Aeden membuka matanya, pertama kali yang ia lihat adalah wajah Lova dari bawah. Aeden mengerutkan keningnya, ia segera bangkit dari posisi berbaringnya.
"Wanita bodoh ini." Aeden menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Lova tak membangunkannya dan bertahan dalam posisi seperti ini selama berjam-jam. "Pahanya pasti pegal. Tubuhnya pasti sakit. Astaga, dimana dia letakan otaknya."
Aeden mendekat, ia meraih tubuh Lova dan menggendong Lova. Membawa wanita itu ke ranjang dan membaringkannya pelan.
Setelah Lova terbaring, Aeden memperhatikan wajah Lova. Ia mengelus wajah Lova ketika Lova bergerak terganggu.
"Sepertinya aku harus berterimakasih pada Jayden. Jika dia tidak mengirimmu kesini maka aku tak akan bertemu denganmu." Saat ini Lova masih belum berarti apa-apa bagi Aeden tapi sedikit banyak Aeden menyukai keberadaan Lova di sekitarnya. Ia memiliki teman beradu mulut. Kediamannya yang biasanya tenang sekarang sedikit riuh. Ia mendapatkan lawan bicara yang baik. Kadang ia diabaikan tapi dia suka ketika Lova menatapnya cuek. Entahlah, Aeden tak tahu harus bagaimana menjelaskannya, intinya Lova berbeda dari wanita yang pernah ia tidur.
Mungkin efek dari sikap Dealova yang tak mau tunduk.
Mungkin juga karena Dealova yang tak menginginkannya.
Atau mungkin juga karena Dealova terlihat tenang tapi rapuh.
Entahlah.. Terlalu banyak kata mungkin yang berkeliling di kepala Aeden.
Ring.. ring..
Suara ponsel Aeden mengganggu matanya yang asik memandangi Lova. Ia bergerak ke sofa dan mengambil barang.
"Eh, remote televisi." Dia hampir saja berhalo ria di remote itu. Aeden meletakan remote dan mengambil ponselnya.
"Ya, Yonaz?"
"Saya hanya mengingatkan anda. Anda memiliki pertemuan para pemegang saham hari ini."
"Oh, ya, ya, aku hampir saja lupa. Ada lagi?"
"Tidak, Pak."
"Baiklah. Aku tutup." Aeden menutup panggilan itu. Yonaz Anderson, sekertarisnya. Seseorang yang ia percayakan untuk mengelola bisnis yang ditinggalkan oleh orangtuanya. Hitam dan putih, dunia Aeden memang seimbang untuk dua hal ini.
♥♥
Aeden sudah masuk ke gedung utama perusahaannya. Ia melangkah dengan beberapa orang berpakaian rapi di belakangnya. Meski jarang datang ke perusahaan tapi hampir semua karyawan Aeden mengenal wajah Aeden. Jelas saja, pria ini suka masuk majalah dengan prestasi bisnis yang gemilang. Meski ia jarang ke perusahaan tapi ia sering mengurusi perusahaannya. Kerja malamnya tak hanya ia gunakan untuk mengurusi cartel tapi juga perusahaannya.
Aeden tak akan membiarkan perusahaan peninggalan orangtuanya lenyap karena ketidak becusannya dalam bekerja.
Pintu sebuah ruangan terbuka. Aeden masuk ke dalam ruangan rapat yang sudah diisi oleh para pemegang saham. Ia duduk di kursi kepemimpinan, meja panjang berbentuk lonjong itu memuat 30 orang.
Aeden membuka pertemuan itu. Agenda yang dibicarakan adalah keuntungan perusahaan dan masalah pembangunan beberapa hotel.
Ada beberapa wajah yang Aeden lihat baru di pertemuan rutin ini. Seorang pria berwajah tampan dan seorang wanita yang membuat Aeden mengerutkan keningnya.
Lovita Keandyrsa. Putri mahkota Jayden berada di ruang meeting ini. Seingat Aeden Jayden maupun Lovita tidak memiliki saham di perusahaannya.
Merasa diperhatikan Lovita tersenyum pada Aeden dan ia tak mendapatkan balasan, Aeden tak pernah menebar senyuman di ruangan meeting tersebut. Ia hanya memperlihatkan wajah tegasnya. Wajah yang tak membiarkan orang-orang untuk menghianati atau mencuranginya.
Meeting selesai. Para pemegang saham bergerak menyalami Aeden. Kebiasaan seperti ini sudah dilakukan sejak orangtua Aeden masih hidup. Alasannya sederhana, agar lebih terjalin hubungan baik.
"Kau putranya Mr. Bezarto?" Aeden bertanya pada pria yang ia rasa asing di matanya.
Pria itu tersenyum menunjukan barisan giginya yang rata dan putih, "Ya. Aku putra tertua keluarga Bezarto, Alfa Bezarto."
"Ah, benar. Biasanya ayahmu yang mengisi rapat ini. Apakah dia sakit?"
"Tidak. Daddy ingin aku mengambil alih perusahaannya."
Aeden mengangguk-anggukan kepalanya, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Mr. Alfa Bezarto."
"Senang bertemu denganmu juga. Mr. Aeden Marshawn." Alfa masih memperlihatkan senyumannya, "Kalau begitu aku pamit. Sampai jumpa lagi."
"Ya, sampai jumpa lagi."
