webnovel

17. Terkumpulnya Bukti

Hari ini Aditya tidak bekerja karena ingin menyelesaikan masalah semalam. Aku memang bermalam di rumahku karena kak Tyas menginap semalam.

"Kayla, sepertinya kami akan pulang sekarang," ucap kak Tyas.

"Maaf aku malah mengacaukan acara semalam," kataku menyesal karena masalah keluargaku harus diketahui oleh semua orang.

"Tidak apa-apa, Kay. Lagi pula makanan semalam sudah dibagikan oleh kakak sama Vina," katanya.

"Iya. Terima kasih sudah membatu, maaf kalian jadi melihat keributan semalam."

"Aku percaya kalian bisa menanganinya," kata kak Tyas sambil memegang bahu kiriku.

Aku tersenyum.

"Mama, aku tidak mau pulang sekarang, aku mau bermain dengan bayinya," kata Azka yang membuatku dan kak Tyas tersenyum.

"Iya, tunggu dua bulan lagi nanti bayinya baru bisa lahir," jawab kak Tyas.

Mereka pun pergi. Aditya merangkulku. Aku nyaman berada di sampingnya. Seorang wanita paruh baya datang. Dia berniat untuk membeli makanan, tetapi sayang kami sedang tidak berjualan. Setelah wanita itu pergi, Aditya mengajakku pergi. Dia bilang akan pergi ke kantor.

Setibanya di kantor, aku melihat dua orang pria tengah menunggu kedatangan kami. Aku tidak tahu mereka berdua siapa. Mereka menyambut kami lalu mengikuti kami dari belakang. Ketika keluar dari lift, Bayu berdiri.

"Di dalam ada tamu, tapi saya tidak tahu siapa karena tidak ada di jadwalnya," kata bayu sambil memberikan catatan jadwal yang sering diundur oleh Sherlin. Pantas saja sudah beberapa perusahaan memutuskan kerja samanya.

Aditya menendang pintu hingga terbuka dan menimbulkan suara yang cukup keras. Sherlin terperanjat. Dia membulatkan matanya lalu membenarkan pakaiannya yang sudah berantakan, dan juga perut sintesis tergeletak di lantai. Aku begitu terkejut melihatnya, ternyata ucapan Aditya semalam itu benar.

"Aditya ini tidak seperti yang kau bayangkan, aku dijebak!" katanya sambil berjalan mendekati Aditya dengan pakaian yang belum dikancingkan di bagian atas.

Aku ingin sekali menamparnya karena telah membohongi semua orang. Tahu akan pergerakanku, Aditya memegang tanganku untuk menghentikanku. Tidak aku sangka, Aditya menamparnya hingga terjatuh ke lantai.

"Bajingan! Beraninya menampar wanitaku!" teriaknya lalu mengambil ancang-ancang untuk menyerang Aditya.

Aku melangkah mundur agar tidak mengenaiku karena pasti akan ada perkelahian. Benar saja, Aditya memukulnya lebih dulu sebelum tinjunya mengenai wajah Aditya. Laki-laki yang berada di belakangku segera maju dan menahannya untuk tidak menyerang lagi. Seharusnya aku tidak ikut untuk melihat perkelahian ini, lagi pula ini di luar dugaanku.

"Jadi kamu yang selama ini membantunya untuk memeras keluargaku?" ketus Aditya sambil menunjuk Sherlin yang masih terduduk di bawah sambil memegang pipi bekas tamparan Aditya.

Ayah datang dengan amarah. Dia langsung menarik kerah baju Aditya lalu memukulnya. Aku bingung melakukan apa, kakiku bergetar. Bayu pun langsung memisahkan mereka.

"Paman lihat Aditya menamparku," adu Sherlin yang memperlihatkan ujung bibirnya berdarah.

