Mau sepintar apapun kamu membuat kue pasti pernah mengalami sebuah kegagalan, entah kue terlalu bantat bahkan kue yang terlalu manis pun menjadi poin minus.
Selama ini Riv tidak pernah gagal membuat muffin, sampai hari ini terjadi. Entah kenapa muffinnya tidak bisa mengembang alias bantat. Rasanya sih tidak jauh berbeda dari biasanya namun tekstur dan bentuknya sungguh lain.
Setelah mengeluarkan muffin yang bantat itu dari oven Riv melirik kearah Dan dan Bintang yang duduk di kursi meja makan. Riv meringis, setelah dengan sombongnya dia tadi muffinnya malah jadi seperti ini.
"Cuma buat kue muffin gini sih gampang banget. Kacang deh, kacang hijau," ucapan Riv tadi saat memaksa Dan—yang akhirnya menurut— untuk duduk pun kembali terngiang di kepala cantiknya.
Riv lalu meletakkan muffinnya di meja makan. Dan langsung mengambil muffin tersebut padahal Riv belum mempersilahkannya. Lalu Riv mengambilkan satu untuk Bintang.
"Dari bentuknya sih gak oke. Rasanya juga agak keras tapi lumayan enaklah untuk ukuran buatan Tante Galak," komentar Bintang yang langsung mendapatkan pelototan dari Riv. Bagaimana bisa anak kecil berbicara seperti orang dewasa? Yaampun, semoga anak Riv nanti tidak seperti ini. Bolehlah bersikap dewasa, namun jangan suka nyinyir pada orang.
Riv lalu menatap pada Dan yang seolah menikmati muffin buatannya. Tumben sekali mulut tetangga barunya ini tidak mengeluarkan kalimat yang menyakitkan. Tapi Riv bersyukur, semoga besok-besok seperti ini.
Saat diam seperti itu, Dan memang benar-benar terlihat seperti pangeran. Tampan sekali. Cara makannya pun tertata tidak seperti Riv yang makannya serampangan.
Riv mengamati ayah dan anak yang sedang menikmati kue nya. Bintang hanya memakan dua muffin sedangkan Dan sudah memakan lebih dari tiga. Riv sendiri tidak ikut makan lagi, hanya tadi saat mencicipi.
Drrt Drtt
Ketiganya kompak melihat kearah handphone Riv yang bergetar tanda pesan masuk. Riv langsung mengambil handphonenya.
Praha
Mie ayam depan cafe emang yang paling the best.
Riv tersenyum membaca pesan dari Pra. Jika sudah begini pasti Pra mengajaknya membeli mie ayam langganan mereka.
Me
Mie ayam depan cafe emang yang paling the best apalagi lo yang bayar, hehehe
Praha
Jemput atau berangkat sendiri?
Riv berpikir sejenak, kalau meminta jemput kasihan Pra harus bolak-balik. Kalau berangkat sendiri, naik sepeda itu capek. Tapi kalau naik sepeda badannya bertambah sehat. Yah, naik sepeda memang pilihan terbaik.
Me
Berangkat sendiri deh, kasian lo nya
Pra
Oke. See u
Riv mengangkat pandangannya dari handphone, saat itulah ia menemukan Dan sedang menatapnya dingin. Sedangkan Bintang sudah hilang entah kemana.
"Kenapa?" Tanya Dan.
"Aku mau pulang dulu Om. Ada urusan," pamit Riv seraya mengambil piring yang sudah kosong untuk dicuci. Ah, untung saja bekas membuat rotinya tadi sudah dicuci.
"Kemana?" Tanya Dan lagi.
"Mau ketemu temen."
"Naik?"
"Naik sepeda Om."
"Saya antar!" Itu bukan tawaran namun merupakan perintah mutlak dan Riv tidak bisa menolaknya karena ia juga diuntungkan disini.
Riv menyusul Dan yang sudah berjalan keruang tamu. Di sana ada Bintang yang sedang duduk dengan seorang wanita seumuran mamanya.
"Bi, jagain Bintang dulu ya," ucap Dan kepada wanita tua tersebut yang ternyata asisten rumah tangga di sini.
"Iya den," ucap Bibi dengan tersenyum namun saat memandang Riv senyumnya semakin lebar.
