Aku berjalan-jalan sore dengan Cindy dan Dito. Kami pergi ke sungai han dan rencananya kami akan melihat busking di Hongdae. Kami pergi menggunakan taksi karena kami belum mengurus e money untuk busway. Suasana sore sungai han membuatku terhanyut, lampu yang berkelap-kelip terpasang dibeberapa sudut taman sayang sekali tidak banyak pengunjung saat ini dikarenakan sedang musim salju dan cuaca yang dinginnya menusuk tulang. Kami berjalan dengan cepat menyusuri sudut sudut taman di area sungai han. Entah sejak kapan aku baru sadar bahwa saat ini aku tengah berjalan sendirian dan terpisah dari Cindy dan Dito. Aku mencoba untuk menghubungi keduanya namun tidak diangkat. Aku terus menyusuri jalan setapak ini berharap bahwa aku akan berpapasan dengan mereka lagi, hingga aku merasakan kakiku lelah ditengah cuaca yang dingin ini. Aku memutuskan untuk berjalan kearah bawah jembatan yang terdapat bangku-bangku cor semen, kulihat seorang pria dengan hoodie hitam juga duduk disitu meskipun takut, aku tetap mendudukkan diriku disitu persetan dengan rasa takutku aku sudah lelah. Aku menggosok-gosokkan kedua tanganku sembari mencoba untuk terus menghubungi kedua orang itu. "Hei, bukankah kau Kesya?" sapa sebuah suara. Aku menoleh mendapati kedua iris almond yang seperti pernah kulihat sebelumnya tapi aku lupa dimana. "Si...siapa?" tanyaku dengan bahasa inggris. "Ini aku Woon" sahut pria itu membuka masker hitamnya dan terpampanglah wajah yang kulihat dipesawat waktu itu. "Ahhh, benar. Aku ingat sekarang" ucapku mengerti. "Waahh, aku tidak menyangka kita akan bertemu secepat ini" jelasnya. "ahh iya, aku rasa juga begitu" sahutku tersenyum ramah. "ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan di cuaca dingin seperti ini di sungai han?" tanyanya mendekat. "Aku jalan-jalan bersama teman" sahutku kikuk. "Ye?! Jalan jalan dicuaca seperti ini apakah kau sudah gila? Maksudku bagaimana bisa?" tanyanya tak percaya. "Ya! Memangnya kenapa? Kau sendiri juga pergi kesini dicuaca seperti ini" sahutku tak mau kalah. " it..itu aku sedang mencari inspirasi" jelasnya. Dering ponsel memecah keheningan diantara kami. CINDY. "Hey, kamu dimana? Bagaimana bisa kamu pulang duluan?" ucap cindy. "aku tidak pulang, aku masih disungai han" sahutku. "serius? Aku sudah hampir sampai asrama tauk" ucap dito menyahut. "yaudahlah aku naik taksi aja" sahutku tenang. "Maaf ya Key kita ga tau kalo kamu masih disana" ucap cindy meminta maaf. "iya santai aja, yaudah aku nyusul pulang" ucapku mematikan telfon. Sebenarnya aku masih agak takut pulang sendirian dengan taksi mana aku lupa alamat asramaku. Bukankah aku bodoh? Ya aku benar-benar bodoh. "Hey, ada apa?" tanya Woon menatapku. Aku menjelaskan dari awal hingga akhir, ia kemudian tersenyum. "aku akan mengantarmu pulang ayo!" sahutnya berdiri aku mengikutinya berjalan, kakinya terlalu panjang hingga ia bisa berjalan dengan sangat cepat dan langkahnya lebar, aku tidak memperhatikannya dengan seksama hingga ia berhenti tiba-tiba dan aku menabrak punggung lebarnya. "Ya! Berjalanlah disampingku, kau seperti anak itik yang mengikuti induknya jika seperti tadi" ucapnya tertawa. Aku berpindah kesampingnya dan mengimbangi cara jalannya sesekali aku meliriknya Woahh ia sangat tinggi. "kenapa menatapku seperti itu?" tanyanya menatapku. "Kau sangat tinggi" cicitku pelan. Ia tertawa keras "Ya, kau benar-benar lucu apa hanya tinggiku yang kau kagumi?" tanyanya. "Ya" sahutku. "What?! Bagaimana dengan wajahku? Pesonaku?" tanyanya tidak percaya