webnovel

My Lovely Sister

Namaku Rui. Aku adalah anak adopsi di keluargaku yang sekarang, karena keluargaku yang dulu tidak mampu membiayai kebutuhan hidupku, maka dengan berat hati ibuku mengusulkan agar aku diadopsi oleh keluarga yang lebih mampu. Hari-hari yang kujalani bersama Kak Guin terasa menyenangkan hingga suatu hari sebuah masalah menimpa kami. Awalnya hanya masalah kecil namun menjadi masalah yang tak pernah terbayangkan akan terjadi ternyata terjadi juga. Segala rintangan dan halangan kami lalui bersama dan dari sinilah kisah petualangan ku bersama Kak Guin demi mencari sebuah jalan pulang.

Rachell_Aditya · Teenager
Zu wenig Bewertungen
29 Chs

Tetaplah Bersamaku

Sesampainya di rumah.

"Kak aku pulang!" Teriakku sembari mengetuk pintu depan yang sudah dikunci.

Pintu segera dibuka oleh kakak.

"Astaga Rui! Dari mana saja kamu jam segini baru sampai rumah?!" bentak kakak.

"Eh, m-maaf kak."

"Kamu tahu kan kalau kakak sangat mengkhawatirkan mu. Kakak telepon juga tidak diangkat-angkat, sebenarnya kamu lagi ngapain?!"

"Eh, masa sih kakak nelpon?" Tanyaku sembari mengambil handphone yang ada di dalam tas ku.

Saat mengecek handphone, aku terkejut ternyata sudah lebih dari 50 panggilan tak terjawab dari Kak Guin.

"Iya kan?" Ucap kakak memastikan.

"Eh, iya hehe. Maaf kak aku tidak tahu kalau kakak nelpon sampai sebanyak ini." Ujar ku.

"Dasar kamu ini. Ya sudah sana mandi kakak sudah siapin air panasnya!"

"Siap Kak!"

Setelah selesai mandi dan pergi ke kamar untuk berganti pakaian.

Ah sial! Aku lupa mencuci semua celanaku. Sampai aku kehabisan celana seperti ini." Gerutu ku kesal.

Aku terus mengobrak-abrik isi lemari berharap menemukan celana pendek namun nyatanya tidak satu pun aku temukan.

"Hufft. Ya sudah deh apa boleh buat, terpaksa pinjam celana kakak." Gumam ku

Dalam keadaan masih telanjang dan hanya melilitkan handuk di pinggang, aku pun berjalan ke kamar kakak untuk menemuinya dengan maksud ingin meminjam celana pendeknya. Saat aku membuka pintu kamarnya terlihat Kak Guin sedang berpose didepan cermin sambil memakai dress pendek berwarna kuning dengan motif berbintik hadiah ulang tahun dari mamah 3 tahun yang lalu.

"Eh, tumben kakak pake dress itu?" Tanyaku.

"Iya nih, lagi ingin coba saja. Menurutmu masih cocok tidak sih kakak pake ini?" Tanya kakak padaku.

"Cocok kok, malah menurutku kakak semakin terlihat cantik memakai dress itu." Jawabku.

Ya, aku tidak berbohong. Kak Guin memang terlihat sangat cantik saat mengenakan dress tersebut sehingga aku tak bisa memalingkan pandangan ku darinya. Hanya saja Kak Guin tidak menyadari hal itu karena dia sedang menatap cermin besar di pintu lemarinya sedangkan aku di belakangnya berdiri di depan pintu.

"Kamu nih sukanya muji muji kakak terus." Celetuknya sesaat kemudian.

"Eh, memang iya kok kalau kakak cantik." Jawabku apa adanya.

"Hmm, ngomong-ngomong ada perlu apa kamu ke sini?" Tanya kakak.

"Eh, itu kak. Aku ingin pinjam celana. Celanaku belum ku cuci semua." Ucapku menjelaskan tujuanku kesini.

"Dasar kamu! Kan kakak sudah bilang kalau habis mandi tuh cuci celana yang baru kamu pakai, biar tidak kehabisan seperti ini. Memang dasarnya kamu ini pemalas sih!" Celetuk kakak yang langsung memarahiku.

"Iya kak maaf, aku lupa." Jawabku sembari menunduk.

"Padahal sudah sering kakak ingatkan kenapa bisa lupa?!" Bentaknya lagi.

"M-maaf, ini memang salahku." Aku masih menunduk sembari merasa bersalah.

"Ya sudah nih kakak pinjamkan! Tapi ingat besok besok jangan sampai kehabisan celana lagi!" Ucap kakak sembari mencari celana di lemari pakaiannya.

"Iya kak."

"Sama celana dalam tidak?!"

