webnovel

Memperjelas Hubungan

POV Eleanor

Pertemuan yang sudah dijanjikan olehku kepada Pak Gunawan adalah hari ini. Di mana aku selesai bekerja bersama Ilham, Bintang langsung menjemputku dan kami pergi ke sebuah kafe. Kata Bunda kalau udah jadi milik Bintang, pria itu wajib mengantar jemput aku. Padahal aku adalah wanita mandiri yang sudah terbiasa pergi ke mana-mana sendiri.

Tepat ketika Bintang datang, tidak ada Ilham di sini karena pria itu sudah pergi beberapa menit lalu ketika ada keperluan mendadak di cabang pertama. Kalau dijemput di sana sih Bintang sudah pasti tahu mungkin. Dia akan bertanya banyak hal, bukan maksud tidak mau jujur, tapi hal tidak penting menurut dia ini tidak perlu juga dibicarakan. Lagian Ilham juga bucin banget sama Alika dan nggak mungkin banget dia dan Ilham jadi saling suka.

"Kok aku yang degdegkan ya yang?" Bintang menyadarkan lamunanku ketika memikirkan hal-hal tersebut, dia dan aku masih dalam perjalanan menuju ke kafe.

Beruntung masih ada waktu cukup banyak dan kalau bisa aku sampai lebih dulu dengan Bintang agar kami berdua dapat mengatur sejenak napas kami dan merangkum kata-kata apa yang hendak kami sampaikan pada bosku.

Kafe sudah di depan mata, Bintang segera menepikan motornya saat melihat lahan parkir kosong untuk motornya sendiri. Sementara aku turun melepaskan helm, melihat ke sekitar tidak ada kendaraan milik bosku yang artinya kami benar-benar tiba lebih dulu.

"Kenapa sayang?" Bintang bertanya padaku setelah ia membenarkan letak helm kami.

Aku tersenyum, lalu menggeleng samar sebelum meraih lengannya untuk kugandeng. "Nggak apa-apa, kita masuk dulu deh yuk."

Bintang tidak berkomentar lagi, ia mengikutiku ke dalam kafe. Lantas kami memilih tempat duduk yang jauh dari keramaian. Sore-sore seperti ini, kafe ramai dengan pengunjung anak kuliahan karena tempat ini juga dekat dengan kampus.

"Kamu mau pesen minum?" tanyaku seraya menatap ke arah Bintang karena kalau dia mau, maka aku akan pergi ke kasir untuk memesankan kami berdua selagi menunggu bosku.

"Boleh." Bintang langsung mengeluarkan dompetnya dan memberikan selembaran uang seratus ribu kepadaku. "Kamu pesan juga ya, aku Caramel Macchiato kalau ada, kalau nggak ada terserah bisa disamain dengan kamu yang," tutur Bintang sambil tersenyum manis.

Aku pun segera beranjak dari sana. Meninggalkan Bintang sendirian dan melihat menu-menu di kasir sebelum mengatakan pesananku.

"Caramel Macchiato dua sama cake rainbow ini ya, Kak. Berapa?" ucapku seraya tersenyum ramah ke arah Mbak kasirnya.

"Totalnya jadi..."

"Eleanor, kamu sudah datang saja di sini? Ke mana orangnya? Kok sendirian?" celetuk Pak Gunawan yang tiba-tiba datang menghampiriku dan membuat Mbak kasirnya harus memperhatikan kami berdua.

Aku terdiam bingung, kemudian melihat ke belakangku yang ternyata sudah ada beberapa pembeli mengantri. "Berapa tadi totalnya, Kak?" Aku mengabaikan Pak Gunawan sejenak, membayar terlebih dahulu dan menyebutkan namaku ketika mbaknya bertanya.

"Terima kasih Kak, silakan duduk nanti saya antarkan pesanannya."

Aku menganggukkan kepala dan tersenyum ramah, lalu menarik bosku agar menjauh dari sana dan tidak enak menutupi kasir serta pembeli lain.

"Di mana Elea? Kamu menepati janji, kan? Nggak sendirian datang ke sini?" tanya beliau lagi yang tampak celingukan mencari sosok asing yang mungkin duduk sendirian.

"Nggak Pak. Dia ada di sana. Bapak mau ketemu? Seperti perjanjian kita, kan?" sungutku seraya menatap Pak Gunawan dan tidak benar-benar memberitahunya langsung terlebih dahulu.

"Iya iya, yang penting sekarang ketemu dulu, Bapak sudah penasaran Elea."

Aku tersenyum manis. Lalu menggeleng samar.

