Pada malam hari nya beberapa dari mereka bergegas untuk membeli kebutuhan di pemukiman yang tak jauh dari perkemahan, Mika dan Kyle adalah yang terakhir beranjak pergi.
"Mungkin dia benar-benar berguna kali ini" Gumam Mika mendekati sahabatnya itu.
"Oke, dua gelas penuh milkshake" Ujar Kyle mengetahui Mika yang mencoba mendekatinya, yang kemudian disambut dengan senyuman oleh sahabatnya itu.
"Untukku juga" ujar Carver yang tampaknya belum jera mengganggu kedua anak ini
"Tapi aku akan menunggu disini saja" Lanjutnya tanpa mengganggu lagi.
Mika dan Kyle memilih untuk segera berlalu mengacuhkan si tukang pelonco untuk menuju pemukiman penduduk tempat dimana mereka harus membeli perlengkapan.
Kedua anak itu berjalan melalui jalan setapak yang dikelilingi pepohonan yang menjulang tinggi di kiri dan kanannya, langkah kaki keduanya terus berlanjut seiring bebunyian batu kerikil yang terseret oleh alas kaki.
Tempat pemukimannya memang tidak terlalu jauh dari lokasi kemah, hanya saja jalan setapak yang tanpa penerangan membuat mereka membutuhkan cukup banyak waktu untuk sampai disana.
Malam itu langit terlihat begitu gelap meski cahaya bulan dengan malu-malu berusaha menembus dari celah celah diaantara dedaunan pohon, menyusuri jalan setapak yang dikelilingi semak belukar yang minim penerangan seperti ini bisa jadi sangat berbahaya.
Bayangkan saja jika seekor ular ataupun binatang aneh yang tak pernah mereka lihat di kota tiba-tiba saja bisa menyergap dari dalam kegelapan. Memang terdengar sedikit dramatis, namun kira-kira begitulah yang ada dalam imajinasi Kyle yang berjalan berdempetan dengan Mika.
"hhhh" Mika tampak menarik lengan bajunya yang sejak tadi digenggam erat oleh Kyle.
"Kita sampai" Lanjutnya seraya memberikan isyarat agar bocah gendut itu segera melepaskan genggamannya.
Mereka sampai di sebuah kedai yang terletak di pinggir jalan setapak, jika memperhatikan kondisi bangunannya kedai ini sepertinya sudah ada sejak dulu. Diterangi oleh lampu pijar tua berdebu dengan ukiran burung-burung kecil yang terlihat samar, kedua anak ini pun melangkahkan kakinya menuju pintu masuk.
Kedai ini terlihat cukup tua dan tidak terurus, dan juga tampaknya tidak banyak orang yang datang kesini. Begitu Mika menggunakan tangan kanannya mendorong pintu kedai yang terbuat dari kayu yang berderik, sesosok laki-laki menyambutnya.
"Ada yang bisa kubantu?" Ujar kakek tua pemilik kedai menyapa.
Kyle yang sedari tadi mengikuti Mika kemudian merogoh secarik kertas berisikan barang apa saja yang harus dibelinya, tanpa basa basi dia mengambil kertas lainnya yang digenggam Mika dan menyorotkan lampu senter untuk membaca kembali catatan di dalamnya.
"Kami membutuhkan beberapa barang yang ada di daftar ini" jawab Kyle sembari menyodorkannya ke kakek tua itu.
Kakek pemilik kedai menyambut kertas yang diberikan Kyle, membacanya sekilas dan tanpa bertanya lebih lanjut dengan gerak yang sangat cepat meraih satu demi satu barang yang dipesan sementara Mika sibuk mengamati seisi ruangan.
"Gelang itu kudapatkan dari seseorang yang datang kemari, dia dalam perjalanan dan tidak memiliki uang" Ujar pemilik toko sambil mengumpulkan barang-barang.
"Jika kau suka kau boleh memilikinya" Lanjutnya menunjuk sebuah gelang berwarna hitam di dalam sebuah etalase yang terus dipandangi Mika.
