"Diantar lagi oleh Moon?"
"Iya."
"Tidak malu, berhubungan dengan wanita yang berasal dari kasta yang berbeda? Sudah tiga tahun, masih saja dia betah denganmu yang jelas tidak sederajat dengannya."
"Yah, Moon sama sekali tidak pernah memandang kasta atau derajat orang," sanggah Earth.
"Tapi Ayah malu memiliki anak yang tidak bisa diandalkan seperti kamu!"
***
Tin!
Moon membunyikan klakson mobilnya dan menunggu Earth dari dalam mobil. Hampir tiga menit namun Earth belum juga terlihat keluar dari rumahnya, itu mungkin karena Moon datang menjemput sedikit lebih pagi.
Namun hingga lima menit, Earth tak kunjung keluar dan membuatnya tergerak untuk keluar dari mobil dan menghampiri rumahnya.
Tok tok tok
Moon mengetuk pintu rumah Earth yang sejak tadi tertutup rapat. Pintu itu tak langsung terbuka dan membuat Moon harus menunggu lagi.
Cklek
Pintu itu terbuka, namun bukan Earth yang ia temukan.
"Pagi, Pak. Earth nya ada?" tanya Moon dengan tangan bersedekap untuk memberi salam.
"Earth sudah berangkat sejak satu jam lalu. Apa dia tidak mengabarimu?" tanya pria itu, yang tak lain adalah Ayah Earth.
Moon melipat kedua bibirnya dan menggelengkan kepala. Rautnya berubah seketika, sepertinya ia kecewa.
"Maaf, ya, sudah merepotkan Moon," ucap pria itu lagi.
"Tidak masalah, Pak. Kalau begitu, saya pamit, ya …."
Moon kembali menaikkan tangannya ke depan dada untuk bersedekap dan kemudian berbalik badan, melangkahkan kakinya menuju ke dalam mobilnya. Ia segera mengemudikan mobilnya menuju ke kampus, dengan kecepatan tinggi karena ada kesal di hatinya karena Earth yang tidak memberitahunya kalau sudah pergi lebih dulu.
Moon sama sekali tidak merasa kerepotan untuk menjemput Earth yang ternyata sudah pergi lebih dulu. Ia hanya kecewa karena Earth tidak menjadikannya penting akan hal itu, untuk sekadar mengabarinya.
Jarak rumah Earth dan kampus yang tidak begitu jauh, membuat Moon bisa tiba di kampus hanya dalam waktu beberapa menit saja. Ia segera memarkirkan mobilnya, tidak jauh dari ia memarkirkannya kemarin.
Moon tidak langsung keluar dari dalam mobil dan memilih untuk bertahan di sana lebih dulu, menunggu jarum jam mendekati ke angka 12, agar waktu menunjukkan pukul delapan tepat. Ia juga menunggu barisan para mahasiswa baru sudah memenuhi jalan.
Ia mengambil ponsel miliknya dan masuk ke dalam ruang chat nya bersama Earth. Terlihat kalau Earth sedang online, namun sama sekali tidak menghubunginya. Membuat Moon kecewa untuk kedua kalinya di pagi ini.
"Huft …, biarlah," dengusnya, berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya.
Moon mematikan mesin mesin mobilnya dan kemudian melepas seat belt. Ia memilih untuk segera keluar dari mobilnya dan menghampiri barisan para mahasiswa yang sudah mulai berdatangan. Ia tidak mengambil pusing persoalan Earth, karena ia yakin kalau Earth akan angkat suara jika waktunya sudah tiba.
Earth memang kerap seperti itu. Jika sedang ada masalah, ia selalu memilih untuk diam dan mencari jalan keluarnya sendiri. Jika masalah itu telah teratasi, barulah ia menceritakannya kepada Moon. Sementara yang Moon mau, jika Earth ada masalah, untuk tidak segan menceritakannya agar ia dapat membantu mencarikan jalan keluar. Di sinilah terjadi perbedaan antara Earth dan Moon, yang membuat Moon terkadang belum yakin untuk menerima cinta Earth yang sudah mengejarnya selama tiga tahun ini.
"Moon!"
Moon tersentak dengan seruan yang mengagetkannya.
Ia menoleh dan melihat kalau Earth ada di hadapannya dengan menunjukkan raut baik-baik saja, seperti sedang tidak ada masalah.