akan jawabanku. "Kau tampan" sahutku jujur. "Tentu saja aku tampan, tapi dari nada menjawabmu seperti biasa saja" sahutnya penasaran. "lalu aku harus apa? Haruskah aku melompat atau jungkir atau haruskah aku berteriak?" tanyaku heboh. "Ya, Ya, Ya,,,hentikan. Sudahlah kau benar-benar lucu" ucapnya. Kami akhirnya sampai didepan sebuah mobil Sport yang aku tau merk nya adalah Lamborgini berwarna Merah. Ia membukakan pintu untukku kemudian berlari kecil kearah kemudi. Mobil melaju meninggalkan kawasan sungai han membelah jalanan kota seoul yang cukup ramai meskipun salju turun semakin lebat . "Hachiiii" aku bersin. Aku rasa aku akan terkena flu, ohh astaga ini baru hari keduaku disini. "Kau terlalu lama di cuaca dingin sepertinya kau akan terkena flu, kita mampir kesuatu tempat dulu ya?" tanyanya. "iya" sahutku . mobil berhenti disebuah restoran yang tidak terlalu ramai. Sebelum turun ia memakai hoodie, masker serta kacamata bulatnya. "Ayo" ucapnya. Kami memasuki Kedai itu, "seperti biasa" ucap Woon kepada pramusaji yang tengah membawa piring kotor. "room 4 kosong" ucap pramusaji itu mempersilahkan, ia mengantar kami ke bilik nomor 4. Setelah duduk Woon melepas masker dan jasnya, "kau mau pesan apa?" tanya woon. Aku bingung karena aku tidak mengerti menu-menunya. "Apapun asal tidak ada unsur babi didalamnya" sahutku akhirnya. "Baiklah tumis kerang abalone, samyetang, Bokembab, dan seperti biasa namun coret yang ada unsur babinya" jelasnya. "Baiklah silahkan ditunggu" ucap pramusaji itu undur diri. "Aku tau kau belum makan jadi, makanlah dulu sebelum kembali" ucap woon menatapku. "Thanks" sahutku. Kami membicarakan beberapa hal mengenai culture di korea, aku banyak mendapatkan gambaran dari apa yang dijelaskan woon. Ponsel woon berdering dan ia permisi untuk mengangkat telfon. Makanan yang kami pesan tiba selang beberapa detik woon pun kembali. "semua ini tidak ada unsur babi, jadi mari makan" ucapnya mulai memanggang daging sapi. "maaf sudah merepotkanmu" ucapku. "Ani(tidak), aku yang ingin mentraktirmu" jelasnya. ia mengambil mangkuk nasi milikku dan mengocoknya. "kau harus lakukan seperti ini dulu agar semuanya tercampur" ucapnya sambil menaruh mangkuk nasiku lagi, "Selamat makan" ucap kami serempak. Itu yang aku pelajari dari woon beberapa saat lalu. Aku mulai memakan nasinya dan mengambil kerang abalone, rasanya lezat woon mengambilkanku sepotong daging yang baru matang. "makanlah yang banyak, supnya, minumlah supnya itu untuk menyembuhkan flu" ucap woon menunjuk sup ayam utuh didepan kami. Kami memakan semuanya, rasanya lumayan lezat, meskipun beberapa tidak terlalu cocok dilidahku tapi ini semua gratis dan pasti mahal jadi aku menghabiskannya. "Ayo" ucapnya menta masker serta jas kemudian keluar dari bilik setelah meninggalkan beberapa lembar uang. Mobil kami meninggalkan parkiran restoran itu, "bukankah asramamu berada di gwanak?" tanya woon. "sepertinya iya" ucapku. Aku hanya menatap keluar jendela mobil mewah ini dalam diam. Sekitar setengah jam perjalanan akhirnya kami sampai di depan asramaku, "Terimakasih telah mengantar serta mentraktirku" ucapku mentapnya. " it's okay, mari bertemu lagi. Kau masih mau kan bertemu denganku?" tanyanya. "tentu" sahutku tersenyum. Aku melepas sabut pengaman, namun mengapa ini sulit? Aku terus mencoba hingga sebuah tangan membantuku aku menoleh dan mendapati wajah woon begitu dekat dengan wajahku, mata kami saling bertemu, 1 detik, 2 detik, 3 detik, 4 detik jantungku benar-benar berdebar tak beraturan