webnovel

Orang Biasa

Aku orang biasa, memiliki kehidupan biasa, keluarga biasa, dan orang tua biasa. Namun segala sesuatu di dunia tidak ada yang biasa, selalu ada sisi gelap di baliknya. Apa sisi gelapku?

adimaspanji · Aktion
Zu wenig Bewertungen
16 Chs

Kultivasi Ganda (17+ warning)

"Ahhhh, ahhhh, ahhhh" Desahan terdengar diseluruh ruang saat aku menyentuh payudara Sireli dengan jari-jariku. Sireli mendesah dan memegang lenganku dengan erat. Tanganku satunya yang bebas segera menyerang selangkangannya yang bebas. Setelah itu saat tanganku menyentuh selangkangannya aku merasakan bahwa selangkangannya sudah basah.

Dia lalu menoleh ke arahku dan langsung menyerang bibirku yang bebas, bibir kami bertautan dan saling mengeluarkan lidah kami. Aku merasakan lidahnya sangat lembut dan manis. Lidah Sireli sangat lembut membuat aku ingin menggigitnya. Namun saat aku akan menggigitnya dia menarik lidahnya dan menghisap bibir bawahku.

Aku mulai membuka kancing bajunya yang membuat payudaranya yang tertutup bra itu terlihat. Bra yang dikenakannya berwarna merah muda yang cantik, menambah keindahan dua gunung kembarnya. Aku menggunakan mulutku untuk membuka pengait yang menahan bra itu dari belakang.

Klek

Suara pengait yang terlepas terdengar saat bra merah muda itu mulai jatuh dari tubuh Sirela. Gunung kembarnya terekspos membuatku menginginkan untuk langsung memegangnya. Saat aku akan meremas payudara Sirela, tanganku ditangkap olehnya dan menahan tanganku.

"Gunakan mulutmu tuan" Kata Sireli dengan pelan. Dia lalu berbalik dan memperlihatkan payudaranya yang kenyal ke arahku. Aku langsung mengarahkan kepalaku ke payudaranya yang kenyal dan menghisap puting Sireli.

"Ahhh, hisap yang kuat tuan" Katanya dengan wajah memerah. Aku yang mendengar hal itu langsung menguatkan hisapanku dan memainkan payudara satunya dengan tanganku. Desahannya semakin kuat saat aku memainkan kedua payudaranya yang besar itu, saat aku menggigit putingnya yang berada di mulutku dan mencubit yang berada di tanganku. Sireli tiba-tiba mengejang dan cairan cintanya menyemprot dari selangkangannya dan membahasi lantai ruangan itu.

Aku lalu mengangkat tubuhnya yang masih lemas karena mencapai klimaks itu dan mendorongnya ke meja. Aku mulai melepas rok pendeknya dan celana dalam warna pink yang mungkin sepasang dengan bra yang tadi aku lepaskan. Setelah itu aku mulai membuka pakaianku dan celanaku, memperlihatkan nagaku yang sudah bangun dan siap untuk melahap siapa saja. Saat aku memperlihatkan tubuhku yang bisa di bilang memiliki otot yang berisi dikarenakan aku yang suka berolah raga, Sireli mengulurkan tangannya untuk membelai otot-otot yang ada di dada dan perutku. Aku membiarkannya melakukan itu sembari mulai menggerakkan tanganku ke arah dadanya.

Aku perlahan lalu menurunkan tubuhku dan mengarahkan kepalaku menuju lubang kenikmatannya. Saat aku berada di depan lubang itu, aku melihat hutan yang telah gundul bersih tak menyisakan 1 pohon atau akar sekalipun. Dengan bercanda, aku sedikit mencubit dan menggelitik daerah yang kini tandus itu membuatnya menggigit bibir bawah dan mengerang sedikit. Setelah puas bermain aku mendengar nafas dari Sireli yang semakin berat dan tubuh yang terengah-engah.

"Tuan tolong jilat itu, aku mohon" Aku mendengar permohonan Sireli yang meminta dengan nada memelas. Tanpa ragu aku langsung menjulurkan lindahku yang di sambut dengan clitorisnya yang berwarna merah muda itu. Saat lidahku dan clitoris Sireli bersentuhan aku merasakan bahwa otot-otot di sekitar lubang kenikmatan Sileri mulai menegang sekali lagi. Tanpa membuang waktu, aku mulai menjilati clitorisnya dan menghisapnya dengan lembut. Sireli semakin menjadi-jadi karena permainanku dan menjepit kepalaku dengan pahanya.

