Jakarta, Indonesia
Enam tahun kemudian . . .
Tepat pukul sepuluh tiga puluh menit waktu Indonesia bagian barat bel sekolah taman kanak-kanak Pertiwi sudah berbunyi. Pintu gerbang sekolah segera terbuka dan satpam mulai menerapkan kewaspadaan sekaligus mengajak para murid mengikuti peraturan sekolah. Yaitu dengan menoleh ke kanan lalu ke kiri sebelum menyeberang jalan untuk menjumpai orang tua mereka dengan cara bernyanyi. Tapi berbeda dengan gadis cilik yang memilih berdiam diri menunggu teman-temannya menyeberang. Tangan mungil bocah cantik berusia lima tahun itu berakhir pada sosok wanita cantik berusia dua puluh enam tahun, rambut di cat cokelat kemerahan dan memiliki mata bulat indah yang sudah berjanji untuk menjemput.
"Bunda!" teriak putri kecil bernama Shaila Marcella kepada ibunya di seberang jalan sana.
"Hai sayang, tunggu bunda ke situ!" Yoanna menahan agar putrinya tetap diam, ia tidak ingin Shaila terserempet mobil seperti beberapa bulan lalu akibat kelalaian Yoanna.
Senyum Shaila tidak seperti biasanya. Shaila kegirangan Karena mendapati Yoanna menepati janji untuk rutin mengantar sekaligus menjemputnya. Shaila langsung melonjak-lonjak karena bukan hanya Yoanna akan memeluknya tetapi sebuah boneka leopard kecil yang dibawa Yoanna.
"Asyik, bunda bawa Leon ke sini?" rasa antusias Shaila sangat berharga bagi Yoanna.
"Iya dong," Yoanna menyentuh ujung hidung mancung putrinya dengan jari telunjuk. "Kan bunda udah janji mau bawa Leon ikut jemput putri centilnya bunda ini."
Shaila terkekeh geli karena Yoanna mendaratkan kecupan di leher sekaligus menggelitik pinggang Shaila. Mereka sempat berdiskusi tentang menu makan siang hari ini serta acara nonton televisi setelah Shaila belajar. Waktu sudah menyita kebersamaan Yoanna dan Shaila karena pekerjaan Yoanna yang semakin menumpuk, apalagi setelah Yoanna membiayai pengobatan Shaila selama satu bulan di rumah sakit tentu itu menguras semua tabungan, rumah dan juga mobil Yoanna. Tapi berkat kerja keras Yoanna masih bisa memiliki mobil meski itu hanya barang bekas. Tidak masalah bagi Yoanna daripada harus kepanasan dan berjalan kaki.
Di dalam mobil Yoanna ikut menyanyikan lagu-lagu yang sudah dipopulerkan pihak sekolah Shaila. Mereka saling bersorak karena sudah satu Minggu semenjak Shaila mulai bersekolah kembali mereka lebih sering bersama. Menghabiskan waktu saat Yoanna berada di rumah dan saat-saat seperti ini.
"Bunda?" tanya Shaila tiba-tiba berhenti bernyanyi.
Yoanna menoleh sekilas kemudian kembali pada jalanan. "Ya sayang! Ada apa?"
"Sebentar lagi sekolah Shaila ada perpisahan. Bunda datang kan?" harap-harap cemas Shaila memeluk boneka leopard nya.
"Em..." Yoanna sengaja menggoda putrinya. "Pasti dong Nona Superman Shila! Bunda Superman pasti datang!"
Mulai lagi Shaila tertawa geli melihat Yoanna berlenggok dan merubah nada tinggi pada suaranya menirukan seorang laki-laki.
"Bunda?" rintih Shaila mengutak-atik mata yang tertempel pada bonekanya.
"Ya sayang."
"Kenapa sih aku nggak pernah ketemu ayah?"
Deg. Yoanna tercekat mendengar pertanyaan Shaila.
"Seperti temen-temen Shila yang lain? Kalau mereka liburan pasti temen-temen Shaila punya cerita tentang Mama dan Papa, bunda dan ayahnya. Kita juga bisa kayak gitu kan bunda?"
Yoanna memasang wajah semringah meski sebenarnya ia ingin menampar wajahnya sendiri, Yoanna pun ingin meneriakkan tentang bagaimana semua jalan yang baru saja ditempatkan untuknya bisa berlangsung dengan mudah.
