Setelah selesai makan siang, Haewon diajak oleh Yonghwa untuk pergi ke taman. Pria itu juga membelikan sebuah es krim dengan rasa melon untuknya. Mereka menikmati es krim di tengah udara yang cukup panas, di bawah rindangnya pepohonan taman kota.
Seunghan sangat senang hari ini, setelah menghabiskan es krimnya, bocah kecil itu berlarian bersama Haewon. Mereka bermain kejar-kejaran di sebuah lapangan dekat dengan taman. Sedangkan Yonghwa mengikuti mereka dari belakang dengan membawa tiga botol air dingin.
Yonghwa duduk di bangku, dan menatap ke arah Haewon dan Seunghan. Dia merasakan kehangatan yang sampai pada hatinya tatkala melihat senyuman Haewon dan Seunghan. Rasanya sudah lama sekali tak melihat Seunghan berlarian sambil tersenyum riang seperti saat ini.
Pria itu mengedarkan pandangannya, mencari sebuah benda yang bisa ia mainkan bersama. Ya, bola basket. Yonghwa mendapati sebuah bola basket tergeletak di pojok lapangan. Dia bergegas mengambil bola itu dan mengopernya kepada Haewon.
Untunglah Haewon tanggap dan menangkap bola itu, jika tidak bisa saja bola itu mengenai kepalanya. Haewon dan Yonghwa bertatapan saling menukar kode bahwa mereka akan bertanding. Siapa yang paling banyak memasukkan bola ke ring maka dia pemenangnya.
Haewon mulai berlari, dan Yonghwa mengejarnya. Seunghan menepi, dia melompat lompat kegirangan melihat pertandingan dadakan itu. Sementara itu Haewon dan Yonghwa melakukan pertandingan sengit.
Haewon melempar bola ke arah ring, tapi sayang bola itu memantul dan tak berhasil mencetak skor. Bola itu kemudian jatuh ke tangan Yonghwa. Pria itu lebih unggul dari segi fisik, dia tinggi dan gagah. Sudah pasti hal yang mudah baginya untuk sekedar memasukkan bola ke dalam ring.
Dan benar saja, satu kosong untuk Haewon. Yonghwa berhasil memasukkan bola kedalam ring dan sayangnya bola itu kembali jatuh ke tangan pria itu. Sudahlah Haewon, menyerah saja.
Setelah sekitar lima belas menit mereka bermain. Haewon terduduk di tengah lapangan. Dia sudah tak sanggup lagi. Dia hanya berhasil mencetak tiga skor, itupun karena kemurahan hati Yonghwa.
"Hah, kenapa aku malah menghabiskan tenagaku dengan bermain bersamamu?" Nafas gadis itu menderu dan keringat bercucuran. Tatanan rambutnya pun sudah berubah menjadi berantakan dan lepek begitu pula dengan blus yang ia kenakan basah karena keringat.
Tapi satu hal yang membuat Haewon tak menyesal menghabiskan waktunya bersama Yonghwa dan Seunghan. Ya, ini adalah kali pertama dia melihat kedua orang itu tersenyum dan tertawa lepas. Rasanya seperti sebuah keluarga kecil yang hangat dan lengkap.
"Papa." Perkataan Seunghan membuat Yonghwa dan juga Haewon terpaku.
"Aku ingin itu," katanya sambil menunjuk ke arah bola basket.
"Kau ingin memasukkannya ke sana?" Yonghwa menunjuk ke arah ring, dan Seunghan mengangguk semangat.
Ini pertama kalinya bagi Yonghwa dipanggil oleh Seunghan. Dia lantas bergegas mengambil bola dan memberinya kepada Seunghan. Dia menggendong Seunghan agar bisa sampai memasukkan bola ke ring. Berulang kali hal itu terulang, Seunghan terus gagal melempar bola itu, namun kebahagiaan terpancar di antara mereka.
Haewon berdiri di pinggir lapangan, memegang jas Yonghwa dan sebotol air. Dari kejauhan dia melihat ayah dan anak itu tertawa bersama, hatinya menghangat. Begitu Pula dengan Yonghwa, sebuah kepingan dari hatinya yang hilang kini perlahan mulai kembali terisi oleh senyuman Seunghan dan Haewon.
