webnovel

Kejutan Bunda Dewi

Bintang itu lucu. Berada di dekatnya seperti ada kupu-kupu menggelitiki perut Eleanor. Mungkin ini caranya memikat wanita. Dia membawa motor matic, katanya disuruh bundanya.

"Iya, tadi Bunda bilang gitu. Siapa tahu kalau pakai motornya Bunda ini lo jadi mau boncengan sama gue gitu. Soalnya Bunda nanya apa lo udah naik motor gue yang biasa  gue bawa itu, gue bilang belum. Trus akhirnya dipaksa dong bawa motor dia," kata Bintang yang bercerita panjang lebar hingga membuat senyum lebar di bibir Eleanor tidak pernah bisa berhenti, sebab terlalu menikmati kebahagiaan bersama Bintang selama perjalanan.

"Nanti gue bilang makasih ke Bunda." Eleanor menatap Bintang dari samping. "Soalnya gue emang lagi males bawa motor sendiri, trus enakan pakai motor ini lebih enggak capek pas dibonceng, karena kalau motor lo tuh pasti bikin capek dan harus meluk lo kayak gini," tutur Eleanor seraya menunjukkan bagaimana ia memeluk Bintang dari belakang.

Bintang terpaku, ia tersenyum lembut dan memegang kedua tangan Anna yang berada dalam lingkaran pinggangnya. "Meluknya dilamain sampai rumah, ya?" ucap Bintang tapi tak mendapatkan respons dari Eleanor selain tetap berada di posisi yang sama.

Kenyataannya, Eleanor betah memeluk Bintang hingga mereka memasuki sebuah rumah yang langsung disambut oleh asisten rumah Bintang. Pria itu segera memarkirkan motornya di garasi setelah menurunkan Eleanor lebih dulu agar wanita itu dapat masuk ke dalam dan lekas bertemu mamanya.

"Selamat sore, Tante, Om." Eleanor memberi sapaan sambil membungkuk untuk mencium punggung tangan mereka terlebih dahulu.

Di belakangnya, Bintang juga melakukan hal yang sama.

"Sore, Elea. Habis pulang kerja ya, langsung ke sini?" tanya Ardan, Papa Bintang dengan sangat ramah.

"Eleanor pulang dulu kok tadi, mandi dulu soalnya sebelum ke sini." Eleanor tersenyum lembut, ia dipersilakan duduk oleh Bunda Bintang. Sementara Bintang pergi ke dapur untuk membuatkan minuman, membantu bibi yang sudah meracik di dalam.

"Bentar ya, Ele. Bunda mau ngambil sesuatu dulu. Kamu ngobrol sama Papa Bintang dulu, ya." Bunda Dewi pamit ke belakang, katanya ada yang perlu diambil. Entahlah, Eleanor hanya manggut-manggut saja.

Tersisa hanya dirinya bersama Ardan. Sebuah pertanyaan dari Ardan secara random, ingin tahu apa saja kegiatan Eleanor selama dia bekerja. Ingin tahu hal-hal kecil tentang latar belakang Eleanor.

"Kapan-kapan saya main ke rumah kamu deh, nanti biar bisa kenalan sana Bapak kamu, ya?"

Eleanor tersenyum lebar sambil mengangguk perlahan. "Boleh Om, ditunggu. Sekalian lamaran itu ya Om ceritanya? Hehehe."

"Wah, Amin nih. Maksudnya ngelamar Nak Ele, kan? Mau banget punya menantu kayak Nak Eleanor. Ya, nggak Bintang?" seru Ardan seraya minta pendapat Bintang yang baru saja dari dapur, ia sedang meletakkan satu persatu minuman ke atas meja.

"Apanya yang iya, Pa?" Bintang balik bertanya sebelum ia mengambil duduk di sisi papanya.

"Ah, kamu telat sih. Ada deh pokoknya, kamu mau enggak?" seru Ardan yang membuat Eleanor tersenyum geli karena papanya Bintang ternyata menyenangkan juga.

"Loh, kok gitu Pa? Aku nggak disuruh ngapa-ngapain kan kalau mengiyakan? Papa biasanya curang soalnya." Bintang menatap Ardan dengan selidik.

"Enggaklah, emang kamu tahu apaan? Kalau enggak ya udah, boleh percaya, boleh enggak, ya kan Elea?" seru Ardan balik sambil meraih minumannya dan menyuruh Eleanor tidak boleh sungkan jika ikut minum dan mengambil suguhannya ini.

"Loh, loh, ini pada bahas apaan kok ramai-ramai sampai kedengeran Bunda di kamar loh," seruan itu datang dari arah lain, siapa lagi kalau bukan Bunda Dewi. Beliau membawa laptop di lengannya sambil berjalan ke arah mereka semua yang tengah berkumpul.