"Eh, tidak usah kak celana pendek saja."

Aku membayangkan bagaimana jika kakak mati. Apakah aku masih bisa tersenyum dan tertawa? Dan bagaimana jika aku menjadi jahat karena sakit hati dengan ucapan kakak dan akhirnya membunuh kakak?

Tidak, tidak. Meskipun terkadang kalimat kakak membuat hati ku sakit karena memarahiku, tetap saja aku sangat menyayanginya melebihi kasih sayangku terhadap diriku sendiri. Ya, aku sangat menyayangi kakak sehingga tidak mungkin jika aku tega membunuhnya hanya karena ucapannya yang menyakitkan. Lagipula, pikiran gila macam apa itu sampai-sampai terlintas di benakku tentang apa yang akan terjadi jika aku membunuh kakak? Jelas tidak mungkin akan ku lakukan hal gila dan bodoh tersebut.

Pokoknya apapun yang terjadi aku harus selalu melindungi kakak meski nyawa yang harus ku korbankan. Ya! Meski nyawa yang harus ku korbankan karena separuh dari nyawaku adalah kakak sendiri dan separuhnya lagi untuk ibu yang telah melahirkan ku meskipun aku sudah lupa sosok ibu asliku yang seperti apa.

"Rui... Rui?! Hei! Rui?"

"Eh, ka-kakak?" Jawabku yang terkejut saat kakak tiba-tiba memanggilku.

"Kamu lagi ngelamunin apa? Ini celananya!" Celetuk kakak.

"Eh?!"

Aku melihat Kak Guin yang menyodorkan celana pendek kearahku. Aku memang berniat meminjam celana kakak karena aku kehabisan celana.

"Hei! Kok malah ngelamun sih, tadi katanya mau pinjam celana."

"Eh, i-iya kak. Aku cuma—"

Kulihat seluruh tubuh kakak dari ujung rambut hingga ujung kaki tampak baik-baik saja tanpa ada luka sedikitpun.

"Cuma apa?"

"Eh, tidak kok kak. Tidak apa-apa."

Air mataku tiba-tiba menetes saat membayangkan apa yang akan terjadi jika kakak yang selalu menyayangi ku sudah tiada.

"Eh, kok kamu nangis? Kenapa sayang?"

Wajah Kak Guin berubah menjadi cemas saat aku menangis tiba tiba tanpa sebab

"Kak, a-aku—"

Aku tidak bisa berkata apapun saat hal tersebut terus terbayang di pikiranku.

"Sudah sayang jangan menangis. Maafin kakak kalau terlalu keras padamu, ya."

Kak Guin mendekat dan memelukku dengan erat sambil mengusap kepalaku dengan lembut.

"Kak."

"Ya sayang, ada apa?"

"A-aku hanya ingin minta maaf jika pernah berbuat salah pada kakak." Ucapku sambil mengisak  tangis.

"Eh, kenapa tiba-tiba kamu minta maaf?" Tanya kakak.

"Tidak apa-apa kak. Aku cuma ingin minta maaf saja kalau Rui pernah berbuat salah sama kakak." Jelasku

"Hmm, kakak sudah maafkan semua kesalahanmu kok."

"Makasih kak." Ucapku yang masih menangis dalam pelukan kakak.

"Hmm, kamu benar-benar aneh hari ini. Sebenarnya ada apa Rui? Kalo kamu ada masalah yang mengganjal cerita saja ke kakak siapa tau kakak bisa bantu." Ujarnya.

Aku hanya diam

"Tapi kalau kamu tidak mau cerita juga tidak apa-apa kakak tidak akan memaksa. Yang penting kamu bisa jaga dirimu sendiri dan kalau suatu saat kamu ingin cerita, kakak siap jadi pendengar yang baik kapanpun Rui mau." Ucap kakak mengecup keningku.

"M-makasih kak."

"Ya sudah sana pakai bajumu nanti masuk angin. Nih celana kakak." Menyodorkan celana yang ku pinjam.

"I-iya kak." Menerima celana yang diberikan Kak Guin.

Kemudian aku pergi ke kamarku untuk memakai baju dan juga celana pendek milik kakak.

Aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja aku bayangkan. Bagaimana jika itu benar-benar terjadi dalam hidupku? Meskipun semua makhluk yang bernyawa memang akan mati, namun rasanya aku tidak akan pernah siap jika kakak yang harus pergi untuk selamanya.

"Mungkin dengan tidur akan membuat suasana jadi lebih tenang."

Gumam ku yang segera menjatuhkan badan ke kasur dan berusaha untuk tidur.

"Kak Guin, sekali lagi maafkan aku jika aku pernah melukaimu meski hanya dalam anganku semata."