Setelah lelah bermain, Haewon memutuskan untuk membawa mereka ke toko roti milik keluarganya. Di sana Haewon membuatkan semangkuk bingsu untuk Yonghwa dan Seunghan.
Bisa kalian tebak, bagaimana wajah Seongeun saat melihat Haewon datang bersama Yonghwa. "Bukankah dia yang berkata bahwa harus menghindari pria itu?" batin Seongeun.
"Nuna, jika melihat mereka rasanya aku seperti melihat sebuah keluarga kecil yang bahagia." Perkataan Haein memecahkan lamunan Seongeun.
"Apa nuna tak ingin membuat keluarga kecil seperti itu bersamaku?" lanjutnya, yang langsung di hadiahi pukulan oleh Seongeun dan ibunya.
"Jujur saja, aku tak masalah dia menikahi pria yang sudah memiliki anak. Anak itu akan ku anggap sebagai cucuku sendiri. Asalkan pria itu adalah pria baik akan ku restui mereka." Kini ibu Haewon malah ikut-ikutan berkhayal.
Haewon terus menemani Yonghwa dan Seunghan hingga akhirnya Seunghan mengantuk dan mereka harus pamit pulang. Kali ini bahkan Haewon mengantar kedua orang itu sampai ke mobil. Tak lupa ia berterima kasih atas hari ini sebelum akhirnya mobil itu melaju menjauh dari sana.
Sudah dapat dipastikan, Haewon kini terjebak dalam situasi aneh. Ya, tatapan mengintrogasi menatapnya dari beberapa arah.
"Ya! Bukankah kau yang bilang tak akan berurusan lagi dengan pria itu karena latarnya yang tak jelas?" cecar Seongeun.
"Mengapa istrinya meninggalkannya? Apa dia pria yang baik? Kalau ibu lihat, dia pria yang baik karena hak asuh anak jatuh padanya." Belum sempat Haewon bersuara, kini ibunya pun ikut menyerangnya.
"Nuna, apa aku akan segera memiliki kakak ipar? Jika dilihat dari pakaiannya pria yang tadi itu pasti sangat kaya." Kali ini Haein yang bersuara.
"YA!" Haewon berteriak.
"Tidak bisakah kalian bertanya satu persatu? Aku akan menjelaskannya pada kalian dan jangan salah paham." Dia kembali merendahkan suaranya.
Akhirnya mereka bertiga duduk mengelilingi Haewon, menunggu gadis itu menceritakan apa yang terjadi.
"Sebenarnya anak itu adalah salah satu pasien di klinik psikiatri anak. Aku juga tidak tau pasti kemana ibunya, yang jelas semenjak pertama kali bertemu, dia selalu memanggilku mama." Haewon menjelaskan dan ketiga orang itu mendengar dengan seksama.
"Tadi aku tak sengaja bertemu dengan bocah kecil itu di sekolah Asha, rupanya dia bersekolah di sana. Beberapa anak seperti merundungnya karena tak memiliki ibu, lalu aku mendatanginya dan dia langsung memelukku serta memanggilku mama." lanjutnya, sedangkan ketiga orang itu tak bergerak dari tempatnya.
"Ayahnya merasa bahwa harus berterimakasih padaku, jadi dia mentraktirku makan siang dan kami bermain sebentar." Ketiga orang itu masih menunggu kelanjutan cerita Haewon.
"Sudah selesai tak ada lagi yang harus ku ceritakan setelahnya. Sudah berakhir." Haewon berdiri dan pergi mencari roti bawang putih kesukaanya. Sedangkan ketiga orang itu sedikit kecewa dengan penjelasan Haewon.
Setelah membantu sebentar di toko ibunya, Haewon dan Seongeun kembali ke apartemen mereka. Malam ini mereka memutuskan untuk memesan ayam goreng karena sudah tak memiliki tenaga untuk memasak.
Haewon melihat Seongeun seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebenarnya dia sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada Seongeun hari ini, tapi gadis itu memilih untuk menunggu Seongeun menceritakannya sendiri.
Haewon membersihkan dirinya sembari menunggu ayam goreng pesanan mereka sampai. Sedangkan Seongeun memilih untuk menonton drama kesukaannya. Setidaknya dia bisa mengurangi rasa gugupnya untuk menceritakan apa yang terjadi hari ini pada Haewon.