webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Horror
Zu wenig Bewertungen
102 Chs

END (¿)

Kaca pun terpecah dan tubuh kecil itu melesat lalu jatuh ke bawah dari lantai 8 dan langsung menghantam halaman Rumah Sakit. Seketika tubuh kecil itu langsung tercerai-berai. Pak Sumi ternganga melihat semua itu. Dia tidak percaya apa yang barusan terjadi.

Lalu dia ingat sesuatu. Bagaimana keadaan istrinya. Dicabut dan diambillah pisau itu oleh Pak Sumi kemudian dia membuangnya. Pak Sumi terlambat menyelamatkan kedua orang yang disayanginya, karena Bu Rati juga Meninggal sebab kehabisan banyak darah. Kasur putih Bu Rati menjadi merah darah.

Pak Sumi yang tidak kuasa untuk mempertahankan postur badannya, duduk di Sofa dan untuk pertama kalinya Pak Sumi berteriak dengan sangat keras. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan, apa yang harus ia perbuat dalam keadaan ini. Pak Sumi menangis, menangis dengan tangisan yang senyap. Pikirannya hanya berisi sebuah keniscayaan bahwa dia baru saja kehilangan dua orang yang berharga di hidupnya seketika.

Kemudian Pak Sumi tertawa.

Dia tertawa terbahak-bahak.

Batinnya mengingat apa yang didapat oleh pikirannya saat menyelidiki tentang Marie. Berkali-kali pikiran melantangkan Marie itu berbahaya, namun perasaannya tetap menyayanginya.

Kemudian pria itu mulai melihat apa yang ada di tangannya. Itu adalah pistol miliknya. Dia mulai memandanginya dan ingat apa yang dilakukan oleh Pak Awan. Sekarang Pak Sumi tahu apa yang dilakukan Pak Awan mungkin saja benar. Ya, itu untuk menenangkan jiwanya secara instan.

"Tidak ada gunanya aku hidup didalam neraka semu, lebih baik aku mengunjungi neraka secara langsung." Batin Pak Sumi.

Pak Sumi pun mengarahkan pistolnya ke arah kepala. Dia telah kehilangan akal sehatnya tertawa lepas.

Lalu Pak Sumi menarik pelatuknya dan...

*Dor!

...

...

...

...

...

...

...

...

...

(6 hari setelah kejadian tersebut)

"Salah satu anggota Kepolisian Republik Indonesia saat ini telah diamankan dan dijadwalkan akan menjalani tes pemeriksaan kejiwaan karena ditengarai telah membunuh Istri dan seorang anak kecil yang belakangan diketahui adalah anak adopsinya. Kepala Kepolisian Polda Surabaya mengatakan bahwa selama ini pelaku pembunuhan 'SM' dikenal mempunyai perangai yang baik dan taat dalam beragama. Sekarang kita telah terhubung dengan saudara Yudi di Rumah Sakit Bhayangkara Gubeng (rumah sakit tempat Bu Rati Bekerja-dan meninggal-), Yudi bagaimana keadaan disana?...." Suara reporter 'Onsert' di televisi pada kantor kepolisian Surabaya.

Markas besar Polda Surabaya selama beberapa hari ini menjadi sangat sibuk daripada biasanya. Para pegawai – bahkan OB (Office Boy) – setiap saat melihat Channel berita yang memberitakan Pak Sumi. Anggota yang lain tengah mempersiapkan konferensi pers, memperketat keamanan kantor – karena diketahui para jurnalis rela merekam dan menyusup ke kantor demi mendapatkan gambaran bagaimana Pak Sumi Bekerja–, dan para petinggi sedang berunding apakah akan dikeluarkan surat mutasi atau pemecatan dengan tidak hormat. Hal itu tergantung dari hasil tes kejiwaan.

Dari depan kantor kepolisian, ada mobil putih yang berhasil masuk melewati pihak kepolisian. Gerbang ditutup karena kerumunan masa dan jurnalis TV yang beberapa menit yang lalu sangat ingin masuk, menantikan jalannya konferensi pers yang akan di selenggarakan siang hari nanti.

Mobil putih itu adalah milik Pak Raymond (salah satu dari tiga serangkai). Mobil itu berhasil masuk setelah bernegosiasi (baca: memaksa) dengan polisi yang ada didepan agar diperbolehkan masuk (setelah diancam akan memutasi polisi ybs. jika tidak diizinkan masuk).

"Saya ingin bertemu dengan Pak Warno." Kata Pak Raymond yang langsung menuju ke resepsionis setelah keluar dari mobil.

"Mohon maaf pak acara konferensi persnya baru di mulai nanti siang. Bapak bisa menunggu di..." kata Polisi wanita yang menjadi resepsionis.

"Tolong sampaikan ke Pak Warno, jika teman kecilnya mau berbicara dengannya da-"

"Sekali lagi mohon maaf pak, tapi beliau tengah sibuk sekarang. Apakah bapak sudah ada janji dengan beliau?" tiba-tiba Polisi pria lain ikut menjawab.

Karena sifat temperamennya, Pak Raymond naik pitam dan berkata "Apakah kamu mau di mutasi ke Kalimantan! Aku ini..."

"Loh Ray!" Kata Pak Warno yang kelar bersama para petinggi polisi yang lain. mereka mau menuju ke ruang rapat.

"Nah ini dia orangnya. Aku mau bicara sebentar." Kata Pak Raymond.

"Masalah Sumi?" Kata Pak Warno.