"Jangan baris di dekatku," pinta Moon, menengadah kepada Earth.
"Kenapa?"
"Aku sedang kesal denganmu," balas Moon, kemudian memalingkan pandangannya dari Earth.
"Aku tidak membawa ponsel, Moon. Aku meninggalkannya begitu saja di ruang chat mu. Saat aku hendak mengirimkan pesan kepadamu, Ayah berteriak dan membuatku jengah, sehingga aku memilih untuk pergi lebih awal," tutur Earth menjelaskan inti permasalahannya.
Moon kembali menoleh pada Earth. Ia sangat tahu masalah terbesar Earth dalam hidup, adalah ayahnya.
"Segera masuk ke barisan.Kita bisa lanjutkan lagi nanti siang," pinta Moon, kemudian kembali berpaling.
Earth yang merasa kalau Moon kesal padanya, memilih untuk meuruti apa kata Moon. Ia menunduk dan kemudian mengambil barisan paling belakang, agar tidak berdekatan dengan Moon.
Sementara itu, Cloud yang melihat keduanya seperti tengah bertengkar, merasa senang dan tersenyum begitu sumringah. Ia tidak menghampiri Moon, kali ini Cloud hanya memandangnya dari jauh saja.
***
Waktu istirahat tiba dan membuat seluruh mahasiswa berhamburan mencari tempat makan. Ada yang memilih makan di tepi koridor, taman atau tempat kosong lainnya yang bisa dijadikan spot mereka untuk makan bekalnya dari rumah, dan ada juga memilih untuk membeli makan siang di kantin dan duduk di tempat yang telah disediakan.
Kali ini Moon makan siang mencari spot nya sendiri, tanpa menunggu atau mengajak Earth. Ia memilih duduk di tepi koridor yang berhadapan dengan pintu perpustakaan kampus. Moon membawa bekal dari rumah dan makan siangnya kali ini adalah hasil masakannya sendiri, yang sudah ia rencanakan untuk berbagi dengan Earth. Namun rasa kesalnya begitu memupuk sehingga untuk berada di dekat Earth saja ia enggan.
"Ingin berbagi makanan denganku?"
Moon menoleh ke arah belakang, ia menengadah melihat kehadiran Cloud di sana. Moon hanya bisa tersenyum, mengingat saat ini dirinya masih mendapat bimbingan masa orientasi dari Cloud, selaku ketua panitia.
"Apa bekal makanmu siang ini?" tanya Cloud, kemudian duduk bersebelahan dengan Moon.
"Aku memasak ini. Ingin mencobanya?" tanya Moon.
"Kita bertukar saja, bagaimana? Agar bisa saling mencicipi," jawab Cloud.
"Ide bagus!"
Moon terkekeh bersama Cloud, keduanya setuju untuk bertukar makan siang mereka masing-masing setengah porsi dari yang mereka miliki. Moon terlihat tidak canggung lagi berada di dekat Cloud yang menurutnya cukup menyebalkan di hari pertamanya orientasi. Namun sepertinya kebersamaan mereka kali ini membuat Moon merasa kalau itu hanyalah peran Cloud sebagai panitia yang memang tidak perlu berlaku baik kepada para mahasiswanya. Mereka dituntut untuk tegas dan tidak pilih kasih. Semua harus bersikap adil, meski mahasiswa baru itu adalah orang yang penting dan berarti bagi mereka.
"Kau memberikan kontak siapa?" tanya Cloud, membuka suaranya saat porsi makannya sudah tinggal beberapa suap lagi.
"Earth," jawab Moon terkekeh.
"Sudah kutebak. Aku sangat mengenali suara Earth," balas Cloud.
Deg!
'Apa?! Tunggu, tunggu … mereka saling kenal?! Begitukah maksudnya?!' batin Moon memaksa untuk terkejut, namun ia berusaha menahannya dengan memberikan ceringai khasnya.
Moon melihat Cloud yang sedang tidak melihatnya, karena sedang menutup kotak bekal makannya dan kemudia minum.
"Mengenali suara Earth?" tanya Moon tetap saja ia penasaran.
Cloud menoleh pada Moon dan tersenyum.
"Sudah kuduga, kamu akan menanyakan hal ini padaku," tutur Cloud.
"Hhhng …," gumam Moon, ia semakin bingung.
"Aku dan Earth sudah saling kenal sejak lama, Moon."