webnovel

Perasaan Takut

"Hei, Son! Apa yang kamu lakukan di tempat kontruksi ini? Ini tempat berbahaya, Son!"

Ryushin kecil menoleh saat dipanggil. Ternyata yang memanggil adalah seorang lelaki berusia sekitar 40 tahunan lebih itu. Lelaki dewasa itu yang menepuk bahu Ryushin tadi.

Ryushin kecil mendongak ke atas.

"Papa. Lyu-chin mencari Papa," ucap Ryushin kecil.

Ryushin termasuk lamban dalam berbicara. Bahkan, di usia Ryushin yang sudah 5 tahun kini, dia masih saja cadel. Namun, Ryushin memang cerdas dari kecil.

Lelaki tua tadi berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan tinggi bocah yang masih berseragam sekolah taman kanak-kanak itu.

"Siapa papa kamu, heh?" tanya lelaki tua itu.

Ryushin terdiam sejenak. Ryushin mengingat-ingat nama ayahnya.

"Ultamen mebiyus, Om," celoteh Ryushin saat ia mulai mengingat sesuatu.

"Pfftt, hahahaha ... kamu menggemaskan sekali, Son. Maksudnya om nama asli papamu, Son."

Lelaki tadi mengulang pertanyaannya.

Ryushin kembali terdiam, memikirkan sesuatu.

"Hmmm ... Papa Lyu-chin ... ah ya, papa Lyu-chin itu adalah Ilon-men," jawab Ryushin begitu polos.

Lelaki tadi kembali tertawa terpingkal-pingkal. Mungkinkah bocah ini anak dari seorang aktor?

"Ahahaha ... kenapa nama papa kamu super hero semua, heh?" tanya lelaki tua itu.

Ryushin mengangkat kedua tangannya, berpose ala super hero yang akan melawan penjahat.

"Iya, papa Lyu-chin pahlawan pembela kebenalan dan pembacmi kejahatan," ucap Ryushin kembali.

Lelaki tadi sungguh gemas melihat Ryushin. Rasanya dia sangat ingin menculik bocah itu.

Orang tua mana yang ceroboh hingga membiarkan anak sekecil ini berada di tempat konstruksi? Kalau bocah ini tidak menemukan orang tuanya, lelaki dewasa itu pasti akan mengadopsinya. Lelaki itu bernama Kim Jae

Kim Jae jadi mengingat anaknya yang masih polos dulu. Jika mengingat itu semua rasanya Jae murka. Jae membenci sikap anaknya yang jadi pembangkang gara-gara perempuan.

"Permisi, Tuan Kim. Pembangunan kafetaria sudah mencapai 40%, tinggal pembangunan bagian bawah yang merupakan pusat dari kegiatan kita," ucap seseorang berjas hitam. Dia membungkuk pada lelaki yang ditemui Ryushin tadi.

"Hmm, baiklah. Aku akan kembali ke Korea Selatan. Awasi terus pembangunannya! Jangan sampai ada pihak polisi atau masyarakat sekitar yang curiga!" ucap Kim Jae. Jae sekelebat melihat Ryushin yang berdiri sambil melihat sekeliling.

"Oh iya, carikan orang tua bocah ini, Park. Kalau tidak ketemu, bawa bocah ini ke mansion kita!" perintah dari Kim Jae.

Park Rye Wook mengangguk kepada lelaki yang dia panggil 'Tuan Kim' tadi.

"Jangan mainan di tempat ini lagi ya, Son! Ini sangat berbahaya," ucap Tuan Kim Jae sambil menepuk kepala Ryushin.

Ryushin hanya mengangguk patuh dan meraih gandengan tangan pria berjas yang ada di sebelahnya.

Namun, Ryushin merasakan itu bukan gandengan hangat, melainkan lebih keras dari cengkeraman.

Ryushin mendongak ke arah paman berjas tadi. Tatapan mata paman itu begitu dingin dan menyeramkan bagi Ryushin.

"Aku titip dia, Park!" ucap Tuan Kim Jae sebelum akhirnya ia masuk ke dalam mobil mewah dan melesat menjauh.

***

Jangjun mengaduk campuran semen dan pasir. Ia menjadi kuli bangunan di salah satu tempat konstruksi di sudut Kota Bandung ini.

Jangjun mengusap peluh yang bercucuran dari keningnya menggunakan baju kotor miliknya. Matahari sudah terik. Ini waktunya ia menjemput Ryushin dari sekolah biasanya, tapi kali ini ia masih sibuk bekerja. Meminta izin pulang sebentar pun tak diperbolehkan oleh mandornya.

Jangjun mendengar derap langkah kaki mendekat. Ia menoleh. Paman Jumali, tetangga Jangjun yang mengajaknya jadi kuli, lari mendekat.

Paman Jumali mengatur napasnya sejenak sebelum ia mengucapkan sesuatu kepada Jangjun. Sesuatu yang membuat Jangjun mengutuk dirinya sendiri.

