webnovel

Menonton Film

"Aarghh!"

Seru Shila tepat di lubang telinga Danial. Jeritan dari Shila itu membuat Danial yang tengah berkutat dengan kerjaannya memejamkan mata karena terkejut. Ini bukan terikan yang pertama ia dengar. Sejak awal film dimulai Shila sudah berteriak heboh dan semakin lama semakin kencang. Gendang telinganya mungkin rusak saat film tersebut selesai diputar.

Benar. Danial akhirnya mengalah dan mau menemani Shila menonton televisi. Syaratnya dia akan tidur di kamar Shila malam ini sedangkan Shila terusir dan menempati kamar lain. Entah kamar mana yang akan Shila tempati Danial tidak perlu repot-repot menanyakannya.

Tatapan Danial mengarah pada layar televisi, memperlihatkan adegan mencekam saat si tokoh utama berjalan di ruang bawah tanah. Lantas melirik kepada Shila yang menutup wajah menggunakan lengan kirinya. Sangat merepotkan. Kalau takut tidak perlu menonton, begitu saja susah.

"Lepas!" ketus Danial dan menepis tangan Shila yang memeluknya. Dia bergeser tempat duduk menghindari Shila agar bisa melanjutkan kerjaannya. Besok dia bisa kerja lembur kalau Shila terus mengacaunya.

Namun, baru lima menit dia menarik napas tenang, Shila kembali duduk di sebelahnya. Langsung menyerbu tubuhnya dengan dekapan yang kencang. Hampir membuat Danial hampir menjatuhkan macbook di pangkuannya. Dia memandang Shila yang berusaha menenggelamkan diri di balik punggungnya. Tangannya bergerak mencari remote televisi dan mematikan benda tersebut.

Kesunyian segera membuat Shila sadar dan perlahan keluar dari balik punggung Danial. Memandang layar yang berubah menjadi hitam total. Wajahnya keheranan dan memandang Danial. Mengetahui bahwa televisi dimatikan oleh Danial.

"Kenapa dimatikan?" tanya Shila dan berusaha merebut remote tersebut. Danial melempar remote televisi dengan asal lantas menutup macbooknya. Beranjak dari sofa empuk yang ia duduki siap berpindah tempat ke kamar.

"Hei kesepakatannya tidak seperti ini! Aku belum selesai menonton film!" seru Shila dan langsung ikut melangkah. Tentu saja karena takut ditinggal sendirian di ruang televisi.

"Benar. Tapi kesepakatannya mengatakan aku duduk menemanimu menonton bukan menjadi samsak tinjumu," jawab Danial sembari berbalik memandang Shila yang berhenti di belakangnya dengan cengiran kuda. Dia tidak sadar memukul atau meremas lengan Danial saat menonton film horor. Lagipula salah Danial yang tidak ikut menonton film tersebut sehingga tidak tahu betapa mengerikan hantu yang ditampilkan secara mendadak.

"Perjanjian gagal, aku tidur di kamar lain!" ujar Danial dan melangkah menuju kamar di lantai satu. Sebuah kamar tamu yang sederhana. Belum ada barang lain di dalam sana, kecuali seperangkat alat tidur dan satu lemari besar. Bahkan lampu tidur belum ia beli karena berpikir kamar tersebut tidak akan pernah digunakan oleh siapa pun.

"Kalau begitu temani aku tidur. Hanya sebentar sampai aku terlelap, please," pinta Shila menarik ujung kaus Danial. Danial memutar bola matanya mendengar permintaan Shila. Dia tidak akan kalah kali ini. Harus menolak permintaan konyol tersebut.

Danial bukan ayah Shila yang akan dengan senang hati menina bobokan gadis itu sampai ke alam mimpi. Dia tetaplah laki-laki muda yang tidak pernah bersinggungan dengan lawan jenis. Anti romantis. Sirkel pertemanannya bahkan hanya dengan laki-laki saja, karena dia tidak mau membuat para perempuan salah paham. Bisa saja salah satu dari perempuan di dunia ini mengira dia seorang yang ditakdirkan menjadi jodohnya. Jadi, sebelum itu terjadi, lebih baik segera membatasi diri.

Danial bukan laki-laki munafik. Laki-laki dan perempuan tidak akan bisa diam di satu ruangan tanpa memiliki pikiran buruk satu sama lain. Ya mungkin Shila percaya dia laki-laki baik yang tidak memiliki sebuah nafsu, tapi baginya dia hanyalah laki-laki biasa yang memiliki hormon normal layaknya laki-laki pada umumnya. Hanya melihat bibir Shila saja sudah hampir membuatnya gila. Apalagi melihat gadis itu berbaring di depannya dengan mata tertutup.

