webnovel

14. Cek Kandungan

Aku memejamkan mata. Tidak sabar melihat hasilnya. Membuka mata perlahan, mataku berkaca-kaca setelah melihat hasilnya. Garis dua. Aku langsung pergi ke dapur. Aditya tengah sibuk memasak. Aku memeluknya dari belakang.

"Ada apa? Aku berkeringat sekarang, jangan menggodaku dulu," kata Aditya yang masih fokus pada masakannya.

Aku membalikkan badannya supaya menghadapku. Lalu aku menunjukkan kepadanya.

"Lihat sayang, ayo kita ke dokter kandungan untuk mengecek pastinya sudah berapa hari ada bayi dalam perutku," ocehku sangat antusias sambil mengusap perutku.

"Ya sudah, aku masak dulu ya? Nanti kita minta tolong Vina lagi untuk jaga warung," katanya lalu melanjutkan pekerjaannya.

Aku mencium pipinya lalu kembali ke kamar untuk memberitahu kepada Vina. Aku sangat bahagia. Hanya saja, aku jadi teringat bagaimana dengan kandungan Sherlin. Apa kandunganku lebih tua darinya atau tidak. Jika tidak berarti anak ini bukan anak pertamanya.

Lamunanku terpecah ketika telepon sudah tersambung.

"Kay? Dari tadi di panggil tidak menjawab, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Vina.

"Ah, iya. Aku baik-baik saja. Hanya saja nanti siang datang ya, tolong jaga warung lagi," jawabku.

"Loh, memangnya ada urusan lagi? Apa urusan kemarin belum selesai?"

"Tidak-tidak, aku hanya ingin pergi ke dokter kandungan untuk memeriksa kandunganku."

"Oh ..." jawabnya santai. "Eh apa? Kamu ... itu?" Vina terkejut mendengarnya.

"Iya, makanya aku minta tolong padamu. Aku ingin pergi bersamanya."

"Akhirnya aku punya keponakan lagi," haru Vina.

***

POV Aditya

Mendengar kehamilan Kayla aku sangat senang dan bersemangat. Oleh karenanya aku menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat.

Ponselku berdering. Terlihat nama Rival. Aku menempelkan benda pipih itu di telingaku.

"Maaf aku baru menghubungimu. Rumor kemari sudah di hapus oleh anak buahku."

"Oke, bagus."

"Apa Kayla baik-baik saja sekarang setelah kejadian kemarin?"

"Aku belum tahu pasti, hanya saja dia terlihat sangat bahagia sekarang."

"Syukurlah. Ah, iya. Semalam Fikram memberitahuku kalau dia pernah tidur dengan laki-laki lain sebelum menculikmu. Jika dia membuat keributan tentang kehamilannya itu hanya alibi supaya kamu bisa menikahinya," jelas Rival.

Fikram adalah teman masa kecil kami. Dia heaker terhebat, karenanya sekarang aku bisa mengumpulkan bukti untuk menjatuhkan Sherlin dan membukan mata ayah kalau Sherlin bukanlah wanita baik-baik. Terlebih, karena Fikram tidak pernah ikut bergabung ketika nongkrong jadi tidak banyak yang tahu tentang temanku yang satu itu.

Aku menyerahkan sisa pekerjaanku kepada Dika, teman sekolah Rena. Aku bersiap untuk pergi ke dokter kandungan. Vina pun sudah datang untuk membantu menjaga warung.

Tiba di rumah sakit. Kami sedang menunggu karena hari ini begitu banyak orang yang akan memeriksanya ke dokter kandungan. Kayla terlihat sangat senang, terlebih dia selalu bertanya kepada sebelahnya bagaimana rasanya hamil dan menanyakan sudah berapa bulannya. Perempuan yang duduk di samping kanan Kayla pergi, dan digantikan oleh wanita yang lebih tua dibanding sebelumnya.

"Ibu sedang mengandung, ya? Sudah berapa bulan kalau boleh tahu?" tanya Kayla ramah.

"Kenapa memangnya? Apa urusannya denganmu jika kamu mengetahui kehamilanku?" ujar ibu itu ketus.

"Aku hanya bertanya, kenapa harus seperti itu segala?" kata Kayla sambil mendelikkan matanya.

"Gak usah se-excieted seperti itu kalau baru hamil. Gak tahu saja kalau mengurus anak tidak semudah yang dilihat," katanya. "Dasar anak jaman sekarang bisanya mengganggu orang lain saja," gumamnya.

