Yan Sier membelai kepala Yan Siyi dengan sedih, "Rumah sakit dan sekolah, kamu selalu berlari saat ke sini. Pasti sangat lelah, kan?"
"Sama sekali tidak lelah!" Yan Siyi menggelengkan kepalanya dengan sungguh-sungguh. Demi kakak, hal ini bukan apa-apa, batinnya.
"Yiyi, kamu sudah besar sekarang, kamu sudah dewasa. Kamu harus belajar menerima orang asing dan kamu juga harus belajar untuk meninggalkan pelukan kakakmu, mengerti?" Yan Sier membelai rambut pendek adiknya yang terjuntai di bahu sambil memperingatkan dengan cemas. Dia sudah akan pergi, namun satu-satunya hal yang tidak bisa dia relakan dan selalu dia khawatirkan adalah adik perempuan kesayangannya, Yan Siyi.
"Tidak…" Yan Siyi menggelengkan kepalanya, dia tidak menerima. "Asalkan ada kakak, itu sudah cukup! Siyi tidak mau meninggalkanmu!"
Tangan kecil Yan Sier yang membelai rambut adiknya membeku sesaat. Ada sentuhan kesedihan di wajah pucat dan cantik itu. Ada pula sentuhan ketidakberdayaan.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com