Riv hanya bisa tersenyum kikuk melihat senyuman kelewat lebar milik bibi. Entah kemana tadi bibi, Riv tidak menyadarinya.
"Ayo!" Dan melenggang pergi begitu saja meninggalkan Riv yang masih berdiri di samping sofa.
"Duluan Bi," pamit Riv lalu mengejar Dan setelah menerima balasan dari bibi yang masih saja tersenyum lebar.
"Eh, Om mau naik mobil?" Tanya Riv saat melihat Dan akan membuka mobilnya.
"Ya," jawab Dan lalu membuka mobil miliknya yang buru-buru dicegah oleh Riv.
"Eh gak jadi deh Om. Jaraknya gak jauh-jauh banget kok kalau naik mobil sayang bensin," kata Riv sambil meringis karena Dan menatapnya sambil menyipitkan mata.
"Mau kemana?" Tanya Dan setelah menghela napasnya.
Riv tersenyum lebar lalu berkata, "Cuma mau ke Green Cafe. Deket kok."
Dan menatap Riv lalu tersenyum tipis, sangat-sangat tipis hingga Riv pun tidak menyadarinya. Lalu tanpa berkata-kata lagi Dan mengeluarkan sepeda dari dalam garasi. Riv yang melihatnya melongo.
"Om mau nganterin aku naik sepeda ini?" Riv menatap horor kearah sepeda gunung yang dituntun Dan. Jadi dia harus naik dimana?
"Ya," jawaban Dan benar-benar membuat Riv dongkol.
"T-terus aku naiknya gimana dong Om?" Tanya Riv frustasi. Pasalnya ini sepeda gunung! Tidak ada boncengan di belakangnya, tidak ada untuk panjatan kakinya lalu haruskan Riv naik di depan? Oh tentu Riv tidak mau!
"Depan atau tidak usah pergi," lagi-lagi jawaban Dan membuat hati Riv panas. Apa-apaan tidak usah pergi?!
"Gak usah deh Om. Aku ngambil sepeda di rumah aja," ucap Riv lalu melangkah meninggalkan Dan.
"Kamu," Riv menghentikan langkahnya saat Dan bersuara lalu menoleh dan mengangkat sebelah alisnya. "Tidak jadi, sana pergi!"
Dasar Om Om kampret!
***
"Mendung banget muka lo. Napa dah?"
Baru saja Riv mendudukkan diri di kursi dia sudah dihadiahi pertanyaan menyebalkan dari Pra. Setelah bersepeda di bawah teriknya matahari belum lagi Dan yang membuatnya kesal kini gantian Pra. Huh, salah apa Riv ini kok hidupnya sial sekali.
"Ada Om-Om nyebelin di jalan," ucap Riv lalu menyeruput es miliknya yang telah dipesankan Pra.
"Lo digoda Om-Om gitu?" Tanya Pra seraya menaikkan sebelah alisnya,
"Gak papa lah, kali aja ada yang nyantol sama lo," lanjut Pra kemudian.
"Kok lo gitu sih sama gue? Mau kayak yang lain ngatain gue jomblo?" Sebal Riv, bertambah sebal saat menyadari es nya sudah habis tanpa Riv sadari.
"Lah, Riv itu namanya bukan ngatain tapi berbicara fakta yang ada dan fakta yang ada lo tuh jomblo," ucap Pra disertai tawa.
"Kenapa sih dengan jomblo? Lo sendiri juga jomblo ya jangan ngatain orang," balas Riv. Enak saja Pra bilang dia jomblo sedangkan diri sendiri saja juga jomblo.
"Mana gue tau kenapa dengan jomblo. Yang pasti ya, orang jomblo sering diledekin," kata Pra.
Riv akan membalas perkataan Pra namun mie ayam pesanan Pra sudah datang. Riv tidak pernah bisa menolak mie ayam, apalagi Mie Ayam Pak Mul ini. Wih, rasanya mantap.
Sebelum mendebat Pra, Riv membutuhkan tenaga maka dari itu Riv memilih menghabiskan mie ayamnya dulu begitupula dengan Pra. Karena sebenarnya dia dan Pra sama-sama bucin mie ayam.
Hah, andaikan saja dia dan Pra bucin satu sama lain pasti seru. Mhuehehe.
TBC