Riv tidak pernah menemui seorang laki-laki yang sangat mencintai seorang wanita dengan begitu gilanya. Memang benar, cinta itu buta dan tuli. Riv tidak percaya itu, dulunya. Namun melihat Dan yang sifatnya seperti itu, bisa mencintai seorang dengan begitu gilanya. Membuat Riv sadar, ungkapan itu benar.
"Nih, katanya kalau lagi sedih makan aja cokelat," ujar Riv lalu memberikan cokelat yang dibelinya di minimarket tadi.
Mereka memutuskan mampir di supermarket dekat tempat pasar malam itu diselenggarakan untuk membeli beberapa camilan.
"Jangan makan es krim malam-malam. Gak bagus," beritahu Dan saat Riv sudah siap memakan es krim yang tadi dibelinya.
"Jangan makan cokelat malam-malam. Gak bagus," balas Riv menunjuk cokelat yang dimakan Dan.
"Kamu yang belikan," jawab Dan dengan santai lalu kembali memakan cokelatnya.
Riv mendengus karena perkataan Dan benar. Sepertinya cokelat memang bisa memperbaiki mood dengan cepat. Sekarang Dan sudah bersikap santai, padahal tadi seperti orang sesak napas.
"Om, aku mau nanya tapi om jangan tersinggung," mulai Riv dengan hati-hati.
"Tanya apa?"
"Om, ada masalah yang sampai buat Om kayak tadi dan sebelumnya?" Tanya Riv dengan hati-hati. Melihat Dan yang sering mengkonsumsi obat penenang, tentu saja Riv menebak-nebak.
"Ya, saya pernah cerita malam itu," jawab Dan dengan santai seolah mereka sedang membicarakan nanti siang makan apa ya.
"Masih tentang orang yang om cintai?"
"Ya, didukung dengan mental saya yang sudah rusak sejak kecil," Riv meringis mendengar jawaban Dan, bisa-bisanya Dan menceritakan hal seperti itu pada Riv tanpa prasangka.
"Om, gak takut cerita kayak gini ke aku?"
"Untuk apa takut? Saya rasa, saya harus memberitahu kamu ini,"
"Gimana kalau aku nyebarin ke orang tua aku dan ke orang lain mungkin?" Tanya Riv tidak habis pikir.
"You won't," jawab Dan dengan tegas dan yakin. Riv heran dengan Dan beserta segala sikapnya ini.
"Ya anggap aja aku gak akan. Tapi aku ini orang asing loh, kita kenal juga baru beberapa bulan. Dan dalam waktu sesingkat itu kita juga baru akur akhir-akhir ini," Riv masih berusaha mendapatkan jawaban yang sesuai kemauan hatinya, tapi jawaban apa yang sesuai dengan kemauan hatinya.
"Bukan masalah waktu," balas Dan ambigu. Riv mana paham maksud Dan.
"Maksudnya?"
"Pahami sendiri," Riv mendengus lalu memilih mengabaikan Dan. Lebih enak menikmati es krim daripada berbicara dengan Dan yang pasti pada akhirnya membuat Riv sebal.
***
"Gue tuh bingung Pra. Gak mungkin kan gue suka sama suami orang?"
Pra mendengarkan cerita Riv dengan seksama. Tiba-tiba saja sore ini dirinya dikejutkan dengan telepon dari Riv yang minta dijemput. Sangat jarang hal ini terjadi.
"Bisa jadi. Gue inget ada yang pernah bilang gini: cinta tidak mengenal tempat, mungkin orangnya saja yang salah. Bisa jadi sih emang," balas Pra dengan tenang.
"Tapi Pra, gue tau seberapa cintanya dia sama istrinya," keluh Riv sambil memakan pisang goreng cokelat hasil memalaknya pada Pra.
"Seberapa cintanya emang?"
"Selebar dunia Pra! Cinta banget, gue aja sampai ngiri. Ada ya cowok segitu cintanya sama cewek," papar Riv lebay. Mungkin tidak selebar dunia, tetapi memang besar sekali cintanya Dan pada Lintang.
"Tau darimana lo?" Ledek Pra tidak percaya dengan perkataan Riv.
"Dia yang cerita. Gue sebagai cewek tentu saja tersentuh dong, tapi disaat yang bersamaan gue juga sakit di hati," jelas Riv sembari memperhatikan banyak pasangan yang terlihat bahagia.