"Oh ya, mereka juga sering lho beli mainan baru. Nanti Shaila bakal dapet hadiah juga kan dari bunda?" titik semangat pada diri Shaila masih berada di sana, di antara wajah yang memasang harapan kepada Yoanna.
Segera Yoanna mengangguk. "Pasti dong sayang, pasti nanti bunda beli mainan yang buanyak... Banget buat Shaila."
Sontak Shaila menepuk tangannya. Gadis mungil itu memamerkan keindahan deretan gigi susu. Hal itu terlalu menyayat hati Yoanna karena diusia Shaila yang masih sangat kecil harus merasakan apa itu kesalahan Yoanna. Takdir yang terbentuk tidak sesuai pada umumnya anak-anak lain, Shaila harus ikut andil dalam waktu yang mengurung Yoanna pada pertikaian hidup semenjak kehamilan. Ingin rasanya Yoanna mencabik masa lalu itu, kenangan dan kesalahan fatal karena Yoanna menuruti perintah busuk di dalam otaknya hingga terjadi malam sejarah bersama seorang pria. Pria yang sangat mirip dengan raut wajah Shaila, mata dan bibir indah itu selalu terbayang di benak Yoanna. Tentang nama 'Jee' di kehidupan Yoanna.
Selama beberapa menit Yoanna mulai membelokkan mobilnya di kompleks baru tempatnya tinggal. Yoanna sudah menjual rumah mewahnya demi pengobatan Shaila karena sempat koma selama beberapa bulan dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawa Shaila. Di perumahan baru sederhana itu Yoanna memarkirkan mobil disusul teriakan keras Shaila menyambut kedatangan Talitha Gunawan. Sahabat Yoanna sejak SMA. Talitha berlari kecil menghampiri Yoanna dan Shaila.
"Hai keponakan tante Superman," Talitha menggendong tubuh Shaila. "Ugh... Kamu udah mulai berat ya sekarang?"
"Jelas dong tante, kan Shaila nggak pernah telat makan karena Shaila pingin cepet gede. Biar bisa kayak bunda jadi fotografer handal atau om Superman yang kuat." sikap polos Shaila membuat Yoanna dan Talitha tersenyum, mereka gemas dengan tingkah laku Shaila.
"Oh, jadi nanti kamu bisa dibilang 'si Shaila Superman' dong?" Thalita tergelitik oleh tawa Shaila.
"Ya udah kita masuk yuk! Nggak enak dilitain tetangga, mereka hobi julid." Yoanna memotong pembicaraan Shaila dan Talitha serta melepas kacamata hitamnya dan berjalan menuju pintu rumah.
Karena rumah yang sekarang ditempati masih terbilang baru Yoanna belum melengkapi perabotan rumah dan Yoanna masih menggunakan kursi sederhana bekas pemilik rumah. Lalu Yoanna segera menuju dapur untuk membuat minuman sekaligus menyiapkan makan siang untuk Shaila dan Talitha.
"Aku punya job baru," tiba-tiba Talitha menepuk pundak Yoanna. "Dan ini lebih menghasilkan daripada tempat kamu bekerja sekarang!"
Yoanna tersenyum miring. "Job apa? Motret unggas? Kamu pikir aku sekolah tinggi-tinggi ilmu seni dan fotografi cuma buat fotoin anak ayam? Ck, nasib apes emang selalu ngintip hidup aku deh kayaknya."
"Sembarangan! Kemarin itu kan aku nggak tau kalau kamu cuma disuruh motret anak ayam doang. Ini tuh menggiurkan Yo." iming-iming Talitha sambil menguras isi toples di meja makan.
Yoanna mengangkat kedua bahu menandakan ia belum yakin dengan tawaran Talitha,
"Ini aku serius ya, perusahaan ini tuh masih terbilang baru banget tapi mereka udah menggaet model-model papan atas Eropa." jelas Talitha mulai bernafsu untuk menarik Yoanna menjadi salah satu bagian di perusahaan tersebut.
"Nggak cuma produksi film tapi mereka juga ngajarin tentang skill fotografi Yo. Keren kan?" Talitha tersedak karena hampir tertawa.
"Oh, jadi kamu berpendapat aku ini masih amatiran ya? Oke, oke. Aku ngerti sekarang, berengsek kamu!" Yoanna melempar irisan wortel ke wajah Talitha.
"Ya nggak gitu Yo, kan kita temen jadi sudah sepantasnya kita itu saling membantu. Kamu nggak pengen kasih fasilitas yang oke buat Shaila? Mainan yang banyak, sekolah tinggi dan kalau bisa dia itu lebih hebat dari kamu Yo." Talitha mulai memperjelas niatnya memberikan berita tentang lowongan pekerjaan untuk Yoanna.
