Gegar otak ringan. Riv menghembuskan napasnya lega karena dari pemeriksaan yang dilakukan, tidak ada hal serius yang dikhawatirkan—untuk saat ini. Karena tidak ada yang bisa menjamin apa yang akan datang di masa depan.
Tangan Dan juga hanya terkilir namun karena Dan yang nekat membawa pulang mobilnya membuat keadaan tangannya bertambah parah dan harus di gips.
Oh, Riv hampir lupa dengan Bintang. Tadi Bintang menelponnya menanyakan kondisi ayahnya. Riv hanya menjawab seadanya karena Bintang yang masih kecil tentu belum paham.
"Dek, nanti kamu yang tungguin Dan di rumah sakit ya!" Itu bukan pertanyaan tetapi pernyataan dan tentu saja pernyataan yang keluar dari mulut Samudera membuat Riv melotot tidak terima. Enak saja!
"Nanti Kakak kamu juga nunggu di sini. Biar Papa pulang nungguin Mama," lanjut Papa Riv melihat anak perempuannya melotot hendak menyanggah.
"Kak Sam aja deh Pa. Kan aku cewek, gak baik tahu di sini. Apalagi ini cowok-cowok semua," alasan masuk akal Riv tetapi papanya tetap pada keputusannya tadi. Riv dan Samudera harus menemani Dan.
"Kenapa harus gue sih?!" Tanya Riv sebal pada Samudera yang sekarang sedang asyik bermain game di ponselnya tentu setelah papanya pulang. Mana berani Riv begitu saat masih ada orang tuanya.
"Kan waktu lo di rumah sakit yang nungguin juga Dan," balas Samudera santai.
"Itu kan beda! Kalau waktu itu kan Om Dan yang nyebabin aku harus dirawat di rumah sakit, sekarang kan bukan salah aku!" Balas Riv kemudian namun dengan suara yang pelan agar hanya dirinya dan Samudera saja yang mendengar. Dan sekarang tertidur.
"Lo yang gak sadar," jawab Samudera ambigu yang tidak bisa diterima oleh otak Riv.
"Tidur sana! Gue mau ke kantin dulu, tadi belum sempet makan," pamit Samudera.
"Salah lo sendiri bucin!" Kata Riv kesal membuat Samudera tertawa pelan lalu mengacak-acak rambut Riv.
Ah, Riv baru sadar dirinya masih menggunakan dress tadi, belum sempat ganti karena kekhawatiran keluarganya pada Dan.
Riv mengamati Dan yang tertidur. Tidak ada wajah datar, tidak ada tatapan tajam dan tidak ada mulut yang senantiasa mengeluarkan kata-kata kasar dan pedas. Hanya Dan yang tertidur. Tidur begini Dan terlihat seperti anak kecil polos yang kesepian, tanpa berkata pun semua orang pasti akan tahu jika sebenarnya Dan menyimpan beban berat entah apa di hidupnya.
"Coba aja kalau kaya gini terus. Kelihatan ganteng kan Om," puji Riv dengan pelan lalu menepuk bibirnya saat tersadar apa yang diucapkan.
"Gak boleh, gak boleh, gak boleh. Bisa bahaya kalau gue beneran naksir, digantung ke pohon tauge sama istrinya kan berabe," gumam Riv lalu mengambil handphonenya. Riv mengetikkan sesuatu di handphonenya.
Me:
Pra, Om Samuderanya gapapa
Send!
Riv lalu mengembalikan handphone ketempat semula tanpa menunggu balasan dari Pra. Mungkin sekarang masih sibuk jadi Riv tidak menunggu balasannya.
Riv menguap lebar saat merasa ngantuk. Biarlah Samudera pergi kemana pun itu semaunya. Nanti jika sudah selesai juga kembali sendiri.
Riv merebahkan tubuhnya di sofa. Kamar VIP ini benar-benar terasa nyaman, sofa ini cukup untuk dirinya. Biarkan Samudera tidur di kursi. Riv memandang Dan sekali lagi lalu benar-benar menutup matanya, jatuh ke alam mimpi.
***
Riv merasa tenggorokannya sangat haus saat ini. Mau bangun dari tidurnya pun sangat malas rasanya namun hausnya sudah sangat tidak tertahankan.
Riv bangun dari posisi tidurnya lalu menguap lebar. Pandangannya menemukan Samudera yang tertidur di kursi yang ukurannya lebih pendek dari sofa ini, Samudera tampak nyaman-nyaman saja tidur di sana.
