Di bagian Lucia, Gon dan Killua.
Lucia, Gon dan Killua membuat api dari alat pembakar ikan yang mereka pinjam dari Jinna untuk membakar ikan di dek kapal bagian bawah.
Lucia : Uwaa, senangnya sudah lama aku tidak merasakan hal seperti ini. Ini seperti pesta BBQ di tahun baru bersama teman-temanku dulu. Hehe..
Gon : Pesta BBQ di tahun baru?
Killua : Apa itu?
Gon : Eh? Killua juga tidak tahu ya? Aku pikir kamu tahu karena kalian kan saudara.
Killua : Tidak. Luci, apa itu?
Gon dan Killua melihat ke arah Lucia dengan penuh penasaran.
Lucia : (Aduh, gawat! Kenapa aku mengatakan hal tentang kehidupanku yang dulu? Aku lupa kalau di dunia Hunter ini tidak ada yang mengetahui hal semacam BBQ atau tahun baru)
Lucia : I-itu... Apa ikannya belum matang ya? Aku sudah lapar nih (mengalihkan pembicaraan)
Gon : Coba kulihat sebentar ya.
Killua : Gon nanti setelah ini, kita ke jembatan yang ada di sebelah sana ya!
Gon : Iya, baiklah. Ah, ikannya sebentar lagi matang!
Lucia : Ok, akan kutunggu. Hehe.. (Syukurlah pengalihanku tentang ikan ini berhasil mengecoh mereka berdua dari kehidupanku yang sebelumnya. Kalau tidak, aku bakalan repot untuk menjelaskannya)
Gon : Ngomong-ngomong Killua, aku takut kau akan menyesal sekamar denganku.
Killua : Ng? Kenapa?
Gon : Itu... Saat sedang tidur, aku suka banyak bergerak.
Killua : Tidak usah khawatir, sebenarnya aku juga sama. Hehe...
Gon : Kau juga? Haha... Begitu? (merasa lega) Jadi kita berdua sama ya?
Killua : Iya! (menyeringai)
Lucia : Anu... Mengenai kamar...
Gon dan Killua melihat ke arah Lucia.
Killua : Kenapa dengan kamarmu?
Lucia : Aku sekamar dengan orang-orang yang tidak seru. Jadi bolehkah, aku sekamar dengan kalian?
Gon : Boleh saja. Ya kan, Killua?
Killua : Tentu saja! Justru itu yang kuharapkan! (menyeringai)
Lucia : Tapi kamar kalian kan hanya cukup untuk dua orang saja ya? (sedikit murung)
Killua : Kalau soal itu, tidak masalah. Kasurnya kita dempetkan saja jadi satu kan cukup buat bertiga!
Gon : Uwah, Killua pintar!
Killua : Tentu saja! Hahaha...
Gon : Ah, ikannya sudah matang nih. Ini silakan Lucia...
Lucia : Uwaa... Terima kasih! (senang)
Gon : Nah, ini bagian punya Killua...
Pada saat Gon mau memberikan ikan bakar lainnya ke Killua. Tiba-tiba tanpa sengaja Killua melihat mata ikan yang seolah-olah melotot keluar melihat ke arahnya.
Killua : Terima kasih. Eh? Eww.. Hiiii...
Gon : Kenapa Killua?
Killua : Ah... Matanya... (merasa ngeri)
Gon : Matanya kenapa?
Gon membalikan arah tusuknya sehingga matanya lebih jelas terlihat. Seketika Killua berdiri dan melompat mundur lalu merasa mual, dia pun dengan cepat membalikan tubuhnya.
Killua : Uwaaa!! Ikannya melihatku!! Dia seperti masih hidup, menjijikan!! Uweek!!
Gon : Eh? (Apa benar Killua ini seorang pembunuh ya?) *bingung*
Lucia : Jangan hiraukan dia, Gon. Oniichan memang seperti itu. Padahal ikannya sangat enak begini ya... Nyam... (mengunyah ikan)
Gon kebingungan dengan sikap kedua sahabatnya ini.
Gon : Begitu ya... Ya sudah, aku makan duluan ya...
Lucia : Oniichan, kepalanya sudah ku buang nih. Sini duduk makan, nanti dingin tidak enak loh...
Killua yang sudah merasa sedikit tenang, kembali duduk di sebelah Lucia dan menerima ikan tanpa kepala dari Lucia lalu mulai memakannya.
Killua : Terima kasih (masih sedikit lesu)
Lucia : (Dasar anak kecil...)
Sementara itu, Illumi dan Hisoka ternyata berada di dek kapal bagian atas yang tidak jauh dari mereka juga sedang memakan ikan bakar. Illumi berdiri melihat ke arah Lucia dan Killua dengan membelakangi Hisoka yang duduk sambil membakar ikannya.
Lucia menyadari ada yang sedang menatapnya. Dia langsung sedikit mendongakan kepala ke arah atas. Illumi memberikan sebuah sapaan kecil dengan mengangkat satu tangannya ke atas.
