webnovel

Ch. 124

Sehun duduk diam di Cafe tempat ia menunggu anak-anaknya. Ia ada janji makan siang dengan mereka.

Seperti biasa, Sehun hanya akan duduk tenang dengan earphone di telinganya dan ponsel di tangannya. Kenapa anaknya itu bisa selama ini?

Ddrt.. ddrrrt.. drrt..

"Dad."

"Hm. Kalian dimana?"

"Pintu masuk. Kau dimana dad?"

"Sudut kanan."

Jesper mengangguk kecil dan membawa Haowen dalam gendongannya. Lengkap dengan Baejin yang masih menggunakan seragam sekolah di belakang tubuhnya.

"Dad." Panggil Haowen. Menepuk kecil kepala Sehun yang tengah menggunakan topi dan mata tajamnya yang terbingkai kaca mata.

"Hai jagoan." Sapa Sehun balik. Meletakan ponselnya dan melepas earphone yang menyumbat telinganya. "Pangeran buruk rupa. Duduklah." Suruh Sehun pada dua putranya yang lain.

"Cih." Jesper mendengus dan mendudukan Haowen di samping Sehun lalu menarik kerah seragam Jinyoung untuk duduk di sampingnya.

"Lembutlah sedikit hyung, kau kejam sekali." Jinyoung menggerutu dan duduk dengan wajah tertekuk lucu. "Untung saudara, jika tidak habis kau." Dengus Jinyoung.

"Perbaiki dulu popokmu, baru mengancamku!" Balas Jesper.

"Dad, spagethi." Haowen menunjuk buku menu yang entah sejak kapan sudah terbuka di depan putranya itu.

"Spagethi? Ok. Jesper, Jinyoung, kalian ingin apa?" Sehun bertanya pada dua putranya yang lain.

"Steak dad." Jesper menatap Sehun sebentar dan kembali menatap ponselnya.

"Iga bakar saja dad." Ujar Jinyoung dengan wajah polosnya.

"Saja yang kau maksud itu mahal anak kecil." Dengus Jesper.

"Aku tak bicara padamu anak besar." Balas Jinyoung tak mau kalah.

Sehun menggeleng pasrah melihat dua remaja di depannya ini. Akur sekali dua kali bertengkarnya berkali-kali.

"Steak dua, spagheti satu, iga bakar satu, choco milkshake dua, dan stoberry milkshake dua." Haowen mengeryit heran saat daddynya membacakan pesanan mereka. Ada yang aneh.

"Nona dada silikon. Tolong singkirkan matamu dari daddyku. Dia sudah beristri." Jesper membuka suara dengan mata menyipit tajam. Tidak lagi.

"Aah maafkan aku. Bisa ulangi Tuan?"

"Kau sudah mendengarnya. Bawakan saja kemari." Jesper tak membiarkan daddynya untuk bicara. Perempuan di depannya ini hanya alasan saja untuk bisa kembali mendengar suara daddynya.

Sehun hampir saja terbahak mendengar mulut pedas Jesper. Tak sia-sia bukan jika jesper menjadi anaknya? Sifat mereka sama sekali. Demi menjaga imagenya maka hanya sudut bibir Sehun saja yang berkedut menahan tawa.

"Jika ingin tertawa ya tertawa saja dad." Jesper mendengus kesal. Sedikit banyak ia menyesal karena telah membantu daddy tua yang menjabat menjadi duda tampan yang kaya raya itu.

"Waaaw hyung, ternyata mulutmu kejam juga ya." Sindir Jinyoung takjub. Bukan hanya Jesper mulut Haowen itu juga pedas, kecil-kecil seperti itu di dalam mulut dan otaknya banyak racun yang tersimpan di sana.

"Hanya mulut Jinyoung saja yang terlalu manis di sini." Ujar Jesper dengan wajah datarnya. Bukan hanya datar, nada bicaranya juga membuat Jinyoung naik darah.

"Mulutku memiliki fungsi masing-masing hyung." Dengus Jinyoung.

"Daddy." Semua atensi tertuju pada Haowen yang hanya diam sedari tadi.

"Ya?" Tanya Sehun.

"Kenapa wanita jelek di ujung thana thelalu memperhatikan kita thejak tadi?" Telunjuk kecil Haowen mengarah pada wanita bergaun merah yang duduk tiga meja dari mereka.

Mata Sehun tiba-tiba saja berubah tajam. Lebih tajam dari biasanya tentu saja. Bahkan Jinyoung dapat melihat kepalan tangan ayahnya yang menguat hingga Jinyoung yakin, buku-buku jarinya memutih. Jesper juga dapat melihat sedikit pergeseran pada rahang tajam Sehun.

"Dia bukan siapa-siapa."

