"Em, Tuan. Maaf, tolong lepaskan pemujanya, saya tidak enak jika terlihat oleh orang lain Tuan!" Sinta mencoba melepaskan pelukan Rian.
Namun, Rian malah mengeratkan pelukannya.
Wajah Sinta tidak kalah cantik dengan Niken dan juga Bella, mangkanya Rian bisa jatuh hati dengan Sinta.
"Biarkan, tidak ada yang melihatnya, ini sudah malam, semua pegawai sudah tidur!" Ujar Rian sambil menatap Sinta tajam.
"Em, tapi. Saya tidak enak Tuan, tolong lepaskan saya, saya tadi hanya ingin mengecek keadaan Tuan saja, apakah Tuan baik-baik saja atau tidak!" Sinta menundukan kepalanya.
Meski ia memiliki rasa kepada asisten Tuannya itu, namun. Sinta tidak tau, apakah Rian juga sama menyukainyka, karena mereka jarang sekali berkomunikasi, sekalinya berkomunikasi ya seperti ini.
Ke esokan paginya.
Suhu tubuh Kenzo sudah lebih baik daripada tadi malam.
Namun, genggaman tangannya tak pernah ia lepaskan.
Sadar atau tidak sadar, Kenzo merasa nyaman di saat menggenggam tangan Niken.
Mata Kenzo mulai membuka secara perlahan-lahan
Ia melihat ke arah sekeliling dan menemukan sesosok gadis yang sedang tertidur dengan posisi duduk di samping tempat tidur miliknya.
Kening Kenzo mengkerut, saat menatap Niken .
Untuk apa Niken berada di kamarnya dan dengan posisi seperti itu.
Saat dirinya akan, beranjak dari tidurnya, ia di kejutkan dengan sebuah benda yang masih menempel di dahinya.
Kenzo mengambil handuk kecil itu dan memegangnya.
"Apakah aku semalam demam, dan sia yang telah mengurusku?" Kenzo menatap Niken dengan tatapan lembut.
Saat Kenzo akan melepaskan genggaman tangannya yang terhimpit oleh kepala Niken, Kenzo tak sengaja. Malah membangunkan Niken yang sedang nyenyak tertidur.
Niken mengangkat kepalanya dan menggosok kedua mata cantiknya itu.
Noda ke ungu an masih terlihat jelas di kening dan juga wajah Niken.
Beberapa saat kemudian, Niken tersadar dengan apa yang sedang terjadi.
Niken langsung melepaskan genggamannya dan melihat ke arha Kenzo.
"Tuan, maafkan aku, aku hanya..." Ucapan Niken terpotong oleh Kenzo ya g sedang menutup mulut Niken dengan jarinya.
Matanya menelisik menjalar ke seluruh wajah Niken.
Ada guratan kawatir dan juga rasa bersalah di dalam hati Kenzo saat melihat Niken.
"Apakah masih sakit?" Ujar Kenzo sambil mengusap kening Niken.
Niken menundukan wajahnya, karena merasa sedikit linu, saat Kenzo menyentuh lukanya
"Maaf!" Ujar Kenzo dengan suara rendah.
Niken memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya.
"Em, tak apa, ini akan sembuh ko." Niken mencoba tersenyum.
Niken ingin beranjak dari duduknya, namun. kenzo malah menahan tangannya.
"Ada apa tuan, apakah bisa aku bantu?" Niken menatap Kenzo sendu.
Karena Niken tak ingin membuat Kenzo kembali murka.
"Tidak, saya cuman ingin mengucapkan, terimakasih atas pertolongan kamu!" Kenzo tersenyum tipis ke arah Niken.
Niken hanya bisa mengangguk kan kepalanya saja.
"Saya permisi dulu Tuan!" Niken mencoba melepaskan genggaman tangan Kenzo.
Hingga akhirnya terlepas.
Niken dengan segera meninggalkan kamar Kenzo dengan jalan yang masih tertatih.
Niken sebenarnya takut, jika Kenzo akan menanyakan perihal Bella.
Yang tentunya nanti akan membuat Niken menderita kembali.
Sedangkan di rumah sakit.
Bella sedang berusaha menghubungi Kenzo. Karena dari semalam, Kenzo tak bisa di hubungi.
"Kenapa susah sekali sih, untuk menghubungi dia, biasanya gak seperti ini, apa jangan-jangan dia sudah tau kalo aku hamil?" Bella memijat pangkal hidungnya.