"Apalagi kalau bukan itu. dan aku merekomendasikan kalau bawahanmu yang ini dan ini mutasi saja ke Kalimantan!" Sambil menunjuk kedua polisi yang bertugas di resepsionis tadi.

"Ah.. pak!" Kata salah seorang resepsionis panik.

"Ayolah lagi pula mereka hanya melakukan tugasnya, ayo ikut aku, kita ke ruang tahanan, ah Pak Fara dan yang lain langsung ke ruang rapat, saya akan menyusul nanti." Kata Pak Warno.

Mereka berdua berjalan ke bagian utara kantor menuju ke ruang tahanan sementara tempat Pak Sumi ditahan.

"... Mau rokok?" Kata Pak Raymond.

"Tidak, tidak boleh disini. Omong-omong ini kali kedua selama 35 tahun kita bertiga di kantor kepolisian... terakhir kita masih mencari 'larva undur-undur' di belakang kantor ini, haha." Kata Pak Warno.

"Aku gak habis pikir bagaimana mungkin kau akan memenjarakan teman baikmu sendiri." Kata Pak Raymond.

"... Aku tidak tahu, tapi semua bukti jelas mengarah ke Sumi." Kata Pak Warno.

"Kau yakin dia yang membunuh adik ku?" Kata Pak Raymond.

"Ariyanti? Sangat tidak mungkin, dia itu sangat mencintainya, dari dulu hingga sekarang." Kata Pak Warno.

"Terus kenapa kamu..." Kata Pak Raymond terputus.

"Sidik jari. Sidik jari pada pisau yang digunakan untuk membunuh Ariyanti sangat mirip dengan punya Sumi."

"Aku masih tidak mempercayainya!" Kata Pak Raymond.

"Aku juga! tapi menurut tim forensik dan intel kami, Sumi juga dipercaya mendorong anaknya dari lantai 8 hingga tewas seketika." Kata Pak Warno.

"Ha?" Kata Pak Raymond terkejut.

"Kau ini... sudah baca berita belum? Dia menjadi tersangka oleh pembunuhan 2 orang kan. Ariyanti dan anaknya." Tambah Pak Warno.

"Anak? Si Marie itu!?" Tanya Pak Raymond.

"Ya." Jawab Pak Warno singkat.

"..."

Mereka berdua terdiam sesaat.

"Apa Sumi benar-benar sudah-" kata Pak Raymond.

"Tidak waras? Aku tidak mau memercayainya tapi kemungkinan besar begitu." Jawaban Pak Warno.

"Atas dasar apa kau bicara seperti itu?" Tanya Pak Raymond.

"Itu... tapi tolong ini rahasia internal petinggi di kepolisian. Tapi, yang menemukan Pak Sumi pertama kali adalah Quora, anak buah Pak Sumi."

"..." Pak Raymond diam.

"Dia yang mencegah pak Sumi mengakhiri hidupnya sendiri – dengan mencoba mengarahkan pistol ke kepala – dengan menembak tangan Pak Sumi dari depan pintu. Kata Quora kondisinya waktu itu sangat kacau." Sambung Pak Warno.

"..." Pak Raymond mendengarkan.

"Berkali-kali Quora menelepon Pak Sumi tapi selalu tidak ada jawaban." Kata Pak Warno.

"Untuk apa dia telepon?" kata Pak Raymond penasaran.

"Saat Quora tahu apa yang ada di surat cinta Pak Awan." Kata Pak Warno.

"Ha?" Pak Raymond kebingungan.

"Ah maaf, intinya Quora tahu ada yang salah, lalu dia meneleponnya. Karena tidak ada jawaban jadi dia menyusul ke Rumah Sakit Bhayangkara, ngomong-ngomong, itu selnya Sumi." Kata Pak Warno sambil menunjuk ke sebuah lorong sel gelap diantara sel-sel lainnya. mereka tidak masuk kesana, melainkan hanya berdiri di depan.

"Sumi...Sumi..." Kata Pak Raymond.

"Kenapa?" Tanya Pak Warno.

"Ah tidak apa, aku hanya kasihan." Kata Pak Raymond.

"Ya kau benar. Tapi entah kenapa for some reason I don't think kita harus masuk lebih dalam untuk masalah ini, lagi pula Sumi akan aman di penjara daripada harus bersama dengan para orang gila di RSJ-mu. Tapi tetap saja, Sumi itu sahabat kita, gak lucu kan jika semanggi hanya berdaun dua? kita harus mendukungnya dengan maksimal sampai terakhir." Kata Pak Warno.

Raymond selain merupakan Kepala seksi di Rumah Sakit Bhayangkara juga mempunyai RSJ (Rumah Sakit Jiwa).

"Hm, kenapa kita kesannya harus menjauh dari masalah kawan kita sendiri?" Kata Pak Raymond.

"Ahaha, aku hanya takut... mungkin, ah terlebih lagi tolong urus untuk masalah penguburan Ariyanti dan anak itu." Kata Pak Warno.

"Takut? kepada siapa? Sumi? Anak itu? maksudmu Ma-" Kata Pak Raymond terputus.

"Sudahlah aku harus ke konferensi pers sekarang." Kata Pak Warno tiba-tiba untuk memotong Pak Raymond.

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

"Aku berlindung kepada tuhan dari godaan setan yang terkutuk." Didalam sel penjara itu aku berdoa penuh harap.

Namun...

Pengorbanan Marie Sia-sia

Dia... berhasil

Masuk kesini. Dan mengambil alih diriku.

Maafkan aku, Rati. Maafkan ayah, Marie..

HÆHÆHÆHÆHÆHÆHÆHÆHÆ