Nampak Yoanna berhenti memotong sayuran. Kedua tangannya menekan sisi meja dan mendongak karena memikirkan apa yang baru saja Talitha ucapkan.
"Kamu nggak sendirian kok, ada aku. Aku terima tawaran mereka jadi model majalah dewasa mereka." bisik Talitha agar tidak ada yang mendengar.
"APA?" sontak Yoanna terbelalak. "Nggak salah tuh? Ini beneran kamu kan yang dateng ke rumah? Bukan jelmaan setan?"
"Eh sialan, beneran lah. Ini aku Talitha sahabat kamu sejak SMA, tapi kamu bisa anggap aku setan seksi kok." terang Talitha memukul lengan Yoanna.
"Edan. Nggak, aku nggak mau jadi fotografer menjijikkan itu lagi, cukup pengalaman pertama pahit aku di Jerman dulu." Yoanna nampak tidak sadar dengan ucapannya.
Pernyataan Yoanna tentu membuat Talitha heran juga terkejut. Mereka saling menatap satu sama lain. "Kamu pernah jadi fotografer majalah dewasa? Serius kamu Yo?" kedua bola mata Talitha menyelidik.
Yoanna mengangkat kedua alis. "Hm... Ya, aku pernah terjun ke dunia fotografer majalah dewasa. Tapi cuma satu bulan Li."
"Terus kenapa kamu berhenti? Karena kamu hamil? Atau karena--"
"Kepo." balas Yoanna menampar ringan pipi merah Talitha.
Kemudian Talitha tidak percaya dengan mudah penuturan Yoanna jika honor di sana terlalu kecil hingga Yoanna memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Tapi lantas Yoanna tidak kehilangan ide lain karena Yoanna membuat alasan tepat karena kehamilannya. Ya, setidaknya itu cukup untuk membungkam pertanyaan lain dari Talitha.
[...]
Rutinitas Yoanna kembali normal dan Yoanna sudah mengatur beberapa jadwal pemotretan dan itu disetujui oleh pihak atasan. Karena memang Yoanna memiliki jam kerja konsisten itu cukup untuk membayar waktu yang sempat hilang karena mengurus Shaila di rumah sakit. Tentun Yoanna sangat bersyukur karena perusahaan tempatnya bekerja tidak menendangnya sampai Yoanna kelabakan. Itu sebabnya Yoanna masih bertahan di sana meski gaji pokok belum bisa memenuhi kebutuhan dan obat-obatan Shaila yang memang harus ditebus setiap bulannya. Obat untuk meredakan rasa sakit Shaila saat kepalanya mulai terasa sakit akibat benturan keras saat kecelakaan. Dokter mendiagnosis jika Shaila mengalami gegar otak parah.
Di dalam ruang pemotretan. Yoanna duduk di atas kursi kecil setelah mengemasi tripod dan kemera DSLR-nya, tidak lama kemudian Yoanna hanya mengangguk kecil namun menolak ajakan rekan kerjanya menikmati hidangan makan malam. Yoanna merasa pikirannya terlalu lelah karena bulan ini dokter mengganti dosis serta jenis obat untuk Shaila, tentu itu lebih mahal dari biasanya karena akan berdampak negatif jika Shaila masih mengonsumsi obat yang sekarang.
"Dari mana aku dapet duit sebesar ini? Cicilan mobil dan rumah gimana? Masa aku harus ngutang terus ke Talitha?" gumam Yoanna menatap selembar kertas resep dari dokter Shaila.
Lamunan Yoanna terhenti saat ponselnya berdering dan nama pengasuh Shaila menelpon.
"Ada apa mbak?" Yoanna bangkit dan menjumput tas ransel berisi kamera dan peralatan lainnya.
"Maaf bu ganggu, tapi Shaila ngeluh sakit kepala lagi. Tadi Shaila udah minum obat, dan belajar nggak terlalu lama tapi tiba-tiba..."
"Tunggu sampai aku pulang! Kalau Shaila udah teriak-teriak kamu bawa ke rumah sakit nanti aku nyusul!" perintah Yoanna sambil berlari menuju tempat parkir.
