webnovel

Gelang

'sret'

Rizhan mengambil paksa ponsel Herra dari tangannya. Rizhan memandang penuh amarah pada Herra. Ia tak akan membiarkan Herra menghentikan ini semua.

"Bagaimana bisa kamu melakukan ini Herra?! Apa aku ini sudah enggak berarti apa-apa untukmu?!" geram Rizhan dengan tatapan tajam.

Herra sangat terkejut karena Rizhan tiba-tiba merampas ponselnya dan Menyembunyikannya. Tak bisa! Ia harus mengakhirinya dengan cepat.

"Rizhan! Kembalikan ponselku! Aku udah capek dengan sikapmu. Ku mohon, aku ingin mengakhiri ini semua," protes Herra seraya berusaha mengambil kembali ponsel yang ada di tangan Rizhan.

Rizhan dengan cepat menaikkan ponsel itu ke atas hingga Herra tak dapat meraihnya. Rizhan mendorong tubuh Herra hingga terjatuh di kursi meja makan. Ia tak akan membiarkan Herra mengakhiri ini. Dia harus menahan Herra melakukannya.

"Aku enggak mau Herra! Aku enggak akan membiarkanmu menekan tombol pemberhentian kontrak ini! Aku enggak mau pisah darimu," tolak Rizhan dengan pandangan sedih dan terluka.

Herra sedikit goyah dengan tatapan sedih itu. Namun, ia menguatkan hatinya untuk meakhiri ini semua. Ia tak ingin kejadian pembunuhan itu terulang lagi. Ia harus mengakhiri ini semua sebelum terlambat. Sikap Rizhan sudah benar-benar berubah dari sikapnya sejak awal. Tak boleh ada lagi kejadian seperti itu. Atau tidak, Herra akan semakin banyak merasa bersalah pada orang lain.

"Aku enggak bisa Rizhan. Kamu udah buat aku terlalu kecewa dengan perilakumu. Aku udah pernah bilang untuk berhenti melakukan ini semua. Tapi kamu sama sekali enggak mengindahkan apa yang aku katakan. Aku enggak mau semakin bersalah dengan orang-orang yang kamu bunuh nanti. Aku akan segera mengakhirinya," jelas Herra seraya bangkit untuk mengambil kembali ponselnya.

Gotcha! Herra mendapat ponselnya kembali setelah ia mengalihkan perhatian Rizhan dengan terpaksa mencium bibirnya. Rizhan tentu saja terkejut dengan hal itu hingga tak sadar jika ponsel di tangannya sudah diambil kembali oleh Herra. Herra segera menyembunyikan ponselnya di belakang tubuhnya agar tak bisa diambil oleh Rizhan lagi.

"Herra! Kamu sengaja?! Aku mohon Herra aku enggak mau pisah darimu. Kenapa kamu jadi sangat membenciku sekarang?!" pekik Rizhan dengan tatapan sedih dan semakin terluka.

Bahkan warna matanya sudah berubah sedikit merah seperti akan mengeluarkan air mata. Herra memundurkan langkahnya. Ia sudah yakin tak akan melakukan hal ini lagi. Hubungannya dengan Rizhan harus benar-benar berakhir saat ini juga.

"Maafin aku Rizhan. Aku sebenarnya enggak ingin melakukan hal ini. Tapi kamu yang memaksaku melakukan ini semua. Sekarang aku minta kamu pergi!" pekik Herra menyuruh Rizhan pergi dari hadapannya.

Aneh?

Rizhan tidak bergeming dan pergi dari hadapan Herra. Malahan ia masih menatap Herra dengan sedih. Herra merasa heran. Kenapa seperti ini? Apa ada yang salah?

Kenapa Rizhan enggak bisa pergi seperti biasanya?! Ada apa ini?! ~ batin Herra

"Kenapa? Enggak bisa nyuruh aku pergi?" tanya Rizhan dengan langkah yang semakin mendekati Herra. Kenapa tatapan itu perlahan berubah?

Herra refleks memundurkan langkanya. Ia sedikit menatap takut pada Rizhan yang menatapnya dengan pandangan dingin. Pandangan Rizhan saat ini terasa sangat membuatnya merinding.

"Rizhan berhenti! Aku bilang kamu pergi! Kamu harus mendengarkanku!" pekik Herra yang berusaha menyuruh Rizhan pergi.