Ayah terkejut melihat kondisi Sherlin yang masih berantakan. Dia lalu melihat seorang pria yang masih sedang dipegangi oleh dua orang yang sepertinya dia pun tidak tahu mereka siapa. Dia pun melepaskan kepalan tangannya.

"Apa yang sedang terjadi di sini?" tanya ayah.

"Seharusnya aku yang bertanya, kenapa ayah tiba-tiba memukulku?"

"Tidak! Jelaskan terlebih dahulu!" katanya. Lalu ayah baru menyadari perut sintesis yang tergeletak di lantai lalu melihat perut Sherlin yang rata.

Ayah begitu syok melihatnya. Dia berjalan mundur karena kepeningan. Aku memegang tangannya. Tetapi ayah menepis tanganku. Dia pun duduk di sofa, membuka ponselnya lalu menempelkannya di telinga kiri.

"Ya, Wahyu datang ke kantorku sekarang. Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu," kata ayah lalu menutup teleponnya.

"Tidak, paman. Tolong jangan beritahu ayah. Aku mohon!" ucap Sherlin dengan mata yang berkaca-kaca.

"Lebih baik kamu benarkan pakaianmu. Aku tidak menyangka kamu seperti itu," kata ayah ketus.

Aku tidak tahan melihat ini semua, dan juga aku sudah terlalu lama berdiri. Aku membisikkannya kepada Aditya bahwa aku akan duduk di luar saja. Aditya hanya mengangguk menanggapinya. Karena tidak ada sofa di luar ruangan, aku pun duduk di meja Bayu. Mejanya begitu rapi, dan ada pigura kecil yang ada fotonya bersama perempuan. Mungkin ini fotonya ketika dia masih duduk di sekolah dasar. Hanya saja aku merasa tidak asing dengan perempuan yang berada di sebelahnya.

Pintu lift pun terbuka. Aku melihat pria paruh baya keluar dari sana. Dia tersenyum lalu menghampiriku.

"Aku tidak tahu kalau anakku memiliki asisten yang cantik," katanya lalu mendekat ke arahku.

Dia terkejut setelah melihat perutku. "Tidak disangka anakku masih memperkerjakan wanita yang sedang hamil besar."

"Aku tidak sudi menjadi asistennya. Lebih baik bapak masuk, semua sudah menunggu di dalam," ucapku ketus. Untuk berjaga-jaga, aku menyalakan perekam suara di ponselku.

"Untuk apa aku masuk ke sana kalau di sini ada wanita cantik. Mari bermalam dengan malam ini, aku tahu kau membutuhkan uang untuk lahiranmu makanya kamu masih bekerja di sini," katanya dengan mata genitnya ingin sekali aku menghancurkan matanya itu.

"Brengsek! Anak sama ayah sama saja. Sama-sama genit dengan milik orang lain!" sungguh aku tidak tahan untuk berbincang dengannya.

"Comeone, honey. Aku ingin merasakan sensasi dengan wanita yang tengah hamil besar. Aku akan membayar persalinanmu."

Aku pun merasa muak mendengar perkataannya. Aku pun berteriak menyebutkan nama Aditya hingga Aditya pun keluar. Aku langsung mendekat pada Aditya.

"Sayang, dia menggodaku!" aduku sambil menunjuk pria itu.

Aditya merasa kesal, dia memukul pria itu lalu menyeretnya ke dalam ruangan. Aku ingin sekali masuk dan melihat apa yang terjadi di sana, hanya saja aku sedang mengandung sekarang. Aku lebih baik menjaga kandunganku dari pada terlibat dengan mereka.

Pintu lift pun terbuka. Seorang perempuan dengan membawa berkasnya keluar. Dia sedikit terkejut melihatku. Lalu menghampiriku.

"Kamu istri sahnya pak Adit kan? Ah maaf saya berbicara kurang sopan karena ini baru pertama kalinya kita bertemu dan aku merasa senang."

"Tidak apa, santai saja bicara denganku, lagi pula aku bukanlah atasanmu. Apa yang membawamu kemari dan hal apa yang ingin kamu bicarakan denganku?"