"Hosh! Hosh! Shin, Jang!" ucap Paman Jumali dengan napas terengah.

"Ada apa dengan Shin, Paman?" tanya Jangjun sembari mengguncang bahu Paman Jumali, tidak sabar menanti lelaki paruh baya itu melanjutkan kalimatnya.

"Shin! Shin, hah, Shin jatuh dari tangga, hah, dan tertimpa balok kayu di belakang bangunan," ucap Paman Jumali.

Begitu mendengar Ryushin celaka, Jangjun seperti orang gila. Ia berlari seperti orang kesetanan. Melompati batu bata, menubruk karung semen, menyusuri jalanan kotor yang terdapat koral di mana-mana.

Pikiran Jangjun sangat kacau. Jangjun terus menggumamkan, "Kamu harus baik-baik saja, Shin!"

Langkah Jangjun berhenti ketika Jangjun melihat kerumunan rekan sesama kuli.

Dengan kaki gemetaran, Jangjun mendekati kerumunan itu. Jangjun melihat buah hatinya lemah tidak berdaya.

Darah merah kental menetes dari kepala dan hidung Ryushin. Air mata Jangjun berderai. Kakinya melemas. Lututnya menghantam tananh berkerikil.

Jangjun bersimpuh di samping tubuh lemas Ryushin. Jangjun melihat mata yang biasa menyambutnya dengan binaran itu tertutup rapat. Seharusnya, ini memang sudah lewat jam Ryushin pulang dari sekolahan. Tapi, Jangjun tidak menyangka jika putranya sampai menyusulnya ke tempat konstruksi seperti ini.

***

"Hosh! Hosh! Shin, Jang!" ucap Paman Jumali dengan napas terengah.

"Ada apa dengan Shin, Paman?" tanya Jangjun sembari mengguncang bahu Paman Jumali, tidak sabar menanti lelaki paruh baya itu melanjutkan kalimatnya.

"Shin! Shin, hah, Shin jatuh dari tangga, hah, dan tertimpa balok kayu di belakang bangunan," ucap Paman Jumali.

Begitu mendengar Ryushin celaka, Jangjun seperti orang gila. Ia berlari seperti orang kesetanan. Melompati batu bata, menubruk karung semen, menyusuri jalanan kotor yang terdapat koral di mana-mana.

Pikiran Jangjun sangat kacau. Jangjun terus menggumamkan, "Kamu harus baik-baik saja, Shin!"

Langkah Jangjun berhenti ketika Jangjun melihat kerumunan rekan sesama kuli.

Dengan kaki gemetaran, Jangjun mendekati kerumunan itu. Jangjun melihat buah hatinya lemah tidak berdaya.

Darah merah kental menetes dari kepala dan hidung Ryushin. Air mata Jangjun berderai. Kakinya melemas. Lututnya menghantam tananh berkerikil.

Jangjun bersimpuh di samping tubuh lemas Ryushin. Jangjun melihat mata yang biasa menyambutnya dengan binaran itu tertutup rapat. Seharusnya, ini memang sudah lewat jam Ryushin pulang dari sekolahan. Tapi, Jangjun tidak menyangka jika putranya sampai menyusulnya ke tempat konstruksi seperti ini.

Jangjun sempat mengira jika mungkin saja itu hanya bocah yang mirip Ryushin, tapi Jangjun tidak bisa menghentikan tangisnya ketika dia sudah meraih tubuh Ryushin. Bocah berusia 5 tahun yang wajahnya bersimbah darah itu memang putranya. Darah masih deras keluar dari pelipis dan kedua hidung Ryushin. Jangjun tidak tahu seberapa parah putranya itu jatuh dari tangga.

Jangjun merengkuh tubuh kecil putranya. Putranya yang sering keluar masuk rumah sakit karena memang punya penyakit bawaan dari lahir. Tapi, Ryushin tetap bertahan hidup hingga saat ini. Jangjun tidak akan membiarkan putranya terluka lagi.

Jangjun mencium wajah Ryushin bertubi-tubi. Tidak mampu berucap, Jangjun hanya mampu mendekap tubuh bocah malang itu.

"SHIINNNN!!!" teriak Jangjun sekuat tenaga.

Brugh!!

Jangjun merasakan ada benda empuk dan berbau aneh menyentuh wajah tampannya, kasar.

Membuka matanya, Jangjun terbangun gelagapan. Ternyata baru saja ia dipukul menggunakan bantal bau, entah oleh siapa.

"SHIN! SHIIN! DI MANA SHIN! SHIN TIDAK APA-APA, 'KAN? PERTEMUKAN AKU DENGAN PUTRAKU!" teriak Jangjun histeris.

Grookkk!!

Hanya suara aneh itu yang menyahut. Jangjun merasa merinding tiba-tiba. Apa Jangjun sedang berada di tempat penyembelihan hewan? Kenapa ada suara aneh seperti tadi?