Beberapa saat kemudian, panggilan tersebut pun di angkat oleh Kenzo dari sebrang sana.
Senyuman tertata di wajah cantik Bella.
"Hallo, kenapa kamu gak angkat telepon aku?" Ujar Bella seakan akan tak pernah ada yang terjadi.
"Kenapa, bagaimana kabar kamu?" Ujar Kenzo dengan suara serak di sebrang sana.
Wajah Bella menjadi tegang, saat Kenzo menanyakan kabar dirinya, berarti dia sudah tau apa yang terjadi kepada Bella.
"Em, anu aku baik-baik saja, mungkin akibat terjatuh dari atas tangga, membuat aku sedikit lemah," ujar Bella mencoba menetralkan suaranya.
"Bagus, nanti siang aku akan ke sana, kamu baik-baik di sana!" Tut Tut panggilan di matikan oleh Kenzo dengan secara sepihak.
Bella mengigit bibir bawahnya.
"Semoga saja, Kenzo tidak marah," Bella menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya.
Sedangkan di lantai bawah
Kemarin masih berantakan akibat acara pernikahan, kini sudah bersih kembali, bahkan lebih bersih daripada biasanya.
Kenzo menuruni anak tangga, setelah membersihkan dirinya.
Ia mencari seseorang, namun. Tak bisa menemukannya.
"Selamat pagi Tuan, ada yang bisa saya bantu?" Ujar Sinta yang baru saja luar dari erea dapur.
"Apakah kamu melihat Niken?" Kenzo menatap ke arah depan dengan tatapan datar.
"Ah, maaf Tuan, mungkin Nona Niken lagi di dalam kamarnya Tuan," Sinta berucap dengan sangat sopan.
"Panggilkan dia, ini sudah waktunya makan, bukan waktunya di kamar!" Ujar Kenzo sambil berjalan ke arah meja makan.
Dengan gesit, Sinta Langsung menaiki anak tangga, untuk menyusul nonanya itu.
Sinta mengetuk pintu kamar Niken.
"Iya, siapa?" Ujar Niken yang berada di dalam kamar.
"Saya Sinta Nona, apakah nona sedang tidak bisa di ganggu?" Ujar Sinta dengan sopan.
"Ah tidak, silahkan masuk Sinta, saku baru saja selesai mandi!" Ujar Niken.
Hingga akhirnya Sinta pun masuk kedalam kamar Niken.
Niken melihat ke arah Sinta dengan senyuman.
"Ada apa sin?" Niken tersenyum.
"Em, anu Nona, tuan sudah menunggu di lantai bawah, kata Tuan, Tuan menunggu Mona untuk makan bersama!" Sinta tersenyum
"Baik lah, tapi, sebelum itu, kamu bisa membantu saya tidak?" Ujar Niken dengan menatap Sinta dengan tatapan memohon.
"Bisa nona, apa yang bisa saya bantu?" Dengan gesit Sinta menjawab.
"Tolong, esokan obat ini di punggung ku, aku tak sampai!" Niken memberikan sebuah obat oleh kepada Sinta.
Dengan senang hati, Sinta menerima obat tersebut.
Di angkatnya baju Niken eh ia sendiri.
Sedangkan Sinta, ia menunggu di belakang Niken.
Betapa terkejutnya Niken.
Ternyata di punggung yang cantik itu, ada sebuah luka yang banyak. Bahkan masih terlihat baru.
"Sin, kenapa malah bengong?" Ujar Niken yang masih memegang bajunya.
"Nona, apakah semua ini perbuatan Tuan?" Ujar sinta sambil membuka tutup obat tersebut.
Niken hanya bisa tersenyum dan mengangguk kan kepalanya saja.
"Tahan sedikit ya Nona, ini pasti akan terasa sakit!" Ujar Sinta.
"Iya, aku akan menahannya, dari kemarin aku tak bisa menjangkau luka itu, untungnya kali ini ada kamu yang masuk ke kamar, heheh jadinya aku bisa memberikan obat itu untuk punggungku ini," Niken menutup bajunya kembali saat sint sudah berhasil mengolesi setiap luka Niken.
"Terimakasih, Sinta!" Niken mengambil obat tersebut dari tangan Sinta
"Nona, apakah Nona, tak ingin keluar dari sini?" Sinta menatap Niken dengan tatapan kasihan.
Niken menatap Sinta dengan tatapan sendu.