"Oh, iya. Ini ada laporan yang harus ditandatangani oleh bu Sherlin."

"Sebentar lagi dia bukan atasanmu, kamu balik lagi saja lanjutkan pekerjaanmu."

"Ah iya, tunggu. Aku tidak berniat untuk menghancurkan siapa pun atau bermaksud apa pun di sini, hanya saja aku ingin memberitahu ini. Aku selalu tidak memiliki kesempatan untuk bertemu denganmu, tadinya aku ingin memberikannya lewat pak Bayu, hanya saja aku tidak mempercayainya karena dia sekarang asisten bu Sherlin. Bu Rena juga sering di tugaskan di luar dan aku tidak memiliki kontaknya untuk menghubunginya."

"Lantas apa yang ingin kamu tunjukan?"

Dia memberikan ponselnya lalu menunjukkan sebuah video padaku. Video yang berisi Sherlin bersama seorang pria. Berbicara tentang kenaikan jabatannya dan rencananya yang menculik Aditya. Aku menutup mulut. Aku tidak menyangka akan ada orang lain yang merekam ini. Ini sangat membantu karena kejadian penculikan waktu itu buktinya masih kurang kuat. Aku memintanya untuk mengirimkan video tersebut kepadaku. Aku sangat berterima kasih karena bantuan yang tidak terduga.

"Baiklah, semoga hubungan kalian baik-baik saja setelah ini," katanya lalu pergi.

Aku pun langsung masuk ke dalam ruangan. Sherlin yang sedang menangis melihat ke arahku. Dia berlari menghampiriku tapi tertahan oleh Bayu.

"Pelakor! Aku tidak akan membiarkanmu hidup! Tidak boleh ada yang memiliki Aditya selain aku, jika aku tidak mendapatkannya maka kamu juga tidak!" teriaknya berusaha berontak dari Bayu.

Aku melihat pria tadi yang sudah pasti itu ayahnya tertunduk malu. Tetapi ketika Sherlin terus memakiku, ayahnya menamparnya. Dia pun terdiam.

"Dasar tidak tahu malu!" makinya terhadap anaknya.

Aditya mengalihkan pandanganku, menanyakan apa yang membuatku masuk lagi ke dalam. Tanpa berbasa-basi aku menunjukkan video yang dikirimkan tadi. Semua terdiam setelah mendengar suara Sherlin.

(Kau lihat sayang, sekarang aku sudah memegang sebagian perusahaan VK Group. Aku juga sudah mencicipi tubuhnya berkat bantuanmu meskipun dia tidak mengeluarkannya di perutku. Tapi itu tidak jadi masalah karena kamu sudah memberikan bibitmu dirahimku. Lihat saja anak ini akan lahir sebagai pewaris keluarga VK. Dan setelah aku mendapatkan semuanya aku akan meninggalkan mereka dan hidup bersamamu)

"Tidak! Itu bukan aku!" teriak Sherlin.

Polisi pun datang dan membawa mereka pergi. Video itu di kirimkan kepada pria yang mengenakan pakaian casual. Aku dengar dia namanya Fikram. Aku beru melihatnya, setiap dia mengajak bertemu dengan Aditya pasti saat aku sedang tertidur, itu sebabnya ini pertama kali melihatnya. Cukup tampan, aku mengalihkan pandanganku kepada Aditya.

"Tampan," gumamku.

Aditya mengerutkan dahinya, "Aku memang tampan sayang, kamu baru menyadarinya?"

"Apa sih?" kataku sambil menyikutnya karena malu masih ada ayah di sini.

Ayah melihat ke arahku lalu beranjak pergi meninggalkan kami. Aditya menggodaku lagi dan menciumku. Aku mendorongnya pelan karena malu takut terlihat oleh karyawan di sini. Aditya menelepon Rena untuk menangani kantor untuk sementara waktu.