"Minta maid menemanimu, aku bukan ibumu," ujar Danial melepas pegangan Shila pada kausnya. Dia melangkah masuk ke dalam kamar dan terkejut melihat Shila masih saja mengekorinya dan berdiri di ambang pintu membuatnya tak bisa menutup pintu kamarnya.

"Apa lagi?" tanya Danial dengan wajah jenuh. Dia kelelahan dan ingin merampungkan pekerjaannya lantas tidur segera. Tapi, Shila terus mengganggunya dan membuat tubuhnya dipaksa bertahan lebih lama.

"Temani aku, aku takut. Hanya sampai aku tidur, setelah itu kamu boleh kembali ke kamarmu," ujar Shila merayu Danial. Mata bulatnya menatap bak anak anjing membuat siapa pun bersimpati kepadanya. Danial mengembuskan napasnya, mengatur emosinya sendiri agar tidak langsung memukul gadis di depannya karena terlampau merepotkan.

"Kalau kamu memintaku menemanimu tidur, apa kamu pikir aku hanya akan dudk diam di sampingmu? Setan akan memintaku membunuhmu kalau ada kesempatan emas itu. Jadi, pergilah ke kamarmu dan jangan mengangguku!" tegas Danial dan mendorong Shila menyingkir dari pintu kamarnya. Menutup pintu kamarnya segera dan menguncinya. Terdengar derap langkah kaki yang keras, sepertinya Shila ketakutan ditinggal sendiri dan memutuskan berlari pergi ke kamarnya.

Danial duduk di ranjangnya, memulai kembali pekerjaannya yang tertunda. Matanya sudah sangat mengantuk enggan terbuka, tapi dia harus mengerjakan semua sekarang. Tidak boleh terbiasa menunda pekerjaan. Apalagi ini adalah proposal untuk mengajukan kerja sama perusahaannya kepada investor. Meskipun dia masih muda, tapi berkat terlahir di keluarga konglomerat dia jadi memiliki banyak koneksi. Memiliki nomor-nomor orang penting dari perusahaan besar. Itu menguntungkannya. Setidaknya dia bisa mengajak mereka minum kopi dan membicarakan bisnis bersama.

Sampai tanpa terasa dia tidur dengan macbook yang masih terbuka serta posisi duduk. Terlelap tanpa menyelesaikan pekerjaannya saking lelahnya. Andai Andy tidak membuat masalah dan Shila tidak menganggunya, sudah pasti pekerjaannya selesai. Tapi, sungguh menjadi kakak sekaligus suami tidak enak rasanya.

Danial pikir bisa mengabaikan Shila karena dia tahu Shila juga tidak cukup setuju dengan perjodohan ini, tapi sulit sekali mengabaikan gadis bermata bulat itu. Sekali lihat selalu membuatnya ketagihan untuk menilik kembali wajah bulatnya. Pipi chubby yang akan menggembung saat merajuk membuatnya tanpa sadar menahan diri untuk tidak mencubitnya.

Bahkan untuk pertama kali dalam hidup, Danial akhirnya memimpikan seorang gadis. Melihat wajah Shila saat kesadarannya terenggut. Mendapati wajah menggemaskan Shila versi dalam angannya. Dia jadi bisa melakukan apapun karena itu adalah mimpinya. Memukuli gadis itu, membantingnya, bahkan mencubit pipi gembil Shila sesuka hati. Tidak akan ada yang tahu betapa ganas dia memperlakukan Shila.

Kring-kring!

Kring-kring!

Danial terkejut saat alarm di ponselnya berbunyi dengan sangat nyaring. Menghentikan mimpinya yang belum usai dan menyadarkannya dari alam mimpi. Bibirnya mendesis merasa punggung serta lehernya pegal karena tidur dengan posisi duduk. Pahanya juga panas karena macbook yang lupa ia matikan semalam. Macbooknya masih menampilkan dokumen yang belum usai ia kerjakan.

"Hachim!"

Oh sial! Sepertinya dia terserang demam. Hidungnya tersumbat dan tenggorokannya begitu kering. Matanya tak kalah menyedihkan, sangat pegal dan penyakit minusnya memperparah keadaan. Tapi, tidak ada waktu untuk mengeluh. Dia harus bersiap berangkat kerja dan mengantar adiknya pulang ke rumah. Andy harus bersiap berangkat ke sekolah juga.

"Selamat pagi!"