"Kenapa kamu geleng-geleng?"

"Perjanjiannya dulu dong, Pak." Aku menyodorkan tangan seperti menagih janji, sementara Pak Gunawan menghela napas panjang, beliau duduk sejenak di kursi yang ada di dekat kami, lantas mengeluarkan selembar kertas yang sudah kami sepakati di mana ada beberapa isi undang-undangnya serta benefit yang bisa ku dapatkan darinya.

"Kamu ini masih enggak percaya sama bosmu sendiri?" tukasnya heran.

"Bukan begitu, kan lebih enak kayak gini."

Aku membaca dengan teliti. Termasuk akan gaji dan liburan yang akan kuambil ketika Nuca kembali, karena aku juga ingin liburan tanpa memotong masa cuti lalu bisa menepati janjiku kepada Ayah. Benar-benar pintar, kan yang kuminta sangat-sangat bermanfaat.

"Terima kasih Pak. Sekarang ikut saya, kita akan bertemu dengannya yang sudah menunggu Bapak." Aku segera menunjukkan sosok Bintang. Di mana pria itu sudah memperhatikan kami sejak tadi dan sepertinya dia berpura-pura tidak melihat kehadiran kami saat langkahku hampir mendekatinya.

"Bintang, ini dia bosku sudah datang dan Pak Gunawan, ini Bintang yang anda cari-cari. Selamat," ucapku dengan senyuman lebar begitu mempertemukan mereka berdua yang langsung berdiri dan berjabat tangan. Aku bisa melihat ekspresi Bintang yang sangat lihai berpura-pura dan ekspresi Pak Gunawan yang tampaknya sangat senang setelah menanti waktu cukup lama, penulis misterius yang ingin sekali ia temui sudah berada di depannya. Lebih tepatnya anak dari penulis misterius itu.

"Bintang, terima kasih karena ingin bertemu dengan saya." Bintang memerankan peran bundanya. Lalu ia mempersilakan Pak Gunawan untuk duduk dan bergabung menjadi satu meja di meja kami ini.

Sementara Pak Gunawan juga berkata. "Terima kasih juga, saya tidak menyangka bahwa yang ada di depan saya ini adalah penulis terkenal misterius itu," tutur Pak Gunawan seraya tersenyum sumringah. "Kalau boleh tahu bagaimana caranya anda bisa mengajukan kerjasama di perusahaan saya sedangkan dulu saya ingin mengajak anda bekerjasama sangat susah sekali."

Bintang berdeham pelan, aku tidak mau ikut menjawab perihal ini dan kubiarkan saja Bintang memilih jawabannya sendiri. Tentu saja dia pasti sudah diberi tahu poin-poin penting oleh Bunda Dewi untuk memberikan jawaban yang tepat dan tidak mencurigakan.

"Saya tertarik dengan kerjasama di perusahaan Bapak karena saya menyukai Eleanor sejak lama."

Aku melongo ketika Bintang memiliki jawaban seperti itu. Sejak lama dari mana? Kita kenal saja karena Bunda Dewi. Kita bertemu karena pertemuanku dengan Bunda Dewi juga.

Sekilas aku melihat ekspresi Pak Gunawan yang juga melirik ke arahku. Dia tersenyum, lalu tertawa pelan. "Ah, pantas anda mengirim bunga untuk karyawan terbaik saya ini. Saya sudah menduga bahwa anda memiliki perasaan dengan Eleanor. Dia masih jomlo kok. Nggak apa-apa dipepet saja."

Dalam hati aku ingin tertawa. Tapi sayangnya aku harus memalingkan wajah terlebih dahulu untuk menahan tawa yang hendak meledak. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu ketika aku bersama Bintang bahkan sudah bersama. Aku yakin, sebentar lagi Bintang akan membuat Pak Gunawan semakin bingung.

"Permisi, ini pesanannya. Selamat menikmati."

Sejenak harus terjeda karena pesananku dan Bintang sudah tiba sebelum pada akhirnya Pak Gunawan membuka suara lagi.

"Kalian pesan duluan ya? Wah, Eleanor enggak pesenin saya nih?" celetuknya ditambahkan sebuah kekehan kecil.

"Eleanor pesan karena saya yang suruh Pak. Dan sebenarnya kami sudah saling mencintai."

"Apa?!"

Aku mengusah wajah dan berpaling lagi. Pekikan dan tatapan bingung Pak Gunawan sudah terbaca sangat jelas. Tapi aku tidak mau ikut menjelaskan, biarkan saja Bintang yang paling ahli dalam memperjelas hubungan kita.