webnovel

Restaurant Mewah

Zeline mendadak panik dan meraih tangan Gavin, ingin melepas cincin itu. Namun Gavin selalu memiliki refleks yang baik.

"Kamu mencoba menghilangkan bukti?"

Gavin menarik tangannya tepat waktu, ekspresinya jelas menunjukkan ketidaksenangannya.

"Gavin! Aku bahkan tidak ingat apa yang kita bicarakan tadi malam. Aku hanya mabuk, apa kamu menganggap semua ini serius?" ujar Zeline membela diri.

"Bagaimana kamu masih mengingat namaku jika kamu tidak ingat apa yang kita bicarakan malam tadi?"

Sial! Sangat tepat.

Zeline memang sangat bodoh dalam beralasan!

"Itu... Aku hanya ingat namamu!"

Gavin hanya mengangguk, wajahnya terlihat serius. Menganggap apa yang Zeline ucapkan barusan adalah kebenaran.

Zeline terdiam. Pipinya semakin memerah melihat tingkah Gavin yang berpura-pura menerima alasan bodohnya.

Apa pria ini sedang menggodanya?

Di mata Gavin, penampilan Zeline yang kebingungan dan malu-malu seperti itu sangat menggemaskan. Dia dengan lembut langsung mencium Zeline, dan suara serak keluar dari bibirnya.

"Bangunlah."

Zeline sama sekali belum bisa bereaksi, sedang Gavin sudah bangun dan pergi ke kamar mandi dan meninggalkannya yang masih mematung di atas kasur.

Apa-apaan itu tadi?

***

Zeline sudah mengenakan rok pendek putih dengan baju berleher V yang dangkal, memperlihatkan tulang selangka yang seksi. Dengan mengenakan sepasang flat shoes berwarna perak di kakinya, dia tampak elegan dan menawan.

Sedangkan pria di sampingnya mengenakan setelan berwarna abu-abu perak. Kemeja putih, rambut yang tertata rapi, fitur wajah yang dalam, dan bibir yang tipis. Dia terlihat sangat serius. Jelas sekali bahwa dia adalah orang yang sangat serius dan sangat pandai berpenampilan. Tepatnya dia terlihat seperti orang dengan status yang tinggi dan penting.

Zeline berjalan keluar dari ruangan dengan linglung, masih merasa tidak nyaman dengan kakinya. Walau mabuk, Zeline tidak sepenuhnya tidak sadar, dia bahkan masih ingat jelas kejadian semalam, kenangan malam tadi langsung tertata dengan rapi di ingatannya. Jika memikirkan itu lagi, Zeline benar-benar malu. Harga dirinya sebagai wanita benar-benar menghilang dalam semalam! Itu sangat memalukan!

Tadi, setelah bangun, Gavin menelepon seseorang, Zeline tidak tahu siapa, dia tidak menguping obrolan mereka. Lalu tidak lama kemudian, seseorang mengirimkan dua set pakaian yang mereka kenakan ini.

Pakaian ini lebih terlihat seperti pakaian pasangan. Zeline ingin menolak untuk mengenakannya namun karena gaun miliknya ini sangat elegan dan cantik, Zeline tidak ingin menolak begitu saja, jadi dia akhirnya memutuskan untuk tidak begitu mempermasalahkan 'pakaian pasangan' dan memilih untuk mengenakannya saja.

Begitu Zeline selesai berpakaian, Gavin langsung mengajaknya ke restaurant bintang lima di hotel ini.

Saat dalam perjalanan, Zeline diam-diam melirik Gavin. Mencoba mencari tahu apa yang sedang pria itu pikirkan, namun Gavin sama sekali tidak menunjukkan ekspresi kegembiraan atau apapun di wajahnya, Zeline tidak bisa terlalu percaya diri dengan apa yang Gavin rasakan sekarang. Pria ini terlihat sangat datar.

Zeline tidak tahu apakah Gavin menyukai kesalah pahaman atas kejadian mereka ini atau bagaimana.

Sebenarnya untuk Zeline sendiri. Kejadian ini menguntungkannya, karena dia tidak perlu lagi mencari suami. Selain pria ini tampan, bahkan dia terlihat seperti orang kaya. Pria ini terlihat hanya memiliki satu kekurangan, yaitu sikap dinginnya, dan wajah tanpa ekspresi itu. Selain dari itu, semuanya tampak sangat bagus.

