webnovel

Salah Paham!

Beberapa waktu berlalu, Zeline akhirnya mengetahui siapa Gavin sebenarnya. Tiga hari yang lalu, Gavin memperkenalkan dirinya kepada Zeline secara langsung. Dan katanya dirinya adalah seorang CEO. Hari ini, berhubung dia sedang mendapat cuti di perusahaan, Zeline memutuskan untuk menghampiri Gavin.

Saat pintu lift perlahan terbuka, Zeline berjalan keluar dengan sepatu hak tingginya.

Dia menatap karpet merah di bawah kakinya dan mengangkat kepalanya untuk melihat banyak lukisan terkenal di dinding. Zeline tidak terlalu melirik lukisan-lukisan itu, dan langsung pergi ke meja depan.

"Nona, boleh saya bertanya siapa yang Anda cari?" Seorang wanita di meja itu memandang Zeline dengan senyum sopan.

"Saya mencari Gavin Nicholas."

"Tunggu sebentar. CEO sedang sibuk sekarang."

Zeline saat itu langsung dibawa ke ruang istirahat di sisi ruang tamu.

Mereka telah menikah selama seminggu, tetapi terlepas dari hari pertama ketika Gavin kembali untuk menginap di apartment nya, setelah itu Zeline tidak pernah melihat Gavin lagi.

Setelah menunggu beberapa hari, Zeline tidak bisa tidak menjadi penasaran, dia mengunjungi Gavin secara langsung.

Setengah jam kemudian, Gavin masih belum muncul. Zeline sudah bertanya kepada beberapa orang di sana, dan mereka semua mengatakan bahwa Gavin sedang rapat, jadi Zeline hanya bisa menunggu. Cangkir teh di atas meja nya sudah diisi ulang sebanyak empat kali, yang membuat kantung perutnya terasa penuh. Zeline berdiri dan hendak pergi ke toilet.

Tepat pada saat itu, dua orang tengah berjalan ke ruang tunggu. Sosok jangkung itu tak lain adalah Gavin.

"Halo, Tuan!" Sapa seorang karyawan di sana.

Zeline berlari ke pintu dan melihat Gavin memasuki kantor.

Pintu kantor tidak tertutup rapat, dan pemandangan di dalam bisa terlihat jelas melalui celah itu. Di meja hitam cokelat yang luas itu terlihat seorang pria dan seorang wanita sedang bersandar dengan sangat intim.

"Berengsek!"

Melihat tindakan keduanya, Zeline tidak mungkin tidak sangat marah. Zeline ingin mendorong pintu itu untuk bertengkar dengan Gavin secara langsung, namun seketika itu seseorang menariknya ke belakang hingga beberapa langkah.

"Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan di depan kantor CEO?!"

Zeline berbalik dan melihat seorang wanita yang mengenakan jas abu-abu dengan rambut yang diikat, wanita itu menatapnya dengan wajah penuh dengan ketidaksenangan.

"Dan siapa Anda?" tanya Zeline balik.

"Aku sekretaris pribadi Presdir Nicholas." Wanita itu mengangkat dagunya dengan ekspresi angkuh, "Tidak ada yang diizinkan memasuki kantor CEO tanpa izin. Ini adalah peraturan perusahaan, apakah Anda baru di sini? Kenapa anda bahkan tidak tahu peraturan ini? "

Sekretaris itu mengeluarkan banyak omong kosong. Zeline kesal, wajahnya menjadi gelap ketika dia menjawab, "Aku bukan karyawan di perusahaanmu ini. Aku istri Gavin Nicholas."

Ketika Zeline mengatakan itu, sekretaris tadi tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar, dia menyesuaikan kacamata berbingkai hitamnya dan memandang Zeline dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu mencibir.

"Nona muda, anda harus melihat target kebohongan Anda. Bagaimana mungkin Tuan Gavin menikahi seorang wanita seperti anda?... Saya peringatkan anda untuk pergi dari sini sebelum saya memanggil satpam. Kalau tidak, jangan salahkan saya karena tidak bersikap sopan."

Cemoohan dan penghinaan dalam suara sekretaris terdengar sangat jelas. Wajah Zeline menjadi semakin merah, dia diliputi kemarahan.

Gavin memang tidak memberitahu orang-orang di sekitarnya tentang pernikahan mereka. Zeline juga tidak menuntut akan hal itu, namun sekarang dia menyesal tidak menuntut statusnya itu.

