatun…Sriyatun" melainkan "Sariyem…Sariyem". Sariyem nama pacar suaminya di SMA. Panas sekali hatinya. Suaminya kini sangat suka tidur, apalagi kalau ada Kyai Mbeluk, dan igauannya selalu menyakitkan hati. Dan, sejak itu pula, sering ada intel menyamar jadi pasien Kyai Mbeluk.

"Apa sih rokok kesayangan Kyai?" bisik salah satu pasien kepada Saijo.

"Rokok klobot, rokok dari kulit jagung."

Seminggu kemudian, setelah pasien yang keenam ratus, tiba-tiba tubuh pawang mimpi oleng dan jatuh menungging dengan mulut berbusa dengan jari-jarinya masih menjepit rokok klobot. Pasien panik, Kyai Mbeluk dilarikan ke RS Islam Ketandan, namun nyawanya tak terselamatkan. Pawang Mimpi mati diracun. Polisi menemukan racun pada rokok yang diisapnya. Berdasar kesaksian salah satu pasien maka Saijo ditangkap. "Kamu yang paling tahu selera rokok pamanmu!" kata polisi. Saijo bingung. Memang, rokok klobot itu diambilnya dari baskom dan diberikan kepada pamannya. Maksudnya agar sang paman senang, bukannya mati. (*)

Creation is hard, cheer me up!

setiawansasongkocreators' thoughts