webnovel

Stupid Me

Dave Pov ;

Lisa mencoba memberontak kecil dibawahku, tatapannya terlihat kesal.

"Apa kau mabuk?" dia memegang wajahku, mengendus kerah kemejaku, mencoba mencari jejak tetes alkohol disana. Dia mengangkat sedikit kepalanya, memeriksa jas hitamku. Aroma raspberry dari rambutnya semakin tercium. Aku tersenyum kecil.

"Kau sungguh ingin tahu?" aku bertanya setelah memberi kecupan kecil di bahu putihnya. Dia mengangguk polos, mata coklatnya sedikit membulat, terlihat lucu. Gadis kecil ini! Bagaimana bisa dia begitu cantik bahkan tanpa menggunakan riasan. Aku meminta Gerry menyelidiki latar belakang dan tempat tinggalnya saat ini sejak pertemuan terakhir kami. Jessy Redriguez, kakak perempuannya akan menikah tepat hari ini. Dari laporan yang didapatkan Gerry, mempelai pria adalah manager di hotelku. Yang tidak Gerry tahu adalah, hari ini Lisa mengenakan gaun putih yang memperlihatkan bahu dan kaki putihnya. Dia teramat sangat cantik dengannya.

Aku menyadarinya. Setelah pulang dari restoran malam itu, aku terus membandingkan wanita-wanita yang tidak sengaja kulihat dengan sosok Lisa, tanpa sengaja. Saat itu aku terus mengingatkan diri sendiri bahwa hal itu disebabkan karena tidak ada gadis yang setelah menciumnya kemudian memberinya tatapan tajam, kecuali Lisa. Tapi saat ini ketika melihatnya mengenakan pakaian yang sedikit terbuka membuatku sedikit kesal. Kenapa? Perasaan apa ini? Aku tahu dia kesal saat aku membawanya paksa kedalam mobil. Aku mulai menyukai caraku membuatnya bungkam, dia terlihat manis dengan ekspresi kagetnya.

"Hari ini acara pernikahan kakakmu Jessy Redriguez, aku akan pergi bersamamu, sebagai tunaganmu. Gaun dan sepatumu telah aku siapkan. Jangan banyak bertanya dan membantah, patuhlah! oke!" cup! Matanya kembali membulat, tapi dia patuh, tidak mengatakan apapun. Aku tersnyum kecil.

Aku membenarkan posisi, membantunya duduk dalam posisi yang lebih nyaman. Dia memalingkan wajahnya, melihat keluar jendela.

....

Mobil memasuki halaman hotel tempat acara, berhenti didepan pintu masuk. Ruang acara yang dipakai berada di lantai dua, dan ruang rias tempat Jessy menunggu Lisa berada di ruangan sebelahnya.

"Aku akan menemui Jessy, kau pulanglah!" Lisa berkata ketus, bersiap melangkah keluar mobil. Aku menarik tangannya, mengunci kembali pintu mobil. Dia mencoba menarik paksa tanganya, wajah kesalnya terlihat semakin lucu, aku hampir saja tertawa.

"Kau lupa membawa barangmu!" aku berbisik pelan ditelinganya, dia terdiam sebentar, namun kembali memberontak tiga puluh detik kemudian.

"Lepaskan! aku tidak membawa barang apapun kedalam mobilmu!"

"Aku. Dave William, barangmu. Aku sudah bilang sebelumnya aku akan datang sebagai tunanganmu bukan?" aku memegang dagunya, memaksanya melihat ke arahku. Bibirnya mengerucut lucu, ekspresi kesalnya.

"Aku tidak merasa pernah kau lamar tuan William!" matanya membulat. Sebenarnya dia hendak memberikan tatapan tajam padaku, tapi apakah dia tidak menyadari tindakan itu semakin membuatnya terlihat lucu? Astaga Lisa!

"Ohh, apakah kau baru saja meminta aku mengadakan acara lamaran untukmu Lili?" aku tersenyum jahil, menggodanya. Dia melipat kedua tangan diatas perutnya, mencoba bergaya seperti seseorang yang angkuh, tawaku hampir saja meledak. Sejak bertemu Lisa, aku merasa syaraf tawaku sepertinya sangat aktif, hanya saat bersamanya.

"Baiklah! mari kita bertemu calon keluargaku dahulu!" dia menatapku semakin kesal. Kami turun dari mobil, Lisa tidak banyak memberontak ketika aku memaksa memegang tangannya. Mungkin dia lelah, meski wajahnya terus terlihat kesal.

Setelah menggunakan lift, berjalan dua menit disepanjang lorong lantai dua, kami akhirnya sampai di ruang rias mempelai wanita.

"Welcome my lit-oh my god!" Jessy berseru kaget, menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Matanya melihatku penuh selidik, kemudian berganti mengamati tanganku yang menggenggam erat tangan Lisa.

"Hello nona Redriguez!" Jessy belum bereaksi, masih dalam posisi kagetnya. Lisa mencoba menarik tangannya paksa, tapi aku menariknya lebih keras. Matanya menatapku tajam, memberi isyarat tentang keberadaan Jessy disana.