Zeline mengepalkan tinjunya, dia benar-benar sangat marah.

"Katakan pada Gavin bahwa aku mencarinya, aku ingin berbicara langsung dengannya."

Sekretaris itu mencibir dan mengambil pergerakan tegas di depan meja, "Keamanan! Seseorang menyebabkan masalah di sini!"

Dalam waktu kurang dari dua menit, beberapa petugas keamanan yang berbadan kekar dan tinggi muncul, mengelilingi Zeline.

Tanpa menunggu Zeline berbicara lagi, salah satu dari mereka meraih lengannya dan menahannya.

"Nyonya, tolong segera pergi."

Segera setelah itu, Zeline diantar keluar dari gedung.

Di luar, Zeline mengadah, menatap gedung pencakar langit yang menembus awan itu dengan kesal, dia mengehentakkan kakinya beberapa kali.

"Gavin berengsek ini!"

***

Pada saat itu, Gavin baru saja selesai membaca dokumen terakhir di tangannya. Dia mengangkat kepalanya, memutar lehernya dan bersin.

"Tuan, kamu baik-baik saja?" Seth, Asistennya bertanya.

Gavin menggelengkan kepalanya dan menyerahkan dokumen itu padanya.

"Kirim ini ke setiap departemen, mereka harus didesak untuk menyelesaikan masalah kecil seperti ini dengan baik."

Seth mengangguk, dia membawa tujuh hingga delapan dokumen di tangannya dan pergi.

Tanpa menunggu Gavin untuk bersantai, pintu ke ruang pertemuan tiba-tiba terbuka.

"Bro, kamu belum selesai?"

Seorang pria mengenakan setelan abu-abu berjalan masuk. Dia memiliki rambut sedikit panjang, tubuh tinggi dan ramping, dan sepasang mata biru yang dalam yang sedikit menyipit. Pria itu memiliki senyum malas dan juga mempesona di sudut mulutnya. Fitur wajahnya 70 hingga 80 persen mirip dengan Gavin Nicholas!

Mereka berdua berdiri berhadapan, hal itu seolah-olah mereka sedang melihat diri mereka sendiri di cermin.

Satu-satunya perbedaan di antara mereka berdua hanya terdapat di mata mereka.

"Aku menyelesaikan masalahmu yang ini, apa kamu membuat masalah baru lagi?" Gavin bertanya ketika dia merentangkan tangannya dan bersandar di kursinya.

"Brother, apa maksudmu? Aku datang ke sini memang ingin melihatmu, aku tidak membuat masalah lain." Kevin Nicholas memutar matanya dan dengan santai duduk di depan Gavin.

"Ceritalah, masalah baru apa lagi sekarang?" Gavin jelas-jelas menertawakannya, "Kamu mencoba mencuri pacar orang lain lagi?" Tebak Gavin.

Kevin mengangkat bahu, mengambil pena di atas meja dan memainkannya "Kamu tahu putra pertama keluarga Coman? Tapi kali ini, itu bukan masalah wanita."

"Hah, terserah. Apapun itu, cepat bereskan sebelum mama mendengarnya." Gavin melambaikan tangannya.

Mereka berdua kembar, tetapi kepribadian mereka benar-benar berbeda.

Gavin telah dibesarkan sebagai ahli waris sejak dia masih kanak-kanak, kehidupan nya ketat, tidak berperasaan, dingin, tegas dan berwibawa, itu bukan didikan tetapi sudah tertanam dengan sendirinya di diri Gavin.

Kevin di sisi lain, adalah playboy yang handal. Dia lucu dan tidak sopan, tapi kemampuan nya tidak kalah dengan Gavin. Karena Keluarga Nicholas memiliki aturan sejak dahulu, bahwa semua aset utama keluarga hanya bisa diwarisi oleh putra tertua, maka Kevin tidak pernah berharap untuk mengambil alih apapun soal perusahaan, dia melepaskan semua itu untuk Gavin tanpa dendam.

Dan terlebih, dua bersaudara itu memiliki hubungan yang baik satu sama lain.

Drrrttt....

Sementara mereka berbicara, ponsel Gavin tiba-tiba berdering. Gavin mengeluarkan teleponnya dan membaca tulisan di layar ponselnya. Seketika wajah nya menjadi suram.

"Aku harus pergi, ada sesuatu yang harus di urus." Setelah mengatakan itu, Gavin meraih kemejanya dan berjalan pergi dengan cepat keluar ruangan.