Setelah Alfa, orang terakhir yang menyalami Aeden adalah Lovita.
"Aku tidak tahu jika kau adalah seorang pemegang saham di perusahaanku." Aeden baru tersenyum pada Lovita.
Lovita pikir tadi Aeden tak ingin tersenyum padanya, ia sudah berpikir buruk saja.
"Aku membeli saham milik orang lain."
"Oh begitu. Senang bertemu denganmu, Lovita."
"Senang bertemu denganmu juga, Aeden."
"Bagaimana kabar Daddymu?"
"Dia baik."
Aku berharap dia mati. "Baguslah." Aeden mengatakan hal lain. Baguslah, dia akan membunuh Jayden dengan tangannya sendiri nanti. "Ah, kau tidak ingin menanyakan kabar adikmu?"
Lovita tersenyum, menutupi rasa tak sukanya pada apa yang Aeden katakan lagi, "Dia nampaknya baik-baik saja. Tentu dia bahagia bisa bersama denganmu."
"Aku pikir juga begitu. Sayang sekali, padahal aku pikir yang akan bersamaku itu kau. Tapi, Dealova juga tidak mengecewakan. Kalian kakak beradik yang sama cantiknya."
"Ya, sayang sekali. Harusnya aku yang berada di posisi Lova. Aku tidak pernah berpikir jika pria yang dimaksud ayahku adalah kau."
"Ah, jadi sekarang kau menyesal?"
"Sedikit." Lovita tidak menyesal sedikit tapi banyak. Dia sangat menyesal tak menyerahkan dirinya pada Aeden. "Aku harus segera pergi. Ah, ini kartu namaku, hubungi aku jika kau membutuhkan teman mengobrol."
Aeden menerima sodoran kartu nama dari Lovita. Ia melihatnya untuk beberapa detik lalu tersenyum.
"Baiklah. Aku pikir kau teman mengobrol yang menyenangkan."
Lovita tersenyum, mendekatkan wajahnya lalu mengecup pipi Aeden, "Kau akan tahu setelah kita mengobrol." Lovita ingin Aeden yang menghubunginya lebih dulu, dan dia yakin jika Aeden akan melakukan itu. Lovita yakin Aeden tertarik padanya.
Mata Aeden menatap Lovita yang melangkah menuju ke pintu ruangan. Ia tersenyum, "Aku lebih penasaran, apakah rasa kakaknya lebih baik dari rasa adiknya?" Aeden tetap saja Aeden. Penyuka selangkangan wanita. Obsesinya pada Lovita belum surut meski sudah ada Lova bersamanya.
♥♥
Lova masih menganalisis kematian Collins. Ia keluar dari panti asuhan dan menatap ke jalanan. Tak ada petunjuk sama sekali. Kematian Collins sepertinya harus ia kubur. Yang jelas si pesuruh sudah ia bunuh. Dealova bisa mendatangi makam Collins dengan sedikit mengangkat wajahnya. Ia telah melakukan sesuatu untuk Collins.
Setelah dari panti asuhan. Dealova kembali ke galerinya. Kabar menyenangkan ia terima dari Timmy. Misi Princess of the sun sudah terselesaikan dan ia mendapat libur satu bulan dari misi.
Lova masuk ke ruang melukisnya. Beberapa menit kemudian Timmy masuk.
"Ada apa?"
"Lovita, dia ada di depan."
Ini perdana Lovita datang ke galerinya. Lova segera keluar, dia penasaran apa yang membawa Lovita ke galerinya.
"Kejutan. Siapa yang datang ini?"
Lovita melirik datar Dealova, "Kau memiliki keahlian melukis yang baik. Apa ini diturunkan oleh pelayan bar itu?"
"Tak usah membahas ibuku. Katakan saja apa maumu kemari?"
"Aku hanya ingin mengatakan, tinggalkan Aeden."
Lova mengerutkan keningnya, "Well, kau mulai menyukainya, ya?"
"Dia sejak awal untukku. Kau harus menghilang dari hidupnya. Cukup ibumu saja yang jadi perusak, kau tidak perlu meneruskan langkahnya."
Lova tertawa geli, "Memangnya siapa yang menyuruhku ke Aeden? Aku akan dengan senang hati pergi. Tapi, yang menentukan pergi atau tidak itu bukan aku tapi Aeden."
"Dia akan mengusirmu dengan cepat. Aku akan mengambil posisiku."
"Maka lakukan." Lova menantang, "Aku akan menunggunya dengan senang hati."
"Akan segera aku lakukan. Kau akan terbuang, sekali lagi."
Lova tak terluka, "Aku sudah biasa terbuang. Pastikan saja kau dapatkan Aeden." Ia meremehkan Lovita. "Aku sibuk. Kita selesai bicara." Ia membalik tubuhnya dan pergi tanpa mengatakan apapun lagi.
"Kau menginginkan Aeden, ya?" Lova berpikir licik, "Bagaimana jika aku membuat Aeden tak berpaling dariku? Bagaimana jika aku membuat kau tak mendapatkan apa yang kau inginkan? Ah, ini menarik. Lovita, kau tidak akan mendapatkan Aeden kali ini." Hanya satu kali, Lova ingin menang dari Lovita. Ia ingin membuat Lovita tak mendapatkan apa yang dia mau. Dan caranya adalah dengan mempertahankan Aeden di sisinya.
tbc