Tiba-tiba Hisoka muncul dan memberikan ikan bakar ke Illumi, lalu mengikuti arah pandang Illumi dan tersenyum licik, seketika Lucia langsung membuang wajahnya ke samping.
Hisoka : Ah~ Dia membuang wajahnya...
Illumi : Itu karena kamu tersenyum menjijikan? (bergumam)
Hisoka : Apa kau berkata sesuatu?
Illumi mengunyah ikan bakar yang ada ditangannya dengan santai lalu mengabaikan pertanyaan Hisoka. Hisoka sekilas melihat ke arah Gon yang sedang berbicara dengan Killua lalu memakan ikannya. Mereka berdua menikmati ikan bakar dalam keadaan diam.
Lucia hanya diam melihat Killua dan Gon sedang asyik membicarakan rencana mereka selanjutnya tentang jembatan yang tadi dikatakan oleh Killua. Tiba-tiba dia teringat akan sesuatu.
Lucia : (Oh ya, dua hari lagi akan terjadi badai besar ya? Dan sebentar lagi nenek dan kakek itu pasti akan pergi meninggalkan kita di pulau terpencil ini. Sebelum hal itu terjadi, sepertinya aku harus menemui mereka terlebih dahulu. Ah, dasar ujian tambahan yang merepotkan. Apa boleh buat, sepertinya aku harus melakukan sesuatu...)
Lucia : "Aniki..."
Illumi yang berada di dek bagian atas yang sedang membelakangi Lucia pun membalikan tubuhnya dan melihat ke arah Lucia yang tidak melihat ke arahnya.
Illumi : "Ada apa?"
Lucia : "Apa kau tidak ingin tahu tentang ujian tahap ke-3 bagian kedua?"
Illimi : . . . .
Lucia mendongakan kepalanya melihat ke arah Illumi lalu tersenyum licik. Meskipun Illumi tidak menjawab pertanyaannya. Dia tahu pasti kalau membicarakan tentang ujian Hunter, mau tidak mau Illumi akan tertarik dan tidak akan mengabaikannya.
Lucia : "Dua hari lagi akan terjadi badai besar. Kakek dan nenek itu akan segera pergi meninggalkan kita di pulau terpencil ini. Dan disaat itu juga ujiannya dimulai tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kita di suruh berpikir, bertindak dan diharuskan untuk bekerja sama satu sama lain dengan para peserta ujian lainnya untuk menghindari datangnya gelombang badai besar itu dengan menggunakan kapal ini. Jadi..."
Illumi : "Kau mengharapkan aku bekerja sama dalam ujian bagian kedua ini?"
Lucia : "Aniki memang selalu cepat tanggap ya. Kau tahu kan, ujian yang diadakan oleh Lippo selalu berhubungan dengan kerja sama tim? Aku ingin kau dan Hisoka membantu kami nanti untuk menggerakan kapal karam ini sebelum kapal ini tenggelam dikarenakan badai besar."
****************************************
Di bagian Kurapika dan Leorio.
Kurapika mendatangi kapal karam yang tadi siang dia kunjungi sekali lagi. Dia menuangkan minyak ke arah mayat-mayat yang dia kumpulkan menjadi satu dan di sekitaran lantai kapal karam tersebut.
Kurapika menghentikan menuangkan minyak, karena menyadari kehadiran seseorang. Dia berdiri membelakangi orang tersebut.
Leorio : Beres-beres ya?
Kurapika menjawab singkat dan dingin pertanyaan Leorio tanpa menoleh ke arahnya.
Kurapika : Iya.
Leorio : Kapal ini milik suku kuruta?
Kurapika : Iya.
Kurapika menggenggam erat kalung emas yang ada ditangannya. Leorio menyadari perubahan sikap Kurapika dan berusaha untuk menjelaskan alasannya.
Leorio : Aku mengikutimu datang ke sini karena mengkhawatirkan keadaan rekan sekamarku. Tapi sepertinya... Ah, tidak jadi. Ya sudah sampai nanti ya...
Leorio membalikkan tubuhnya dan hendak pergi meninggalkan Kurapika.
Kurapika : Leorio...
Leorio menghentikan langkah kakinya dan menoleh melihat ke arah Kurapika yang masih membelakanginya.
Leorio : Ng?
Kurapika : Api. Tolong pinjami aku api.
Leorio : Api? Pakai korek api ya?
Kurapika : Iya.
Leorio melempar sebuah korek api ke arah Kurapika. Kurapika menangkapnya.
Kurapika : Bola mata api.
Leorio : Bola mata api?
Kurapika membuka korek api tersebut dan menyalakannya. Lalu melemparkan seluruh korek api ke arah minyak yang tadi dia tuangkan.
Kurapika : Iya, bola mata api yang bagaikan membara seperti api sekarang yang ada dihadapan kita ini. Suku kuruta yang kalau emosinya sedang meninggi, maka bola matanya akan berubah warnanya menjadi merah membara.
Kurapika masih enggan pergi dari sana. Dia masih memandangi api yang berkobar besar yang ada di hadapannya sedang melahap membakar habis mayat-mayat yang ada di dalam kapal karam tersebut.