Saat dia menjepit kepalaku, aku memasukkan lidahku ke dalam lubang kenikmatannya dan menghisap sekuat tenaga ku sementara mengarahkan lidahku ke atas. Hal ini membuat Sileri tiba-tiba menegang dan menjepit keras kepalaku di tengah paha seksinya.

"Ahhhh, ahhhh, ahhhhh, KELUAAAR" Tiba-tiba sebuah cairan hangat mengemprot langsung ke arah mulutku yang masih menghisap lubang itu. Membuatku meminumnya sedikit dan bahkan masih mengenai mukaku. Setelah puas menjilati lubang tersebut, aku mulai berdiri dan mengarahkan pedangku yang siap di masukkan kedalam sarungnya kembali.

Sireli yang masih terbang di angkasa merasakan ada naga yang akan memasuki teritorialnya dan sudah berada di depan pintu reflek melihat ke arah pintu masuk teritorialnya. Saat dia menoleh ke sana dia masih saja terkejut dengan ukuran panjang dan besar naga itu. Meski ini bukan pertama kalinya dia melihat benda itu. Masih saja dia merasakan kekaguman yang tinggi terhadap bendaku ini.

Aku tak tau mengapa, tapi hampir setiap 10 dari semua perintah tuhan selalu saja terkagum-kagum saat melihat benda ini. Padahal mereka sudah berkali-kali melihatnya dan seharusnya sudah terbiasa dengan itu.

Aku melihat Sireli yang mencoba mengatakan sesuatu tapi tak dapat melakukannya karena nafasnya masih belum kembali. Saat dia mencoba mengumpulkan nafasnya untuk mencoba berbicara, tanpa aba-aba aku langsung menancapkan pedangku ke sarungnya, membuat dia menegang dan mengerang dengan suara yang keras.

"AAAAAAHHHHHH. Keluar, keluaaaar" Teriak Sireli saat barangku memasuki tubuhnya. Lagi-lagi dia keluar hanya karena tusukan pertama, membuatku tak tega untuk langsung menggerakkannya. Dia yang sudah berusaha untuk mengumpulkan nafasnya lagi sekarang sekali lagi kehilangan kemampuannya untuk berbicara dan hanya bisa bernafas dengan berat di atas meja sembari memegang tanganku.

Dia lalu perlahan menoleh ke arah wajahku dan masih bernafas dengan berat, dia berkata.

"Gerakkan tuan" Rintih Sireli dengan pelan.

Aku yang sudah mendapat lampu hijau, perlahan mulai menggerakkan pinggulku yang membuat barangku mulai keluar masuk lubang kenikmatannya. Erangan-erangan mulai menemani setiap kali barangku masuk dan mengenai pembatas rahim Sireli.

"Ah, ah, ah. Sangat besar. Ah, Uh, Ah, Ah. Sa-sangat panjang" Sireli bergumam sembari merasakan kenikmatan dari dorongan pinggulku. Aku lalu mulai mengendalikan aliran energi dari dalam dantianku ke ujung jari-jariku dan ke nagaku membuat ukurannya bertambah sedikit. Namun meski hanya bertambah sedikit saja, Sireli terkejut dan sekali lagi dia mengerang dan bergeliat karena sekali lagi cairan kenikmatannya keluar karena perubahan tiba-tiba dari diameter nagaku.

Saat dia mencapai klimaksnya aku juga perlahan menghentikan gerakanku memberinya ruang untuk sedikit bernafas. Namun aku tak menyelamatkannya terlalu lama, karena jari-jariku yang sudah terisi dengan energiku mulai menjelajahi tubuhnya yang tergeletak tak berdaya di meja. Aku mulai menyentuh titik-titik tertentu di tubuhnya, membuat energinya kembali dengan cepat. Saat aku melihat dia sudah siap untuk menerima gerakanku lagi, aku dengan kuat mendorong barangku hingga sampai ke bagian paling dalam dari lubangnya.

