Edzhar dan Sherin harus mempersiapkan pernikahan dalam waktu yang singkat. Selain karena takut ketahuan jika mereka sudah berhubungan badan sebelum menikah, Lynch juga mendesak agar Sherin dan Edzhar segera mengambil alih perusahaan. Pria yang sudah tidak muda lagi itu ingin segera pensiun dan menikmati masa-masa tenang di usia senja.
"Bagaimana? Kita harus beli cincin dulu atau gaun pengantin?" tanya Edzhar memecah keheningan di dalam mobil. Sudah sepuluh menit meninggalkan rumah, namun calon istrinya tidak mengeluarkan suara sama sekali. Sherin sibuk melihat jalanan melalui kaca pintu mobil yang sengaja dia turunkan.
"Terserah kamu saja," tukas Sherin. Enggan melihat wajah Edzhar yang sedang menyetir.
"Ya sudah kalau begitu. Kita ke butik dulu saja," sahut Ed mempercepat laju mobil. Sejak tadi mobilnya berjalan tidak secepat biasanya karena menunggu keputusan dari calon istrinya. Ternyata, Ed lah yang harus memilih. Seolah-olah ini hanya pernikahannya saja. Sherin sama sekali tidak tertarik.
Pasangan calon pengantin itu sudah tiba di sebuah butik ternama di ibu kota. "Ayo!" ajak Edzhar, namun wanita itu tidak bergerak dari posisinya.
"She," akhirnya Ed harus memanggil nama calon istrinya. Dia menduga jika sejak tadi Sherin melamun. Entah apa yang dipikirkan calon istrinya itu. Hanya Sherin saja yang tahu.
"Oh iya. Kita sudah sampai," ujar Sherin. Sepertinya dugaan Ed benar. Sejak tadi wanita itu melamun.
Usai membuka sabuk pengaman masing-masing, Sherin dan Edzhar masuk ke dalam sebuah butik. Penjaga pintu langsung menyapa dan mempersilakan masuk. Supervisor yang bertugas di sana pun langsung melayani dengan ramah.
"Tolong tunjukan kepada Nona Sherin beberapa koleksi gaun pengantin kita!" titah supervisor pria pada pegawai butik.
"Apa aku perlu menemanimu?" tanya Ed menahan kaki Sherin yang ingin mengikuti pegawai butik.
"Terserah kamu saja," sahut Sherin. Entah kenapa suasana hati wanita itu terlihat buruk sekali. Untuk sesaat Edzhar berpikir. Pastinya menemani calon istri memilih gaun adalah impian setiap wanita. Dari pada bosan menunggu di sofa, Ed memutuskan untuk menyusul istrinya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan.
Edzhar melihat pegawai butik menjelaskan setiap konsep gaun yang dipasang di manekin. Sherin terlihat bingung untuk menentukan pilihan.
"Pilih yang itu saja!" tukas Edzhar tiba-tiba sambil menunjuk sebuah manekin. Tentu saja mata kedua orang yang ada di dalam sana melihat kepada sumber suara.
"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Sherin. Sejujurnya wanita itu tidak terlalu memusingkan gaun pengantin. Yang dia pikirkan sekarang adalah nasib pernikahannya nanti. Apa mungkin dia akan bertahan dengan Edzhar yang jelas-jelas dia sadar jika mereka tidak saling mencintai?
"Tolong ambilkan itu saja!" titah Ed pada pegawai butik yang kebetulan seorang perempuan.
"Baik Tuan."
Gaun pengantin berwarna putih terang menjadi pilihan Edzhar. Bagian bawah mengembang, sementara bagian atas tidak terlalu sexy namun masih menunjukkan bahu dan lengan calon istrinya yang mulus.
"Kamu pasti akan sangat cantik memakainya," puji Edzhar secara tidak langsung. Sherin terkesiap. Selama ini Ed tidak pernah memuji apa pun tentang dirinya.
Sherin pun setuju dengan Dean. Pikirannya terlalu malas jika harus diajak berpikir hanya untuk memilih gaun pengantin.
Sherin membuka pakaiannya dan mengganti dengan gaun pengantin indah nan elegan. Dibantu pegawai butik, wanita itu pun keluar dari ruang ganti.
Siapa yang tidak terkejut? Edzhar mematung untuk sesaat. Kedua netranya memindai penampilan Sherin dari atas sampai bawah. Sungguh dia tidak bisa berbohong. Di mata Ed, Sherin sangat cantik. Padahal wajah wanita itu belum dipoles oleh make up.
"Bagaimana?" tanya Sherin enggan. Dia tahu jika Ed juga tidak pernah mengharapkannya sebagai istri. Pernikahan ini hanya unsur keterpaksaan karena tidak ingin mengecewakan Lynch, pria yang sudah merawat, menjaga, dan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang.
"Sangat cantik. Kamu terlihat begitu cantik, She." Ed memuji dengan tulus. Entah kenapa Sherin senang sekali mendengarnya. Padahal banyak pria yang secara terang-terangan berkata jika dia cantik. Mungkin saja karena Edzhar tidak pernah memujinya. Entahlah.