Riv melangkahkan kakinya menuju dispenser di bangsal ini sambil sesekali menguap dan memperbaiki tatanan rambutnya yang acak kadul.
"Don't," Riv merinding saat mendengar gumaman lirih dari belakangnya lalu buru-buru menandaskan minumnya dan kembali ke sofa untuk tidur.
"Jangan," Riv kembali mendengar erangan penuh kesakitan. Setelah dua kali mendengarnya, Riv sadar sumber suara tersebut. Bukan hantu, melainkan Dan!
Riv melangkah pelan ke arah Dan. Riv melihat keringat membasahi kening Dan. Ekspresi wajah Dan pun tampak kesakitan dengan beberapa kali mengeluarkan erangan lemah.
"Om!" Riv tersentak kaget saat melihat badan Dan yang gemetar dan tangan Dan yang mengepal erat.
"Don't forget me."
"Jang...jangan tinggalin aku."
"Ara, balik ya!"
Riv kaget mendengar ucapan Dan di antara ketidaksadarannya. Juga melihat begitu tersiksanya Dan. Riv takut melihat Dan yang seperti ini melebihi rasa takut Riv saat Dan menatapnya tajam.
Riv menekan tombol yang disediakan rumah sakit untuk memanggil dokter dengan tangan yang gemetar. Riv benar-benar merasa blank, hanya itu yang bisa Riv pikirkan.
"Riv," panggil Samudera yang membuat Riv menghembuskan napasnya lega.
"Kak, takut!" Ucap Riv seraya memeluk Samudera erat. Samudera membalas pelukan adiknya namun tidak berlangsung lama karena Dan juga butuh pertolongan.
"Bentar," Samudera melepaskan pelukannya dari Riv lalu menuju kearah Dan yang masih saja merancaukan tiga kalimat itu.
"Dan, hey are you oke?" Samudera berusaha mengajak bicara Dan namun Dan masih juga tidak sadar.
Riv kembali menghembuskan napasnya lega karena kurang dari satu menit dokter sudah masuk ke bangsal Dan. Samudera menyingkir membiarkan dokter itu memberikan tindakan kepada Dan.
Riv kembali memeluk Samudera, tidak ingin melihat apa yang dokter itu lakukan pada Dan hingga satu menit kemudian Riv tidak mendengar segala rancauan Dan lagi.
Dokter itu menghembuskan napasnya pelan lalu berbicara dengan Samudera setelah melirik Riv sekilas, "Ayo, saya antar bertemu dengan Dokter Nathan!" Ajak Dokter tersebut kepada Samudera.
Samudera mencium puncak kepala Riv sekilas lalu berbicara tanpa suara kearah Riv seolah berkata, 'semua sudah tidak apa-apa.'
Lalu Samudera meninggalkan Riv berdua dengan Dan. Riv masih belum beranjak dari tempatnya, kejadian tadi benar-benar membuat Riv syok. Bahkan kakinya masih terasa lemas hanya untuk digerakkan.
Otaknya masih memutar kejadian tadi, bagaimana Dan merintih dalam tidurnya, bagaimana Dan gemetar, betapa Dan tersiksa dalam ketidaksadarannya. Hal itu membuat Riv bertanya-tanya.
Ada banyak hal yang aneh dalam diri Dan. Ada banyak rahasia dalam hidup Dan. Ada banyak hal yang membuat Riv penasaran mengenai Dan. Mengenai bagaimana bisa Dan seakrab itu dengan keluarganya, seakrab itu dengan Pra, bagaiman keluarganya mengkhawatirkan Dan.
Tidak mungkinkan jika ternyata selama ini Dan adalah kakak Riv? Tidak mungkin, kakak Riv hanya Samudera ataukah tidak mungkinkan kalau Dan adalah pasangan Pra? Itu lebih tidak mungkin. Jadi sebenarnya Dan itu siapa?
Ada apa dengan Dan?
Riv tidak mendapatkan jawaban apapun dari berbagai pertanyaannya. Memandang Dan sejenak lalu berusaha untuk melangkahkan kakinya ke sofa. Berusaha tidur, melupakan apa yang baru saja terjadi. Melupakan pertanyaan mengenai Dan. Melupakan pertanyaan ada apa dengan Dan?
TBC
Tinggalkan jejak:)