Aku terus berlari di sebuah hutan yang luas entah berapa lama aku berjalan selalu sampai di jalan yang sama, terus terjatuh dan terjatuh aku sudah tidak sanggup lagi keringatku terus mengalir. Di depanku muncul 2 pintu yang sangat terang apakah itu jalan keluarku tapi aku harus melewati pintu yang mana semua bercahaya sangat terang.
Kucoba meraih pintu di sisi kananku tapi kenapa setiap aku melangkah pintu itu terus menjauh-menjauh hampir sampai hampir. Kuraih pintu di sebelah kiriku pintunya tidak bisa terbuka sangat sulit sangat. Kunci, benar apakah pintu ini butuh kunci dimana aku bisa menemukannya. Kulihat sesuatu bercahaya di atas pohon kucoba meraihnya naik ke atas pohon,oh tidak aku terpeleset... gedebuk....
Tring tring tring bel rumahku terus berbunyi terus menerus, membuatku terbangun dari mimpiku.
"Awww"
aku menggosok-gosok badanku yang sudah tergeletak dibawah tempat tidur. Siapa pagi-pagi begini yang udah iseng bunyiin bel terus batinku. Kubuka pintu
" Verli gimana keadaan kamu udah baikan belum,?" tiba-tiba Echa memelukku dengan erat kulihat dia datang dengan seorang temanku lagi Indah yang saat aku pingsan Indah berada di dekatku. " iya udah baikan Cha, Tenang jja aku kan kuat hehe,!!" kataku pada Echa. Kami mempersilahkan mereka masuk, aku meninggalkan mereka untuk berganti baju.
" Ver di depan sana kayaknya ada CFd ya, jalan-jalan kesana yuk,?" ajak Indah padaku.
" Boleh-boleh. yuk let's go,"
Kami bertiga berjalan menuju ke Cfd suasana masih ramai seperti biasanya, pedagang berjajar rapi di kiri dan kanan jalan.
Kami berkeliling disekitar area Cfd membeli makanan,bermain-main, dan menikmati acara yang disana.
Di sekitar perumahan terdapat sebuah taman cukup luas dengan pohon kecil yang ditata rapi beberapa bagian taman dan sebuah lapangan basket, yang sering digunakan untuk berolahraga. Aku mengajak kedua temanku untuk menuju kesana. Kak Ardha sedang bermain basket disana dengan beberapa orang kulambaikan tanganku padanya. Kak Ardha datang menghampiriku,
" Hai, lagi sama temen-temen kamu,?".
" Iya, mereka temen sekelas aku, ini Echa trus ini indah," aku memperkenalkan kedua temanku pada kak Ardha, pastinyakedua temanku ini sudah mengenal kak Ardha tapi kak Ardha pastinya belum mengenal mereka.
Tak berapa lama saat kami berbincang-bincang muncullah Zein dan Devan.
" Eh verli udah baikan,?" tanya Devan padaku.
" Iya udah baikan kak, sekalian nemenin mereka jalan-jalan" kataku,
Zein melihat kearahku sebentar, kucoba menyapa Zein ternyata dia hanya cuek dan langsung berjalan saja seperti tidak terjadi apapun kemarin. Aku hanya bisa memandang sedikit keheranan dengan sikapnya yang berbeda dengan kemarin, tapi ya inilah memang dirinya.
" Emang kamu kenapa Ver,?" tanya kak Ardha yang sedikit bingung dengan perkataan Devan.
" Kemarin si Verli pingsan pas lagi nonton pertandingan basket di Pelita, !".
" Iya kak cuma pingsan jja," jelasku pada kak Ardha,
" oh untung aja kalo gitu, syukur kalo kamu udah baikan," kata kak Ardha sambil menepukk rambutku dengan lembut.
Senyuman kecil keluar dari bibirku, walaupun rasanya kuingin melompat saking bahagianya mendapat perhatian kecil dari kak Ardha. Echa dan Indah ikut senang juga karena bisa bertemu dengan idola mereka disini, meraka saling tersenyum melihat 3 orang tampan berkumpul didekat mereka.