"Siapa namamu?" Tanya pemilik kedai seraya meraih gelang tersebut lalu memberikannya kepada Mika.
"Mika, Mika Kessler pak" jawabnya sembari menerima gelang tersebut, lalu memutarnya dengan kedua jarinya dan menggosok-gosokkannya pada ukirannya yang melingkari.
"Kalian sepertinya bukan berasal dari sini" Tanya si pemilik kedai sembari memasukkan semua barang belanjaan kedalam kantong.
"Ya kami dari kota pak, dan hari ini kami berkemah di ujung lembah" jawab Mika dengan sopan.
"Ngomong-ngomong pak, bagaimana bisa menyiapkan pesanan kami secepat ini?" Tanya Kyle sambil menyambut kedua bungkusan yang diserahkan dari tangan si pemilik toko.
"Beberapa anak seusiamu telah lebih dulu datang memesan hal yang sama, dan kalian beruntung itu adalah persediaan yang terakhir" Jawabnya.
"Ada lagi yang bisa kubantu?" lanjutnya
"Sementara hanya ini yang kami butuhkan, terima kasih" Jawab Mika
"Oh ya, pulanglah melewati jalan memutar" Ucap pemilik toko kepada Mika. "Karena jalan yang kalian lewati sebelumnya cukup berbahaya dan jarang dilalui orang" Lanjutnya
"Pantas saja kami tidak berpapasan dengan anak-anak lainnya saat mereka kembali ke perkemahan" pikir Mika dalam hatinya.
Kedua anak itupun berpamitan dengan pemilik kedai, dan mengambil jalan sesuai sarannya.
"Akhirnya gelang itu bisa pergi dari tempatku" Ucap pemilik toko dengan pelan seiring langkah kaki Mika dan Kyle.
Sepanjang perjalanan, Kyle tampak berusaha membuat Mika terkesan dengan beberapa kekonyolan yang dibuatnya. Mika yang sedari tadi sibuk memperhatikan gelang pemberian si pemilik toko hanya sesekali meladeni kekonyolan sahabatnya itu, ya hanya untuk membuatnya sedikit senang sehingga tak memaksanya membuat hal-hal yang jauh lebih konyol lagi yang akan menambah kejengkelannya
Biasanya Mika memang tak pernah mudah tertarik akan sesuatu, namun jelas sekali gelang itu cukup menyita perhatiannya.
Berulang kali dia keluarkan benda itu dari sakunya, memutar-mutarnya dan kemudian dimasukkannya kembali kedalam saku celananya, hal tersebut dilakukannya sepanjang perjalanan pulang menyisir jalan setapak disamping hamparan luas.
"Sebaiknya aku bantu kau memakainya" Ujar Kyle yang tak tahan melihat Mika terus membolak-balikkan gelang itu.
Langkah keduanya kini semakin menjauhi pemukiman, cahaya lampu dari rumah-rumah penduduk di tepi jalan sudah tidak tampak sama sekali. Hanya kegelapan dihiasi suara serangga yang menemani perjalanan mereka kembali ke perkemahan.
Ditengah perjalanan sebuah cahaya muncul diikuti suara tembakan memecah keheningan malam, sontak saja kejadian itu menghentikan langkah kaki Mika dan Kyle.
Secara spontan Mika memutar badannya hendak bergegas menuju suara tersebut, namun geraknya terhambat oleh genggaman dua kepal tangan besar yang serasa berusaha merobek lengan bajunya. Dia menoleh seraya memberikan isyarat agar Kyle melepaskan genggamannya dan segera pulang ke perkemahan.
"Sebaiknya kau kembali ke perkemahan, aku akan mencari tahu apa yang sedang terjadi disana" Ucap Mika kepada Kyle.
"Kau yakin Mika? kau samasekali tak tahu akan ada apa disana" jawab sahabatnya yang tampak pucat dengan suara pelan namun terdengar histeris.
"husssh hussshh..." Mika menutup mulut Kyle dengan telapak tangannya.
"Kyle, kau tahu? mungkin saja itu salah satu kawan kita yang lewat sini sebelumnya. dan kau sebaiknya kembali ke kemah dan minta bu Winster untuk memanggil polisi" Mika berbisik.