Aku memegang tangan Kayla untuk mengalihkan perhatiannya supaya tidak melanjutkan perdebatan yang tidak jelas itu. Giliran kami untuk bertemu dengan dokternya. Ketika Kayla sedang diperiksa oleh dokter, ponselku bergetar. Aku membuka pesan masuk dari Bayu, yang memberitahukan bahwa Sherlin sedang menuju rumah sakit. Aku sedikit takut akan bertemu dengannya di sini, takut membuat Kayla marah lagi jika bertemu dengan Sherlin di sini. Terlebih lagi Bayu tidak mengetahui rumah sakit mana yang Sherlin tuju karena Sherlin tidak memberitahunya.

"Selamat ya, pak, bu, usia kandungannya baru empat minggu. Nah, usia kandungan pada trimester pertama ini sangat rentan," kata dokternya.

"Oh, lalu hal apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kandungannya, dok?" tanyaku.

"Bisa dengan minum vitamin, perbanyak minum air putih, lalu hindari makanan mentah atau setengah matang, juga hindari paparan rokok dan alkohol. Selebihnya saya memberikan buku ini. Ini bisa dipelajari nanti di rumah. Lalu jika akan dicek lagi kandungannya harap buku ini dibawa, ya?" katanya lalu memberikan buku berwarna merah muda.

"Iya dok, terima kasih." Kayla mengambil buku itu.

Dokter itu memberikan resep vitamin padaku. Setelah keluar dari ruangan, mataku membulat melihat ibu sedang duduk.

"Ibu? Kenapa ibu ada di sini? Apa ibu sakit?" tanyaku.

"Tidak-tidak, ibu baik-baik saja. Hanya saja saat aku ke rumahmu pegawaimu bilang baru pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kandunganku menantuku," jawab ibu.

"Iya, bu. Baru sebulan jadi belum terlihat buncit," jawab Kayla.

"Ha-ha, ibu tidak sabar menggendongnya," ujarnya.

"Mari kita pulang, bu. Lebih enak jika kita mengobrol di rumah," ajakku. Aku teringat bahwa aku sekarang tidak memiliki mobil. "Maaf, bu. Aku tidak membawa mobil."

"Tidak apa-apa, kamu bawa motor saja. Biarkan ibu sama Kayla pergi menggunakan taksi," katanya. "Ibu ingin mengenal lebih dekat dengan Kayla."

"Baiklah," jawabku singkat.

Ketika di tempat parkir, aku dikejutkan lagi dengan kedatangan Sherlin. Dia menghampiri kami. Memberi salam kepada ibu. Dia tersenyum melihat ke arahku, tetapi aku hanya menatapnya tajam.

"Kenapa kamu datang ke sini?" tanya ibu.

"Tidak tante, aku ke sini untuk mengecek kandunganku. Tapi anak tante tidak mempercayainya bahwa ini adalah anaknya," celotehnya.

Kayla mengalihkan pandangannya kepadaku begitu pun juga ibu.

"Kamu menghamili perempuan lain padahal kamu sudah menikah dengan Kayla. Kalau pilih salah satunya, jangan hanya menghamili dan kamu tidak mau bertanggung jawab!" akhirnya ibu memarahiku.

"Bu, tolong percaya padaku. Itu bukan anakku, bu." Kataku berusaha untuk menjelaskan.

"Lihat kan tante dia tidak mau mengakuinya padahal dia sendiri yang bilang tidak mau menikah denganku," kata Sherlin.

"Diam kamu sialan! Dia dijebak olehmu, bukan dia yang menghamilimu!" teriak Kayla.

"Tak ada ceritanya perempuan yang memperkosa laki-laki, meskipun ada laki-lakinya pasti akan menikmatinya," cecar Sherlin yang tidak mau kalah.

"Diam kamu! Jika itu memang anakku, ayo kita lakukan tes DNA pada anak itu saat dia lahir."

"Jika ini terbukti anakmu ceraikan dia dan nikahi aku!"

"Gila kamu! Dasar pelakor," teriak Kayla.

Keributan kami membuat orang-orang berkumpul. Itu menjadikan kesempatan bagi Sherlin yang tidak perlu susah payah membuat rumor tentang keluargaku. Aku menghentikan taksi dan meminta ibu untuk pulang sendiri karena ada yang harus aku bicarakan dengan Kayla. Bersyukur ibu mau mengerti dan membiarkanku untuk membereskan masalah ini. Setelah ibu mendapat taksi aku dan Kayla pun langsung pergi dan tidak menggubris omongan Sherlin.