Sedetik setelahnya, Kelvin kembali menyapu pandang lantaran tak percaya gadis yang selama ini ia cari, kini malah berdiri dihadapannya tiada perlu ia sadari. Tampak wajahnya masih saja begitu lugu persis seperti awal Kelvin bertemu, matanya begitu sendu lalu ikut menurunkan pandangannya seketika lantaran malu.
"Siapa nama mu?" tanya Kelvin setelah kembali mengangkat pandangannya, namun kali ini matanya kian berkaca-kaca, lantaran baginya ia bagaikan obat penenang sehingga tiada mampu Kelvin biarkan gadis itu kembali menghilang.
"Adelia khansa..." katanya begitu halus, namun setiap kata yang terucap dari mulut basah Adelia seakan membuat hati Kelvin berdebar. Maka lengang tanpa terdengar lagi sebuah perkataan diantara keduanya, hanya deru angin yang berbisik pelan mengiri keheningan, satu dua dari sekian banyaknya burung burung itupun ikut tampak berterbangan di atasnya hingga menggoyangkan puluhan ilalang yang tumbuh berjejer disetiap jalan pematang, sedangkan langit sudah memancarkan pelupuk cahaya jingganya, betapa keindahan ini jarang sekali Kelvin temui, terlebih saat Kelvin mulai mengulurkan tangannya hanya untuk Adelia saja, sambil menampakan sebuah senyuman yang membuat hati gadis berkerudung hitam itupun agak merasa senang kala menerimanya, matanya yang bening kini kian bercampu dengan sorot keindahan cahaya merah senja hingga menambah kesan magis pada kecantikannya. sejujurnya baru kali ini Kelvin bersikap manis kepada seorang gadis dan tidak tahu pula apa saja yang harus dilakukan seorang lelaki agar bisa membuat hatinya merasa bahagia. 'Ah entahlah aku bukan seorang budak cinta.'
Kakinya berjalan menaiki setiap permukaan anak-anak tangga menuju sebuah gerbang gapura tiada seorang penjaga, disusul oleh puluhan dedaunan kering yang kian jatuh saling berguguran lantaran tersibak oleh hembusan angin kencang, maka tampak pula pada jelaga gadis itu persis seperti pemandangan yang ada pada lukisan China, seolah ada sumber cahaya disana. "Tempat apa ini?" tanya nya. Namun Kelvin hanya menjawabnya dengan isyarat gelengan kepala. Lalu, Adelia kembali melanjutkan setiap dekapan langkahnya sambil menggenggam erat sebuah uluran tangan dari seorang pria yang terlihat gagah dan muda, kini Kelvin kian membawanya menelusuri setiap rumah-rumah pemukiman warga, melewati setiap para pedagang yang berjejer tengah menjajakan barang barang dagangannya mulai dari barang antik, makanan khas negeri perbukitan, manisan, serta melihat-lihat aksi dari seorang pesulap.
Hari itu Kelvin sukses membuat Adelia tertawa lepas, mukanya tampak berseri. Namun tetap saja ada satu hal yang mengganjal dalam hati. 'Akankah gadis itu akan selamanya bersama?, benarkah pertemuannya itu hanya berlangsung sementara?' keluh Kelvin dalam hati.
"Ada apa?" tanya Adelia menurunkan senyumannya.
"Tolong, kau jangan dulu pulang ya!" pinta Kelvin penuh harap, lantaran rasa takut akan kesepiannya terulang kembali seperti apa yang sudah-sudah ia rasakan selama 20 tahun silam dalam kesendiriannya yang tidak terlalu dipedulikan orang.
"Kau tenang saja tuan, mari bantu aku mencari penginapan!" ajaknya, tersenyum dengan tulus, sementara matanya tampak begitu antusias lalu berbalik kembali pada sebuah rumah yang terpajang ukiran kata-kata, maka sontak saja jari telunjuk Adelia tampak ia arahkan dengan manja, tatkala seperti seorang anak kecil yang meronta ingin dibelikan sebuah mainan kepada orang tuanya.
'Penginapan'. Lihatlah tempatnya begitu amat ramah lingkungan, hampir seluruhnya terbuat dari kayu sementara halamannya terdapat sebuah sungai yang mengalir langsung dari atas puncak perbukitan, ditambah dengan sebuah taman yang hampir seluruhnya dibawah lindungan pohon pinus yang tumbuh tinggi menjulang. Lantas seorang gadis muda menyambut kehadiran Kelvin serta langsung saja diberikannya sebuah kunci penginapan.
"Terimakasih..." kata Adelia terdengar begitu manis dan polos. Maka langsung diantarkan pula ke sebuah ruangan diantara sekian banyaknya 90 pintu yang terpahat dari ukiran kayu.
"Jaga dirimu disini ya, nanti aku akan kembali!" kata Kelvin agak sedikit tergugup lantaran ia sendiri pun tidak memiliki tempat tinggal untuk dijadikan sebuah penginapan.
"Kenapa tidak tinggal bersama ku saja?" tanya Adelia hingga membuat Kelvin agak sedikit gelagapan. "Kenapa?" lanjutnya lagi.
"Ah tidak, aku sudah disuruh oleh seseorang untuk menjaga keamanan mushola agar tetap aman." Kelvin menjawab sambil menyapu pandang. Lalu berjalan meninggalkan Adelia sambil melambaikan tangan.
Padahal banyak kata-kata yang kerapkali ingin gadis itu sampaikan. Namun entah mengapa setelah berjumpa maka hilang pula kata-kata itu, satu hal yang ia ingat bahwa Kelvin adalah seorang putra yang terlahir dari keluarga pimpinan wali kota di negeri hujan, dan seorang pemuda berjas hitam, wajahnya hampir seperti Kelvin yang sengaja datang padanya saat tengah duduk-duduk saja diantara tataan kursi-kursi taman itu yang tak lain ialah adik Kelvin sendiri, tampak dahulu ia hendak meminang Adelia sambil membawakan sekantum bunga, akan tetapi sayang gadis itu malah menolaknya, lantaran cintanya yang hanya untuk seorang preman yang kesepian. Ya cinta lantaran kasihan, bukan alasan sukar tiada bisa Adelia lupakan (rindu). Ah sudahlah mungkin suatu saat nanti Adelia bisa mengatakannya lagi, dikala ada kesempatan berjumpa dengannya dilain hari.