"Ha-haa-hallo tuan Dave." Jessy tersenyum kikuk, mungkin tengah bingung bagaimana harus bersikap didepan bosnya yang sedang memegang erat tangan adik perempuannya.

"Tuan William, to-long lepaskan tanganmu atau aku akan berteriak!" Lisa kembali mencoba melepaskan pegangan tanganku. Wajahnya memerah, antara kesal atau malu.

"Oh ya? kau akan berteriak? cobalah!" aku menarik pinggangnya, berbisik pelan ditelinganya. Walaupun Lisa mencoba terlihat seperti selalu bersikap acuh tak acuh kepadaku, tapi aku mempunyai banyak trik untuk membuatnya bungkam, jika-jika dia memberontak atau ribut.

Benar saja, dia lansung bungkam, wajahnya memerah. Tangan kecilnya menggenggam erat bahuku, menahan berat badannya agar tidak terjatuh jikalau aku melepaskan pinggangnya.

"Kheem! eee....Lisa Redriguez, kemarilah!" Jessy menarik tubuh Lisa kearahnya, menjauh dariku, bersiap membawanya pergi. Aku menarik lengan Lisa kembali, membuatnya berdiri limbung setelah terlepas dari tangan Jessy. Aku meangkap pinggangnya lagi, menguncinya disampingku.

"Tanyakan lansung kepadaku saja nona Redriguez, tidak perlu membawa Lisa!" aku berkata tegas kepada Jessy. Jessy melihat ke arah Lisa disampingku, bermain mata, meminta penjelasan.

" Tu-tuan Dave , sejak kapan kamu mengenal adik perempuanku?" Jessy bertanya ragu.

"Aku adalah tunangannya!" aku menjawabnya tegas, berkata mantap.

Sebagai jawaban, Jessy tertawa, mengibas-ngibaskan tangannya, tidak percaya. Dia melihat Lisa, kemudian melihatku lagi, kemudian tertawa lagi.

"Kau ternyata bisa bercanda tuan Dave! Lisa kemarilah, kita akan mulai merias wajah." Jessy kembali tertawa, menarik lengan Lisa kembali. Aku menatapnya tajam, lebih tajam lagi menatap tangannya yang bersiap menarik lengan Lisa dariku. Dia terdiam, menyadari tidak ada raut bercanda diwajahku.

"Aku tidak bercanda nona Redriguez! Aku datang kemari sebagai tunangan Lisa, dan dia akan segera menjadi nyonya William, istriku." Aku menarik pinggang Lisa disampingku, menguncinya lebih kuat disampingku. Dia mencoba memberontak sekuat tenaga, tapi tentu saja tubuh kecilnya tidak bisa dibandingkan dengan kekuatan pria dewasa sepertiku.

"Kau gila Dave! siapa yang ingin menjadi istrimu!" Lisa mendorongku keras. Wajahnya memerah, terlihat sangat kesal. Aku melihatnya bingung, apa dia menganggapku berbohong? Aku berkata serius ingin menjadikannya istriku. Aku harus menikah dalam waktu dekat jika Alan ingin menandatangani kontrak kerjasama denganku, dan Lisa adalah satu-satunya pilihanku.

Aku melangkah mendekat kepadanya, dia melangkah mundur, menjauh dariku, kemudian bersembunyi dibelakang Jessy, menghidar dari penglihatanku.

"Mohon maaf tuan William, tapi sepertinya adikku tidak ingin kau berada didekatnya!" Jessy menghentikan langkahku yang mencoba mendekat kearahnya. Wajahnya juga terlihat kesal. Aku menatap mereka bingung, aku bukan ingin memakan adikknya, apa dia juga kesal kepadaku? Menikah bukanlah kejahatan bukan? Juga tidak ada ruginya sama sekali menikah denganku. Aku Dave William. Aku akan mendapatkan apapun yang kuinginkan.

"Aku hanya berkata ingin menikahimu Lili, apa kau marah karena itu?" aku mencoba bertanya pelan, Lisa masih menghindariku.

"Wanita bodoh mana yang akan menikah denganmu dalam pertemuan ketiga mereka tuan William? kita bahkan tidak pernah berkenalan, kau tiba-tiba datang mengatakan aku adalah tunanganmu dan akan menikah denganmu!" Lisa menatapku tajam, nada suaranya sedikit berteriak, mungkin akan terdengar sampai di luar pintu ruangan. Dia terlihat sangat kesal.

"Menikah denganku tidak akan membuatmu rugi nona Redriguez! aku akan memberimu uang sebanyak yang kau mau!" aku menjawabnya tegas. Aku tidak berbohong dengan kata-kataku. Aku memiliki banyak uang untuk kuberikan padanya. Bukankah para wanita menyukai suami tampan dan kaya sepertiku?.

"Kau pikir kau bisa membeli perasaan dan waktuku dengan uangmu tuan William? kau hanya bajingan tidak berperasaan!" Lisa menatapku marah, kemudian keluar dari ruangan dengan langkah kesal.

Aku terdiam. Bukankah uang adalah segalanya? Saat itu aku tidak menyadari, kerjasama dengan Alan hanya kujadikan alasan untuk menutupi perasaan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.