Aku meninggalkan rumah itu dengan sebuah rangsel berisi dua potong jeans, dan tiga buah kaos juga sepatu boot. Aku meninggalkan ponsel, laptop dan barang lainnya di rumah besar itu. Ini satu-satunya cara aku kabur, saat pria itu tidak dirumah. Aku mengatakan pada pelayan bahwa aku harus kuliah, dan mereka mempercayaiku. Tapi aku tidak pernah kembali ke rumah besar itu lagi.
Mr. Hudson pasti kesulitan mencariku, kudengar dari Ze dia bahkan sempat datang ke kedai kopi tapi tidak menemukanku dan tidak ada satupun yang memberitahu dimana keberadaanku.
Paman Bento bahkan sengaja menempatkanku di belakang agar tidak ada satu orang pun yang melihat wajahku, karena sepanjang shiftku aku hanya mencuci gelas kotor.
***
"Apa kau mencuri sesuatu dari rumahnya?" Tanya Ze mendadak saat kami sama-sama menikmati burger yang dia bawa pulang untuk makan malam kami berdua.
"Kau gila?" Jawabku kesal. "Mana mungkin aku mencuri."
"Dia benar-benar bertanya pada semua orang tentang keberadaanmu, dan meninggalkan nomor telepon pribadinya, bahkan padaku." Ze menunjukan kartunama Christopher Hudson padaku.
"Bukankah dia dosenmu, tentu saja dia akan bisa menemukanmu di kampus saat kau kuliah bukan? Mengapa dia terlihat sangat panic sekarang."
"Entahlah, aku tidak tahu."
"Ada hubungan apa kau dengan pria kaya itu?" Zevanya terus mendesakku dan aku menjadi sangat tertekan. Aku meletakkan burger yang kupegang di atas meja.
"Ze, kau tahu aku tidak punya siapapun di dunia ini selain kau bukan?" Aku meraih tangan Zevanya dan dia menatapku iba.
"Aku akan jujur tentang semua yang terjadi padaku, dan kuharap kau tidak menghakimiku." Ungkapku.
"Ok." Dia menatapku khawatir. "Katakan semuanya, jangan ada yang ditutupi."
Aku menelan ludah, mencoba membahasahi kerongkonganku, mengatakan smuanya pada Zevanya terasa begitu berat hingga aku merasa kerongkonganku begitu kering. Aku menceritakan pertemuan kami di kampus saat pertama kali dia mengajar di kelas, bagaimana kesan pertamaku hingga kedatangannya ke kedai dan saat dia mengantarku pulang hingga aku tidak benar-benar kembali ke asrama melainkan menginap di rumahnya dan mendapatkan tugas darinya. Bahkan aku menceritakan saat pertama kali dia menciumku, saat aku masuk kedalam kamarnya dan melihat dia hanya berbalut handuk sebatas pinggang dan bagaimana reaksi tubuhku saat itu hingga malam dimana dia mengatakan bahwa dirinya cemburu pada Justin dan foto Mrs. Mc Kurtney.
"Kau gila." Itu kalimat yang keluar dari bibir Ze saat aku menyelesaikan ceritaku.
"Sudah kubilang aku benar-benar gila sekarang."
Ze terdiam beberapa saat, "Aku ingat kemarin Justin mengatakan bahwa pria yang datang menjemputmu mengatakan sesuatu padanya."
"Apa?"
"Jaukan tanganmu, dan Justin sempat melawan, dia bahkan tetap memegangmu hingga pria itu memukul wajahnya."
"Oh." Aku meremas wajahku. "Aku harus bagaimana?"
"Temui dia, dia pasti sangat mencemaskanmu." Jawaban Ze membuatku mengrenyitkan alisku, aku bahkan tak percaya dia mengatakan hal itu.
"Dia pernah bercerai dengan isterinya, Mrs. Mc Kurtney wanita sempurna itu, apa yang kuharapkan dari hubungan kami?"
"Jangan mempertanyakan ini padaku, tapi bicarakan ini dengannya." Zevanya meninggalkanku didalam kamarnya.
"Aku akan mandi." Katanya sambil meninggalkanku di ruangan kecil dekat dengan dapur kecil di dalam apartment yang kecil milik Zevanya.
***
Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk. Aku tidak tahu jika Ze sedang menunggu seseorang, tapi karena dia sedang mandi, jadi aku berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Aku menelan ludah, tidak percaya melihat siapa yang berdiri di hadapanku saat ini.
"Zevanya memberitahuku jika kau di sini." Aku menoleh kedalam dan Ze berdiri jauh di belakangku.
"Come with me." Katanya sambil mengulurkan tangan, tapi aku benar-benar tak ingin bicara sekarang.
"Aku tidak ingin bicara." Kataku ketus.
"Aku tidak suka menyelesaikan masalah dengan cara seperti ini, kau pergi tanpa alasan."
"Aku punya alasan." Timpalku.
"Alasan yang hanya kau yang tahu?" Protesnya, meski dia tidak berteriak saat mengatakannya, dia justru berkata dengan nada rendah dan dalam, tapi terasa jauh lebih mengancam.
"Ok, jika menurutmu ini yang terbaik. Aku tidak akan mencarimu lagi." Jawabnya sambil meninggalkan depan pintu apartment Ze.
Langkahnya legas dan pasti, dia bahkan tidak menoleh sedikitpun ke belakang. Apa ini pertanda dia tidak benar-benar mencintaiku? Oh, . . . semuanya membuatku sangat gila.