Kali ini Sireli tak langsung keluar namun mengerang dengan erotis. Aku lalu mulai menggerakkan pinggulku dengan lebih stabil. Aku juga selesai dengan suntikan pada tubuhnya dengan jariku. Saat jariku sudah mulai bebas, aku mengarahkannya ke payudaranya yang besar dan bergoyang akibat hantamanku itu. Dan meraihnya dengan kedua tanganku. Aku memainkan payudara Sireli dan menggoda putingnya dengan sesekali mencubitnya dengan ujung jariku yang masih menyisakan sedikit energi membuatnya mengerang dengan keras.

"Ahhh, ahhh, ahhh. Enak sekali, Ummmh, ummh, ummh. Ahhh, ahh, ahh" Aku mengangkat tubuhnya dengan tanganku memegang punggung dan satunya ke arah pantatnya. Aku lalu membopongnya ke arah tembok dan menyandarkan punggung Sireli ke tembok. Saat dia telah setabil di tembok, aku melepas tanganku yang ada di punggungnya dan mulai menempatkannya di pantat yang satunya. Sireli dengan sigap mengaitkan kakinya ke arah pinggangku mengakibatkan tubuhnya lebih stabil di atas.

Kepalaku yang berada tepat di depan payudara Sireli tak melewatkan kesempatan itu dan mulai menciumi payudaranya. Erangan Sireli semakin tak terbendung dan bergema ke setiap sudut ruangan. Untung saja ruangan ini kedap suara. Jika tidak, mungkin suara Sireli sudah terdengar ke setiap sudut lorong bangunan.

Aku masih mendorong pinggangku ke arah Sireli dan sedikit demi sedikit meningkatkan kecepatannya. Karena aku meningkatkannya dengan perlahan Sireli tak terkejut dan perlahan beradaptasi dengan gerakanku.

"Ini sudah waktunya. Sudah hampir giliranku untuk di panggil. Kita selesaikan sekarang?" Tanyaku ke arah Sireli yang sudah terbang di atas angkasa. Sireli lalu perlahan menoleh ke arahku dengan masih mendesah dan berkata.

"Iya ahh, ahh. Keluarkan ahh sekara-ahh-ng. Ayo-ahh ki-ahh-ta ke-ahh-luar-ahh ber-ahh-sama-ahh." Mendengar perkataanya yang bercampur dengan desahan itu membuatku meningkatkan intensitas gerakanku dan ahirnya.

"Arrrggghhhh"

"Aaaahhhhh. Tuaaaaaan" Teriak Sireli dan aku yang keluar secara bersamaan. Aku mengeluarkan cairan cintaku di dalam lubang kenikmatan Sireli tanpa takut akan konsekwensinya, karena aku bisa mengatur sperma yang aku keluarkan untuk tak sampai menghamili Sireli. Setelah aku mengeluarkan maniku, aku lalu membopong Sireli dan meletakkannya kesebuah kursi sofa dan membaringkannya di sana. Aku tau Sireli sudah kehilangan semua kekuatannya dan bahkan akan kesulitan untuk berdiri untuk beberapa waktu.

Setelah itu aku mulai mengambil pakaian kami dan memakai pakaianku sendiri. Setelah aku selesai memakai sema pakaian seragam yang diberikan sekolah padaku, aku mulai mengambil pakaian Sireli dan memakaikannya ke tubuh Sireli yang perlahan mulai mendapatkan kekuatannya.

"Jangan lupa untuk menyerap dan berkultifasi dengan energi 'yang' yang aku keluarkan" Jelasku sembari memakaikannya pakaian dalam. Sireli mengangguk dan mulai bangkit dari tidurnya, sembari berkata.

"Terima kasih untuk kultivasinya tuan kevin" Kata Sireli dengan lembut dan mulai merapikan dirinya dan bersila memulai kultivasinya. Aku yang melihat ini hanya bisa tersenyum dan mengusap kepala wanita yang memiliki penampilan wanita dewasa ini dan mengecup keningnya sembari meninggalkannya di ruangan sendirian. Setelah aku keluar dari ruangan itu, aku melihat bahwa wakil ketua osis masih berdiri di depan ruangan dan menungguku keluar. Melihat aku keluar dia lalu mulai memimpinku untuk kembali ke tempat dimana anak-anak masih berkumpul untuk upacara kedewasaan.