"Jelas sekali yang tadi itu adalah suara tembakkan, namun aku tidak yakin cahaya apa yang muncul sekilas tadi" Lanjut Mika sembari mendorong pundak sahabatnya agar segera kembali ke perkemahan
Kyle pun pergi menuju arah perkemahan dengan sedikit berlari, lalu keduanya berpisah berlawanan arah.
"Berhati-hatilah" pesan Kyle, yang kemudan dijawab oleh Mika dengan anggukan kepala.
Langkah kaki Mika semakin dipercepat menuju suara tembakan itu. Pijakannya meninggalkan jejak diatas tanah liat yang basah, nampaknya dia mulai memasuki wilayah rawa-rawa.
"Mungkin semalam turun hujan lebat" pikirnya, sembari menarik jari jemari kakinya yang terjebak membentuk jejak kaki.
Setibanya disana, Mika mencari semak-semak untuk bersembunyi lalu berusaha melihat apa yang sedang terjadi, meskipun bersikap acuh tapi Mika tidak terlalu ceroboh untuk langsung mencari tahu tanpa berpikir panjang.
Di kejauhan terlihat samar sesosok manusia di dalam sebuah gudang di tepi danau, Mika pun kemudian menunduk untuk menyembunyikan tubuhnya agar tidak ketahuan.
Cahaya bulan yang begitu terang memungkinkannya untuk melihat dengan jelas bahwa sebenarnya ada dua orang pria dewasa mengelilingi sebuah karung berisikan manusia, ya! Mika tahu itu manusia karena tidak seharusnya sebuah karung mengeluarkan suara erangan!
Kedua orang itu memukulkan sebuah balok ke atas karung tersebut yang menghentikan suara erangannya. Mika tersentak, tak disangka hari ini dia akan menyaksikan sebuah adegan yang sungguh diluar dugaan. Kemudian ditengah keheranannya itulah sebuah tangan besar menggenggam lengannya dari belakang.
Belum sempat dia menolehkan pandangan, sebuah pukulan menyambut tepat di pelipis wajahnya.
"Brakkkk" Mika pun tak sadarkan diri.
Pria itu lalu menyeret tubuh Mika dan menghampiri kedua orang temannya yang sejak tadi tampak berdebat mengelilingi karung tersebut. Tanpa banyak bicara dilemparnya tubuh anak muda yang malang itu disamping karung yang telah berlumuran darah.
"Dia masih bernafas" salah satu dari mereka berkata sembari meletakkan jarinya di urat nadi leher Mika, untuk mengecek kondisi anak yang terlalu ingin tahu itu.
"Ya, aku hanya membuatnya pingsan dengan satu pukulan ringan" jawabnya, sementara seorang lainnya menunjukkan isyarat dengan menempelkan telunjuk tangan ke lehernya, pertanda untuk segera mengakhiri Mika.
"Hei teman, kau tidak tahu siapa anak ini kan?" tanya salah seorang dari mereka
"Apa untungnya membiarkan bocah ini? kita tak bisa menjualnya seperti yang satu itu bukan?" Jawab pria yang memberikan isyarat tadi
Mereka pun saling melihat satu sama lain, dan nasib Mika sepertinya sudah ditentukan seiring tatapan mereka.
Pria yang paling besar, dengan lengannya yang dipenuhi bulu tadi kemudian mengikat kedua kaki Mika dengan tali dan menambahkan pemberat, lalu mengangkat tubuhnya menuju jembatan dipinggir danau. Sesampainya diujung dilemparnya anak itu ke atas sungai menimbulkan cipratan air yang menyebar keatas.
"Plasssh" Suara benda tumpul terdengar menghantam permukaan danau, tubuh anak malang tersebut sempat mengapung sesaat sebelum perlahan tenggelam.
Mika pun menghilang, cahaya bulan mengiringinya tenggelam menuju dasar Danau, sementara pria itu berbalik arah untuk kembali bergabung dengan kedua orang temannya tadi.