Ketiga putranya tentu tak percaya. Bukan siapa-siapa tapi kenapa reaksi ayah mereka bisa semengerikan itu? Tidak mungkin saja bukan?

"Hyung, jika mataku tidak bertambah minus lagi. Itu Irene, benar?" Tanya Jinyoung berbisik tepat di telinga Jesper.

"Hm. Matamu belum bertambah minus." Jesper menjawab sekenanya. Toh, adiknya juga menanyakan hal yang benar.

"Kau ajak daddy bicara. Ceritakan semua yang kau lakukan hari ini." Suruh Jesper berbisik.

"Kenapa harus aku? Hyung saja."

"Aku tidak ada jadwal kuliah!"

"Daddy thetelah ini kita ketaman bermain bagaimana?" Haowen mengajak dengan senyum lebar dan mata tajamnya yang ikut menghilang karena tenggelam.

"Taman bermain? Tak masalah." Sehun mengangguk dengan senyumnya. Tak mungkin ia memasang wajah mengerikan pada anaknya bukan.

"Haowen, hilangkan dulu cadelmu Ya Tuhan." Jinyoung mengerang malas. Kenapa cadel adiknya ini tak mau beranjak pergi?

"Thuka-thuka. Kalau tidak thuka jangan didengar! Proteth thaja." Haowen mendengus dengan mata melotot besar. Kenapa hyungnya itu suka sekali memprotes gaya bicaranya. Ini unik kalian tau!

**

"Dad, coster coster itu." Telunjuk Haowen melayang pada benda panjang yang bergerak cepat itu.

"No. Tingi badanmu belum mencukupi. Naik komedi putar saja." Jesper menggeleng menolak permintaan adiknya.

"Tidak mau. Itu mainan anak kecil." Haowen menggeleng ribut. Malu tentu saja. Komedi putar? Cih memalukan.

"Memangnya kau sudah besar? Yang menggantikan popokmu saja masih daddy." Jesper mendengus melawan Haowen. Besar dari mana? Tinggi adiknya itu bahkan belum mencapai paha Jesper.

"Aku tidak memakai popok lagi!" Haowen menjerit tertahan dengan tangan yang mencubit paha Jesper keras.

Jesper meringis menahan sakit, kecil-kecil seperti itu cubitan Haowen sungguh luar biasa. Bahkan paha Jesper terasa panas sekarang.

"Dad, aku ingin mengisi perut lagi. Aku rasa banyak penjual makanan di sini." Jinyoung menatap penuh minat pada kedai-kedai kecil di samping kanan dan kirinya. Mata dan perutnya kembali merasa lapar.

"Paling lama satu jam." Sehun mengeluarkan dompet dan memberi beberapa lembar won pada Jinyoung. Tidak banyak, tapi lebih dari cukup untuk perutnya yang kecil itu.

"Okey. Satu jam." Ulang Jinyoung. Melepas jas almamater sekolahnya dan melemparkan begitu saja hingga tepat mendarat di kepala kakaknya, Jesper.

"Jinyoung! Kau sungguh luar biasa!" Jesper mendengus kesal. Memungut kembali almamater sekolah adiknya yang sempat ia buang beberapa detik lalu dan setelahnya menyampirkan sehelai kain itu ke lengannya.

"Bersabarlah. Dia adikmu juga." Sehun menggumam seraya menahan tawa. Jarang-jarang ia melihat anaknya itu kesal, terlebih di tempat umum. Biasanya Jesper itu seperti patung berjalan. Dingin dan tanpa ekspresi.

"Tabungan kesabaranku mulai menipis dad." Dengus Jesper.

"Jin hyung. Tunggu! Aku juga ingin." Haowen memekik keras dengan kaki kecilnya yang berusaha mengejar langkah Jinyoung. Tentu saja mau tidak mau Jinyoung menahan tawa melihat adiknya yang berlari seraya memanggil namanya. Haowen itu imut sekali meski terkadang wajahnya itu jiplakan asli dari daddy mereka. Datar.

"Kenapa tidak berjalan biasa saja?" Tanya Jinyoung seraya menggandeng tangan Haowen agar berjalan tepat di sampingnya.

"Langkah hyung itu bethar!" Dengus Haowen seraya memutar kepalanya keberbagai arah untuk melihat makanan-makanan yang akan memanjakan mulut dan lidahnya. "Hyung gendong. Aku tidak bitha melihat apa-apa dari bawah thini."

Jinyoung menahan tawa saat merasakan tangan kecil Haowen yang menggapai-gapai pinggangnya. Maklum saja, tinggi Haowen itu belum mencapai batas pinggangnya.

"Baiklah adik kecil. Mari kita berburu makanan."

"Baik adik bethar!"

TBC

THANK U

DNDYP