Padahal dengan perintah itu, Rizhan sudah bisa pergi bagai asap darinya. Hal itu ia lakukan agar Herra bisa leluasa menekan tombol pemberhentian kontrak itu. Agar tak ada lagi gangguan untuknya menekan tombol itu dengan tenang.

Bukannya pergi, Rizhan semakin mendekat ke arahnya. Rizhan menatapnya dengan berbagai makna. Sedih, kecewa, berharap. Semua rasa seakan ada di mata Rizhan saat ini. Herra sangat takut sekarang.

"Rizhan pergi!" pekik Herra mendorong tubuh Rizhan hingga tubuh Rizhan cukup terdorong.

Herra pun mengambil kesempatan itu untuk menekan tombol pemberhentian kontrak. Namun, tangannya dengan cepat ditahan oleh Rizhan. Rizhan kembali mengambil ponsel di tangan Herra. Herra sangat terkejut karena Rizhan bergerak cepat ke arahnya. Herra memandang sangat takut saat ini. Sungguh tatapan Rizhan benar-benar dingin dan menusuk. Herra tak bisa menelan salivanya saat ini karena rasa gugup bercampur takut yang ada di dalam dirinya.

"Aku udah bilang Herra. Aku enggak akan membiarkanmu untuk menekan tombol itu. Aku enggak akan membiarkanmu pergi dariku. Kamu adalah milikku Herra. Enggak ada satupun yang boleh memisahkan kita," desis Rizhan seraya menaruh ponsel itu di atas meja dan menindih tubuh Herra di atas sofa.

Herra berusaha mendorong tubuh Rizhan tapi tidak bisa. Entah kenapa kekuatan Rizhan sangat besar saat ini. Rizhan memegang kedua tangan Herra dan menaikkannya ke atas. Membuat kendali atas dirinya tak ada lagi. Ia tak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali karena di bawah kungkungan Rizhan.

"A-Apa yang mau kamu lakukan Rizhan?! Lepasin aku!" pekik Herra yang terkejut dengan tindakan Rizhan. Tatapan takut Herra sangat kentara saat ini.

"Aku akan membuatmu enggak bisa pergi dariku. Kamu enggak akan bisa jauh-jauh dariku Herra," tukas Rizhan seraya mencium bibir Herra dengan paksa.

Herra sangat terkejut dengan tindakan Rizhan yang menciumnya. Herra menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk melepas cium itu. Ciuman Rizhan begitu kasar hingga membuat hati Herra sangat sakit. Dia sangat menyesal kali ini. Herra sudah menciptakan seorang iblis. Dia harus mengakhirinya.

Herra mengigit bibir Rizhan hingga Rizhan melepas ciuman itu.

"Ah!"

"Ka-Kamu jahat Rizhan! Aku sangat membencimu!" teriak Herra dengan air mata yang telah membasahi pipinya.

Rizhan mengambil sesuatu di dalam kantong celananya. Rizhan meraih pergelangan tangan Herra dan memakaikan sebuah gelang padanya. Kemudian Rizhan bangkit dari duduknya.

Herra melihat pergelangan tangannya yang diberi gelang oleh Rizhan. Rasanya ada yang janggal dengan gelang yang terlihat mewah itu.

"Kenapa kamu memakaikan gelang padaku?!" tanya Herra dengan wajah bingung.

"Aku udah bilang kamu enggak akan bisa pergi dariku. Gelang itu aku pasang supaya kamu enggak akan pernah bisa menyentuh tombol itu lagi," jelas Rizhan dengan tatapan dingin.

"Apa?! Kamu bercanda?!" pekik Herra seraya mengambil ponsel di atas meja.

Herra mencoba membuka aplikasi itu lagi dan menekan tombol pemberhentian kontrak itu. Aneh. Tombol itu tak bisa ditekan. Bahkan Herra menekannya berulang kali. Tapi tetap sama, tombol itu tak bisa ditekan. Membuat dirinya semakin panik saat ini.

"Rizhan, apa yang kamu lakukan padaku?!" pekik Herra seraya memegang kerah baju Rizhan.

"Aku udah bilang Herra-ku. Kamu selamanya akan menjadi milikku. Kita enggak akan pernah bisa berpisah," ucap Rizhan dengan smirk-nya.

Herra dibuat sangat terkejut dengan penuturan itu. Ia tak percaya semua akan jadi seperti ini.

To be continued....