webnovel

Masa Lalu 2

"Ya, nikahlah trus apalagi?"

Kalimat tanya tersebut layaknya petir dikala badai akan datang. Zara terdiam. Ia tak mampu berpikir apapun lagi, emosinya tidak stabil. Ia hanya mencoba untuk memahami isi pikiran sahabatnya, Nifa. "Zara, aku punya kenalan. Belum tau apakah dia mau nikah atau belum. Nanti aku tanya deh sama dia, mau gak?"

Zara terdiam, lalu bergumam. Ia tak bisa menolak, tapi berat untuk menerima. Untuk menolak pun, ia tak punya alasan kuat atau solusi lain yang bisa diterima. Kabur atau Minggat? Oh tidak bisa, bisa bisa orang tua ku jantungan semua.

"Nanti ku kabari lagi ya.." Ucapnya lembut.

"Oh iya, Ra. Mau pertukaran CV dulu baru bertemu atau tukaran CV sambil bertemu? Kalau tukaran CV langsung ketemu bisa tuh langsung tanya-tanya. Waktunya juga lumayan ngirit, jd bisa dipake kenalan lebih dalam lagi."

Nifa membalikan badan kembali, memperhatikan sahabatnya yang terlihat begitu tertekan akhir-akhir ini. Ia paham bagaimana rasanya, tapi jika ia tidak mengungkit hal ini, tak akan ada jalan keluar yang dapat menyelamatkan dia dalam waktu yang relatif singkat ini.

'Semoga, ini adalah hal yang terbaik yang dapat aku lakukan untukmu Zara.' batin Nifa.

"Yasudah, ambil waktu yang cepat aja."

***

_Zara lusa kau bisa ketemu dia. Aku sudah menyiapkan seseorang yang ahli untuk menjadi perantara kalian. Dan nanti kamu maupun dia akan didampingi teman, kau bersamaku saja. Siap-siap ya.. tampil yang cantik 😉_ tulis Nifa beberapa hari yang lalu.

'Ya, hari ini. Aku akan bertemu dengan dia yang entah siapa itu. Semoga memang ini yang terbaik, Ya Allah..'

"Bunda, Zara pergi dulu ya.." ucapnya pada seseorang yang sangat ia cintai, ia mengambil tangannya yang mulai keriput dan menciumnya cukup lama.

"Kamu mau kemana? Tak ingatkah, ayah akan membawa seseroang Minggu nanti?" tanyanya lembut.

"..." Ia tak mampu membalas ucapan Bundanya itu. Ia hanya menampilkan senyum terbaik yang ia punya saat ini. "Bersama Nifa, Bun.. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam.. Hati-hati sayang."

Zara keluar dari rumah dan menutup pintunya dengan hati-hati, ia memakai sepatu dengan cepat, karena Nifa sudah bertengger di atas motornya sedari tadi. " Maaf ya Nifa, jadi nunggu lama."

"Gak papa." ucapnya sambil menyodorkan helm pada Zara. "Kau sudah siap? Semangat ya, semoga ini yang terbaik. Aamiin."

Zara mencoba untuk tersenyum semaksimal mungkin.

Sesampainya di sebuah aula masjid Zara melihat ada seseorang umurnya sekitar 30 atau 35 tahunan. Terlihat Nifa sangat menghormatinya. " Assalamualaikum, ustadz.. Mohon maaf nih, jadi ustadz duluan yang nyampenya." ucap Nifa.

"Waalaikumussalam, tidak apa-apa. Silahkan duduk, saya dapat kabar terakhir ikhwan (laki-laki) nya sedang diperjalanan." ucap ustadz lembut. "Jadi ini yang namanya Zara Naura?" tanyanya. Zara hanya mengangguk mengiyakan, dan ia menundukkan kepalanya tanda menghormati beliau. "Apakah kamu bawa CV nya? Boleh diperlihatkan kepada saya?" tanyanya kembali dengan sopan.

Zara mengeluarkan tumpukan kertas itu dari dalam tasnya, dan ia memberikannya pada Nifa.

"Assalamualaikum", ucap seseorang dari arah pintu. Zara hanya menunduk, ia tahu pasti pria itu sudah sampai.

"Waalaikumussalam" ucap yang ada di ruangan serentak. "Mari-mari duduk, jaga jarak yaa ikhwah (saudaraku), kalian belum halal." ucap ustadz lembut.

"Reyhan.. boleh CV nya?" tanya Ustadz, dan dijawab dengan anggukkan.

'Reyhan?' tanya batin Zara. Ia yang sedari tadi menunduk, memberanikan diri untuk menatap pria itu.