" Guys jadi latihan apa gak nih?," Zein berteriak dari tengan lapangan basket.
Terjebaklah aku harus melihat latihan mereka sekali lagi, demi teman-temanku yang merasa ini kesempatan langka bisa dekat dengan ke 3 orang itu. Latihan selesai kak ardha, kak Zein,dan ,kak Devan beranjak lapangan basket, Zein yang masih cuek berjalan pergi, tapi tanpa kusadari aku menarik tangan Zein,
" Kak kemarin makasih yah udah nganterin n makasih buburnya,!!".
Muka Zein terlihat kaget dengan tingkahku ini, dia seperti tidak menyangka aku akan menarik tangannya.
Aku dengan cepat melepaskan tanganku dari tangannya dan sepertinya perubahan wajahnya terlihat kecewa, Zein hanya mengangguk dan pergi.
Kak Ardha hanya terdiam melihat sikapku pada Zein barusan. Kami saling berpamitan pulang, Kami ber3 kembali kerumahku lagi. Kami berbaring di teras depan rumahku, sambil menikmati angin sepoi-sepoi di siang yang terik ini.
" Gue tadi dapet nomer kak Devan, ni liat foto profil dia ih ganteng banget" kata Echa sambil terus melihat layar ponselnya.
" inget deh si Devan kan playboy bisa-bisa lo dijadiin pacar ke 10 nya." kataku mengejek Echa
" Jadi pacar ke 1000 pun gue mau kok klo pacaranya seganteng dia."
Aku dan Indah saling melihat dan tertawa kecil melihat tingkah Echa itu.
" jadi alasan lo bisa deket sama kak Ardha ini toh karena kalian tinggal di komplek yang sama,?" tanya indah,
aku mengangguk mengiyakan pertanyaan indah.
" Tiap minggu bunda gue ngajak olahraga kesana tadi, akhirnya kita sering ketemu ngobrol-ngobrol dan akhirnya kak ardha nebengin gue ke sekolah itu."
" Kalo gitu gue tiap minggu mau kerumah lo aja, biar bisa liat mereka bertiga main basket," timpal icha.
" ih males gue, klo lo tiap minggu kesini, gue lebih baik keluar kota aja," balasku iseng pada Echa.
Indah yang sedari tadi berbaring tiba-tiba terduduk,
" Ver lo tau gak, gue ngrasa sikap kak Zein kemarin sama hari ini beda banget, bener gak cha?"
Echa hanya menggangguk mengiyakan.
" beda gimana maksudnya,?" tanyaku
" kemarin waktu lo pingsan kak Zein yang langsung nyamperin lo n gendong lo cha, wajahnya bener-bener keliatan khawatir banget pas bawa lo ke klinik di Pelita. Dia mondar-mandir di deket ranjang lo, meriksa keadaan lo." jelas Indah pajang lebar dengan menirukan gerakan kan Zein kemarin sepertinya.
" Mana mungkin dia kayak gitu," aku tertawa mendengar penjelan indah itu
" iya bner tuh kata indah, trus dia nyamperin gue sama indah, Dia ngeyakinin kita berdua buat jagain n nganter pulang lo. Gue gak pernah bisa nolak permintaan orang ganteng ver, maafin gue ya udah ninggalin lo pulang," kata Echa,
" Emang kalian sahabat yang jahat banget," aku berpura-pura marah dan memukuli mereka dengan topi yang kupakai.
Waktu sudah menjelang malam kedua orang tua dan adikku akhinya sampai dirumah. Setelah menyapa mereka, Aku masuk ke dalam kamar mulai membolak-balikkan buku ditanganku. Aku terus memikirkan perkataan Indah tentang Zein tadi, memang sikapnya sedikit lebih memiliki perhatian kemarin dengan daripada hari ini yang lebih kembali ke cueknya. Tapi apakah Zein benar-benar mengkhawatirkanku sampai seperti itu, mungkin hanya khawatirnya seorang teman.
Sebelumnya memang aku tidak pernah punya teman dekat cowok, mungkin semua juga gini kalo punya temen cowok.