Tidak lama kemudian, Kurapika dan Leorio keluar dan berdiri tidak jauh dari kapal karam yang terbakar habis. Kurapika melanjutkan ceritanya sambil memandangi kapal karam yang sedang di lahap habis oleh kobaran api yang besar.
Kurapika : Lalu kalau mati dalam keadaan seperti itu, maka warna merah itu tidak akan hilang dan terus akan tersisa di bola mata untuk selamanya. Dan disebutkan kalau kilauan yang bagaikan api itu adalah salah satu benda yang paling indah di dunia ini.
Leorio : Jadi itu alasan kenapa suku kuruta dihabisi oleh Genei Ryodan?
Kurapika : Setelah di bantai habis lalu bola mata dari semua orang kuruta yang meninggal di ambil tak bersisa. Sampai sekarang pun mata mereka yang di ambil bola matanya masih sering terbayang olehku.
Mata Kurapika tidak berkedip sedikit pun. Leorio hanya bisa terpaku diam mendengarkan cerita Kurapika yang sangat memilukan. Dia berdiri tepat di samping Kurapika dan memandangi kobaran api yang terus melahap habis kapal karam tersebut.
Kurapika : Dan sepertinya kapal ini pun karam saat sedang berusaha lari dari Genei Ryodan. Malang sekali. Saat berusaha menyelamatkan diri. Mereka malah harus berakhir di sini.
Leorio : Malang sekali...
***************************************
Di bagian Jinna dan Banna.
Terlihat matahari sudah mulai tenggelam, malam hari telah tiba. Di sebuah ruangan kecil yang berada di dalam kapal karam, terlihat Banna sedang memeriksa harta benda sebagai pengganti uang untuk membayar hotel yang didapatkan oleh para peserta ujian Hunter. Sedangkan Jinna sedang mengelap-ngelap cawan emasnya dengan kain.
Banna : Tahun ini dapat banyak ya.
Jinna : Iya, peserta ujian tahun ini sungguh hebat, kita mendapatkan banyak harta benda bagus.
Banna : Sebenarnya kalung emas yang itu juga bagus.
Jinna : Begitulah. Tapi semakin bagus suatu benda, maka benda itu harus diletakan di tempat yang seharusnya, bersamaan dengan kenangan yang tak ternilai yang tidak bisa ditukarkan atau dibeli dengan uang sekali pun.
Banna dan Jinna melihat ke arah lautan luas dari jendela yang berada di ruangan mereka.
Jinna : Mungkin itu adalah tempat yang paling tepat untuk benda itu dan sampai kapan pun benda itu akan tetap tinggi nilainya.
Banna : Iya, kakek.
Kembali di bagian Kurapika dan Leorio.
Kurapika melihat kalung emas yang dari tadi digenggamnya dengan sangat erat, lalu tiba-tiba melemparnya sekuat tenaga ke arah kobaran api yang sedang membakar habis kapal karam tadi.
Leorio : Ah...
Kurapika : Aku pasti akan menangkap Genei Ryodan dengan tanganku ini. Akan kurebut kembali semua bola mata yang mereka rampas. Karena itu, sekarang kalian tidurlah dengan tenang.
Leorio : Demi untuk memenuhi harapan mereka, kau harus menjadi seorang Hunter. Kau harus bisa!
***************************************
Malam semakin dingin dengan suara deruan ombak di sekitar mereka. Seluruh para peserta sudah terlelap di tempat tidurnya.
Banna menhampiri Jinna di tempat favoritenya, terlihat Jinna sedang duduk sendirian menghadap ke arah laut sambil mendengarkan suara deruan ombak menghantam bebatuan besar.
Banna : Hei kakek, sudah waktunya...
Jinna membuka matanya dan melihat ke arah Banna lalu tersenyum tipis.
Jinna : Iya benar, sudah waktunya ya...
Banna : Iya, ayo (tersenyum)
Jinna bangkit dari kursinya, mengambil beberapa barang yang diperlukan, lalu mengikuti Banna dari belakang.
Lucia membuka matanya, dia melihat ke arah samping. Dilihatnya Killua dan Gon yang sudah tertidur dengan pulasnya.
Lucia : Akhirnya mereka berdua tertidur juga. Baiklah, sepertinya sudah waktunya ya?
Secara perlahan, Lucia membuka pintu dan meninggalkan Killua dan Gon yang terbaring di atas tempat tidur.
Lucia berlari di sepanjang koridor kapal, melewati setiap kamar-kamar para peserta ujian dengan cepat menuju ke arah bagian dek kapal. Setibanya di tempat tujuan, Lucia tersenyum.
Lucia : Untunglah aku tiba tepat waktu, nampaknya sepasang suami istri itu belum datang ke sini.
Tidak lama kemudian, terlihat Jinna dan Banna keluar dari kapal hotel dan berjalan mendekati ke arah pesawat balon udara.
Lucia : Kalian berdua mau pergi ke mana?
-Bersambung-
☆VOTE and COMMENT☆