Yoanna tidak ingat apa-apa lagi ketika mendengar sesuatu terjadi pada Shaila. Bahkan Yoanna pernah meninggalkan pemotretan saat masih berlangsung dan Yoanna tidak ragu akan kehilangan pekerjaan. Dan malam ini Yoanna benar-benar panik sampai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Saat diperjalanan Yoanna mendapat pesan singkat jika Shaila sudah dibawa ke rumah sakit dengan bantuan Talitha. Langsung saja Yoanna segera merubah rute dan Yoanna menuju rumah sakit besar di Jakarta.
Sesampainya di rumah sakit Yoanna mencari-cari kamar anak karena menurut penuturan Talitha penanganan di IGD sangat cepat sehingga Shaila sudah mendapat kamar. Di lorong lantai tiga kamar anak-anak Yoanna berhasil menemukan kamar kelas dua, di sana Yoanna seketika lemas ketika mendapati putrinya terbaring lemah dengan bantuan beberapa alat medis.
"S--Shaila." Yoanna tidak kuat lagi untuk berdiri dan tubuhnya luruh di atas lantai. "Maafin bunda sayang."
Talitha mencoba menenangkan. Lalu Yoanna bangkit dan segera berjalan ke ranjang Shaila, seketika Yoanna meringkus tangan Shaila dan mengecupnya dalam-dalam.
"Maafin bunda ya ibu Superman nya bunda yang centil." tangis Yoanna pecah dan ia membenamkan wajahnya di sisi tubuh Shaila.
Tidak ada yang bisa Yoanna lakukan jika Shaila sudah seperti ini. Yoanna akan bersiap-siap mencari hutang atau justru Yoanna akan menjual barang berharga miliknya seperti yang sudah-sudah kamera digital mahal beserta aksesorisnya terjual. Tapi Yoanna sekarang buntu karena semua barang mewah miliknya sudah habis tak bersisa, hanya kalung pemberian ibunya ketika Yoanna diusir oleh ayahnya ketika mengetahui Yoanna mengandung bayi tanpa pernikahan.
"Kamu tenang ya?" Talitha mencicil ketabahan di hati Yoanna. "Shaila anaknya kuat, dia pasti bisa melalui ini Yo."
Yoanna menegakkan kepala dan menggeleng dengan tangisnya. "Aku nggak tau mesti berbuat apa lagi Li, aku nggak mungkin minta bantuan sama Papa lagi. Sudah cukup aku menaruh malu di mereka." kepala Yoanna kembali terbenam di alas tidur tempat Shaila terbaring.
"Kita cari solusi sama-sama ya darl, kamu tenang! Kalau kamu panik Shaila jadi sedih, ingat di mata Shaila kamu ibu yang kuat dan hebat."
"Kamu tau kan aku nggak sekuat itu Li," Yoanna masih menggeleng karena menurutnya dia hanya wanita lemah yang berusaha menjadi luar biasa. "Aku masih belum bisa jaga Shaila dengan baik."
Tentu Talitha tidak setuju. "Nggak Yo, kamu wanita yang kuat, cerdas dan berbakat. Kamu juga ibu yang baik."
Sudah cukup bagi Yoanna mendengar pujian yang sebenarnya itu tidak berarti. Yoanna menatap lagi wajah cantik putrinya, Yoanna menyingkirkan beberapa keringat dingin di pelipis Shaila.
"Pekerjaan itu masih berlaku kan Li?"
Talitha bergeming. Yoanna pun bangkit untuk memastikan apakah masih ada harapan dari jawaban Talitha.
"Em... Masih, kamu yakin mau mau nerima job ini?" tanya Talitha dengan keraguan jika Yoanna akan menerima.
"Ya-- Kamu bisa langsung nemuin bos aku, nanti biar aku yang atur pertemuan kalian. Soalnya bos udah pernah bilang dia butuh seorang fotografer yang tekun." imbuh Talitha menggenggam tangan Yoanna.
"Itu perusahaan milik bos kamu?" Yoanna mengikis air matanya.
"Bukan, bos aku cuma perantara. Perusahaan itu terletak di Eropa milik orang Indonesia," Talitha mengamati wajah Yoanna. "Lokasinya di Hamburg."
Wajah Yoanna meredup. 'Hamburg' Nama kota tersibuk di Jerman itu terdengar kembali. Tapi sekali lagi Yoanna menatap sayu wajah Shaila. Yoanna terbakar semangat karena biaya pengobatan dan fasilitas Shaila akan terpenuhi sekaligus rasa sakit itu kembali menodai keyakinan. Dan apakah Yoanna siap jika harus kembali lagi ke Hamburg? Bertemu dengan masa lalu yang memalukan sekaligus menjijikkan itu.