Baru beberapa langkah perjalanan mereka, tiba-tiba Zeline menepuk kepalanya, dia baru ingat sesuatu. Dia berhenti melangkah dan berkata pada Gavin.

"Hei... Aku harus..." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Gavin sudah lebih dulu melempar tatapan tidak senang pada Zeline.

"Kamu memanggilku apa?" Gavin menatapnya dengan kesal.

Zeline tentu saja terkejut, kenapa reaksi Gavin seperti itu? Apa dia mengatakan sesuatu yang salah? Padahal dia baru mengucapkan tiga kata.

"Ehmm. Gavin, aku harus kembali ke kamar, tas ku ketinggalan." Zeline memperbaiki kalimatnya.

Melihat bahwa ekspresi Gavin mulai mengendur, Zeline baru sadar bahwa Gavin ternyata hanya tidak setuju dengan bagaimana Zeline memanggilnya 'Hei' tadi.

"Tidak perlu, aku sudah meminta seseorang mengirim tasmu ke rumah."

Zeline tentu saja tidak setuju dengan itu. Di tasnya ada ponsel dan dompetnya, kenapa pria ini memutuskan untuk mengirim tasnya pulang begitu saja tanpa meminta persetujuan nya lebih dulu? Benda-benda di dalam tasnya sangat penting saat dia berada di luar. Bagaimana jika sesuatu terjadi dan dia tidak memiliki apapun seperti ini?

Tapi tunggu... Bagaimana pria ini tahu di mana rumahnya? Apa Gavin diam-diam telah meminta seseorang untuk mencari tahu tentang dirinya?

"Ke rumah? Kamu tahu di mana rumahku?" tanya Zeline penasaran.

"Tidak, maksudku ... rumah kita."

Gavin tidak peduli dengan ekspresi terkejut Zeline sekarang, lantas dia menarik tangan Zeline, melemparkan senyuman yang sangat samar.

"Ayo cepat, aku lapar."

Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu jawaban Zeline, Gavin menariknya ke restaurant di lantai atas.

Restaurant ini adalah restaurant mewah yang dibuka khusus untuk tamu VIP dan secara khusus disiapkan untuk keluarga kelas atas. Orang biasa sangat tidak mungkin bisa mencampai pintu restaurant ini.

Karena itu, Zeline sangat yakin pria yang baru saja menjadi suaminya ini bukanlah orang biasa.

Zeline hanya mengikuti Gavin ke lantai dua, hati Zeline agak terganggu dengan kemewahan yang berada di sekelilingnya ini. Sungguh sangat menakjubkan dan asing.

Saat itu, seorang manajer di lantai dua tersebut melihat mereka berdua, pria itu langsung mendatangi mereka dengan senyum di wajahnya.

"Tuan Gavin." Sapanya.

Gavin melambaikan tangannya, memberi isyarat dengan matanya kepada manajer itu untuk tidak terlalu banyak bicara. Lalu Gavin langsung membawa Zeline ke ruang makan VIP.

Zeline melirik ke belakangnya, dan melihat manajer itu memandang ke atas, dan tidak bisa menahan diri untuk bergumam.

"Sikap manajer di sini benar-benar sangat bagus!" ujarnya cukup terpana.

Zeline tidak tahu saja siapa pria yang bersamanya sekarang. Dia pikir manajer itu bersikap sopan dan menyapa seperti itu kepada semua tamu.

Restoran VIP khusus disediakan untuk anggota VIP hotel ini. Lingkungannya kelas tinggi, sebanding dengan hotel bintang lima. Lantainya ditutupi karpet sepuluh ribu meter persegi, botol-botol kaca berwarna biru dan putih diisi dengan semua jenis bunga.

Seorang Pelayan menghampiri mereka, pelayan itu terlihat seperti orang luar negeri dengan rambut pirang dan aksen bahasa Inggris yang begitu sempurna, dengan suara sopan, dia menuntun Zeline dan Gavin ke meja di dekat jendela.

"Ini tempat terbaik kami, harap tunggu sebentar." Pelayan itu membungkuk dan dengan cepat mundur dan pergi.

Zeline duduk dan langsung meminum seteguk air lalu melihat sekeliling. Namun, saat itu tiba-tiba suara yang begitu familier datang dari belakang punggung Zeline, membuat Zeline langsung bergetar karena mengenalnya dalam sekejap.

"Elin, bagaimana kamu bisa berada di sini?"