Sebelum Bunda Dewi duduk, ia berdiri di sebelah Eleanor. "Bunda nyuruh Elea ke sini karena Bunda emang ada perlu sama dia, ya. Jadi ayo, Elea-nya dipinjem Bunda dulu ya," sungut Bunda seraya meraih pergelangan tangan Eleanor yang kecil dan pas pada genggaman tangan Bunda.

"Dadah, Bintang, Om," kata Eleanor seraya melambaikan tangannya yang bebas.

"Iya, hati-hati cantik!" seru Bintang membalas lambaian tangan Eleanor yang kini sudah dibawa Bunda pergi.

Mereka berdua menghentikan langkahnya di taman belakang rumah, terdapat meja serta dua kursi dapat mereka tempati. Di sana Bunda meminta asisten rumah ini membawakan minuman serta camilan untuk mereka berdua. Eleanor awalnya bingung, ada perlu apa Bunda Dewi membawanya ke sini? Hanya saja Eleanor tidak langsung bertanya selain mengekorinya saja.

"Bunda mau nunjukkin kamu sesuatu," ucap Bunda seraya menyalakan laptopnya terlebih dahulu.

"Apa tuh Bun? Kok Elea jadi degdegkan gini kayak mau dikasih kejutan, hehehe." Eleanor mencoba untuk mencairkan suasana sambil memperhatikan apa yang tengah Bunda Dewi lakukan.

Setelah laptopnya menyala, ia menatap Eleanor sejenak sebelum kembali menghadap layar laptopnya. Eleanor telah dibuat penasaran hingga ia menggeser tempat duduk agar dapat melihat layar laptop Bunda Dewi dengan jelas tanpa perlu mengintip-intip.

"Ini yang mau Bunda kasih tunjuk ke kamu, Eleanor."

Mata Eleanor melebar tak percaya dengan pemandangan yang baru saja ia saksikan ini. Dia sampai mendekatkan laptop tersebut ke hadapannya untuk membaca secara teliti keterangan di sana. Lalu ditunjukkan pada bukti-bukti lain sebagai penguat bahwa ini adalah kenyataannya.

"Bunda..." Eleanor membekap mulutnya, ia menoleh ke arah Bunda yang ditatap dengan lembut.

"Iya sayang?" Bunda tersenyum manis.

"Jadi ini Bunda?" tanya Eleanor lagi, ia menatap lurus-lurus kedua bola mata Bunda Dewi yang indah.

"Iya, ini Bunda yang sebenarnya. Nama itu sudah lama sebelum Bintang lahir, karena Bunda emang suka sama Bintang di langit, jadi anak Bunda sekalian dikasih nama Bintang," jawab Bunda Dewi sepenuh hati.

Eleanor berdecak kagum, ia sempat tertawa kecil, lalu ingin memeluk Dewi dari samping yang dibalas oleh wanita itu juga dalam pelukan hangatnya. "Kaget, ya? Bunda nyuruh kamu ke sini biar kamu tahu." Dewi mengusap puncak kepala Eleanor, dia benar-benar wanita yang lembut dan penyayang. Menjadi anaknya pasti akan mendapatkan kebahagiaan tersendiri.

"Nggak kaget lagi Bun, tapi ini beneran nggak nyangka aja. Kata Pak Gunawan dulu beliau mau mengajukan kerjasama dengan Bunda tapi Bunda nggak kasih kabar balik, trus ternyata Bunda datang sendiri pakai nyebut aku yang harus tanganin. Awalnya aku curiga sama Bintang Bun, tapi nggak mungkin juga. Ternyata ini Bunda sendiri, hehehe." Eleanor berceloteh panjang lebar.

"Oke, sekarang kan sudah bertemu dengan kamu. Yang ngerjain layout ini siapa sayang?" tanya Bunda yang kali ini membuat Eleanor jadi bungkam karena bukan dia yang mengerjakan desain layout tersebut, tapi secara keseluruhan dia sudah ikut memeriksanya dan memastikan bahwa layout tersebut tidak ada yang bermasalah.

"Uhm... Jadi sebenarnya waktu itu Elea lagi ada kerjaan di luar, dan Elea punya anak magang, namanya Alika trus dia kan tugasnya masih di kantor jadi Elea kasih kesempatan buat kerjain layout ini Bunda..."

"Alika?" Bunda bertanya perihal nama yang mungkin ia salah dengar.

"Iya Bun, Alika. Bunda kenal, ya? Katanya itu masa lalu Bintang."