"Gue inget, baru beberapa minggu lo cerita kalau lo sebel banget sama Dan. Terus sekarang lo tiba-tiba cerita lo jatuh cinta sama Dan. Kayak begitu emang bener ada ya?" Tanya Pra dengan penasaran. Pra tidak salah sih kalau mengira begitu, Riv juga dulunya anti Dan sekarang malah jatuh cinta. Kurang ajar sekali hati ini.
"Ada, contoh nyata di depan lo ya gue. Gue harus ngelupain perasaan ini sebelum sampai lebih jauh deh Pra," gumam Riv yang masih didengar Pra.
"Kenapa harus ngelupain perasaan lo?"
"YA DIA KAN SUAMI ORANG PRA!" Kesal Riv tetapi beberapa detik kemudian Riv menyesali kekesalannya, bagaimana tidak jika seluruh pengunjung di cafe Pra memandangnya dengan penuh rasa penasaran.
Pra meringis mendengar teriakan Riv lalu memohon maaf kepada para pengunjung yang sekarang memusatkan perhatiannya kepada mereka berdua secara tersirat.
"Gila! Pelanggan gue tuh, kalau kabur gue minta tanggung jawab lo," dumel Pra lalu menarik Riv menuju ruang kerjanya.
Riv duduk di sofa ruang kerja Pra dengan wajah tak bersalahnya sedangkan Pra tidak berhenti bersungut-sungut. Riv sedikit takut sih tetapi gengsi juga.
"Udah kali Pra. Mereka juga bakalan lupa," ujar Riv yang malah mendapat hadiah dari Pra. Iya hadiah, hadiah pelototan yang menakutkan.
Pra menghembuskan napasnya, sabar-sabar. Kalau tidak ingat Riv sahabat perempuan satu-satunya yang sangat ia sayangi mungkin Pra sudah menendang Riv keluar dari cafenya.
"Udah deh cerita Dan-nya. Capek gue capek," keluh Pra lalu mendudukkan dirinya di dekat Riv.
"Pra, jangan bilang kalau lo... cemburu?" Tanya Riv dengan syok.
"Apaan deh?" Pra mengerutkan keningnya mendengar jawaban Riv yang aneh.
"Jangan sok lupa ya lo kutil kuda. Lo pernah nembak gue ya waktu itu!" Jawab Riv dengan kesal melihat Pra yang seperti tidak ingat.
"Lupa gue. Emang pernah? Kapan si?" Tanya Pra seraya menaikturunkan alisnya menggoda Riv.
Riv mendekat ke arah Pra secara tiba-tiba. Lalu memandangi Pra secara intens. Pra yang dipandangi Riv seperti itu merasakan teror pada tubuhnya. Riv tersenyum lalu menggigit pundak Pra membuat Pra terkejut dan berteriak.
"Anjir vampir!" Ujar Pra setelah Riv melepaskan gigitannya dan menjauh.
"Got you, lo sekarang udah jadi vampir soalnya udah gue gigit,"
"Korban novel beneran deh lo!" Ucap Pra seraya menyentil kening Riv. Riv meringis karena sentilan Pra yang sedikit menyakitkan.
Drrt drrt drrt
Mama Cantik is Calling
Riv mengangkat telepon dari mamanya, "Assalamualaikum, ada apa Ma?" Tanya Riv.
"Riv, kabarin Dan sama Pra ya kalau nanti malam diundang Mama ke rumah buat makan malam bareng," jawab Mamanya di seberang sana.
"Aihh, Mama dong yang ngasih tahu tetangga," jawab Riv tidak terima. Mau move on aja sudah ada yang menghalangi.
"Kamu aja kenapa sih?! Mama tuh sibuk di rumah. Masak, bersih-bersih, buat ini buat itu lah kamu disuruh gitu aja gak mau," ceramah Mama Riv membuat Riv menjauhkan teleponnya dari telinga.
"Okey Ma. Waalaikumsalam," Riv menutup teleponnya lalu memberitahu Pra terlebih dahulu sebelum mengirim pesan pada Dan.
"Nanti malam diundang mama makan bareng. Bisa kan?" Tanya Riv memastikan.
"Bisa dong! Makanan gak bisa nolak gue," jawab Pra dengan semangat membuat Riv mendengus.
Riv memutuskan mengirimi pesan Dan sekarang. Jika nanti, takutnya Riv lupa. Duh, mengirim pesan saja Riv sudah merasa gugup sendiri. Jatuh cinta yang menyebalkan.
Me:
Om, diundanga mama makan malam di rumah. Bisa kah?
Dan Tetangga:
Bisa. Tnggu saya
TBC