Setelah Sherin, sekarang giliran Ed yang mencoba pakaiannya. Dia tampak gagah sekali. pakaian warna hitam itu menambah wibawa dan ketampanan Ed.
"Saya akan mengambil foto Tuan dan Nona," ucap pegawai butik yang sejak tadi membantu mereka.
Ed pun memberikan ponsel miliknya. Dia tahu Sherin tidak akan menginginkan potret kebersamaan mereka. Sepertinya Ed harus melatih kesabaran selama menjadi suami dari Sherin Naomi Lynch.
Pegawai toko sudah mengambil beberapa foto dengan pose yang berbeda-beda. "Terima kasih," ucap Ed ketika benda pipih miliknya dikembalikan oleh wanita yang sudah melayani keperluan mereka.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Ed saat mengusap layar ponsel dan menunjukkan beberapa foto dirinya saat berpose bersama Sherin.
"Bisakah aku meminta foto ini?" tanya Sherin ketika jemari Ed berhenti pada foto Sherin. Wanita itu memang dipotret tanpa Ed di sampingnya.
"Tentu saja. Nanti akan aku kirimkan kepadamu. Lebih baik kita lekas membayar pakaiannya. Setelah itu kita ke toko perhiasan.
Ed dan Sherin menuju kasir untuk menyelesaikan proses pembayaran. Tentu saja uang milik Sherin lebih banyak karena wanita itu memiliki debit card, credit card tanpa limit, dan tidak lupa dia selalu membawa black card miliknya. Namun, sebelum wanita itu membuka dompet, perhatiannya tersita karena Edzhar sudah membayar lebih dulu sebelum dirinya.
"Gaun itu sangat mahal. Selama ini Ed hanya bekerja sebagai orang kepercayaan Papa. Kenapa dia harus membayar gaunnya?" batin Sherin bersuara. Dia merasa tidak tega. Namun, detik kemudian dia menepis perasaannya. "Gaun itu pilihannya. Ini bukan salahku jika uang miliknya habis," sambung Sherin di dalam hati.
***
Sherin dan Ed sudah berada di toko perhiasan. Sherin tahu jika tempat itu adalah langganan keluarganya sejak dulu. Perhiasan yang dijual tergolong mahal karena perancangnya yang sangat ahli.
"Kenapa kita ke sini?" bisik Sherin. Dia tidak ingin mempermalukan Ed di sana. Sekalipun membenci calon suaminya, tetap saja Sherin bukan perempuan yang akan merendahkan orang lain di depan umum.
"Pilih saja apa yang kamu suka!" titah Ed berbisik di telinga Sherin. Pernikahan hanya sekali seumur hidup. Ed ingin memberikan yang terbaik untuk Sherin. Sekalipun belum ada cinta, namun Edzhar tidak akan pernah mengakhiri pernikahan. Sejak dulu Ed sudah menetapkan hati. Hanya kematianlah yang bisa memisahkan pasangan yang sudah sah menjadi suami istri
Sherin melihat berbagai cincin pernikahan. Sekali-sekali dia melirik Edzhar. Dia tidak mau calon suaminya memergoki dirinya yang menanyakan setiap harga dari perhiasan yang dia incar.
Netra Sherin terpaku pada cincin pasangan. Seperti biasa, pegawai toko langsung mempromosikan barang yang sedang dilihat oleh Sherin.
"Berapa harganya?" tanya Sherin pelan. Dia tidak ingin calon suaminya mendengar. Jika mahal, maka Sherin akan mengurungkan niatnya. Tidak mungkin mengorbankan semua uang milik Edzhar hanya untuk sebuah cincin.
Mata Sherin melihat Edzhar. Memastikan jika laki-laki itu tidak melihat dirinya saat menanyakan harga. "Rp.250.000.000, Nona." Suara penjaga toko tersebut terdengar jelas di telinga Sherin.
"Tidak usah! saya akan mencari yang lain saja."
Sherin pun memilih cincin yang jauh lebih murah. "Bagaimana dengan yang ini?" tanya Sherin. Telunjuknya mengarah pada cincin pasangan yang sangat sederhana. Lagi pula pernikahannya tidak didasari oleh cinta. Untuk apa membeli yang mahal? Itulah yang dipikirkan oleh Sherin saat ini.
"Rp.50.000.000, Nona."
"Saya mau yang ini saja," ucap Sherin. Sorot mata pegawai toko itu terlihat kecewa. Sejak tadi Sherin menanyakan cincin mahal, tetapi berujung pada harga yang paling murah. Namun, dia tidak akan menunjukkan kekecewaan di depan pelanggan.
Sherin ingin ke toilet. Kandung kemihnya penuh dan mendesak keluar. "Ed, aku ingin ke toilet," pamit Sherin.
"Baiklah. Aku akan menunggumu di sini."
***
Sesampai di kamar, Sherin membuka paper bag berisi cincin yang dia beli bersama Edzhar. Kebetulan dia menginap di rumah utama kediaman Lynch dan juga Edzhar.
"Apa ini?" tanya Sherin ketika kotak yang dia buka menampilkan sepasang cincin yang dia incar ketika di toko perhiasan. "Apa mungkin Ed…" Kalimat Sherin terjeda.