webnovel

27 hari sebelum HUT sekolah. Kamis, 25 Oktober. Sore hari.

Pak Kiyo sebagai guru dan orang dewasa, telah menyadari gentingnya situasi ini.

Tugas Majelis Perwakilan Siswa belum selesai. Setiap harinya, anggota Majelis Perwakilan Siswa semakin berkurang dan memberatkan tugas anggota yang tersisa.

Jika Majelis Perwakilan Siswa tidak segera kembali bekerja sekarang, HUT bisa jadi kacau balau. Itu sudah jelas bagi siapa pun.

Aku melihat Pak Kiyo telah berbicara kepada beberapa anggota ke sana-situ belakangan ini.

Aku mendengarkan percakapan Pak Kiyo dengan mereka, dan menanyakan apa yang Pak Kiyo bicarakan kepada mereka.

Intinya begini, Pak Kiyo berusaha memediasi beberapa kakak kelas yang pernah bertengkar dengan Silvia Anggraini. Kemudian Pak Kiyo meminta tolong murid ke murid untuk menghadiri rapat lagi.

Bagi kakak kelas yang pernah bertengkar dengan Silvia Anggraini, sayangnya itu tidak mungkin akan bekerja. Meskipun mereka menganggukkan kepala mereka terhadap Pak Kiyo, hati mereka tidak akan mau. Dan meskipun mereka betul-betul berbaikan dengan Silvia Anggraini, itu sudah terlalu terlambat. Itu tidak akan membuat semua anggota kembali menjadi rajin secara ajaib.

Bagi murid yang diminta tolong Pak Kiyo untuk hadir lagi, itu juga percuma. Mungkin mereka akan datang hadir lagi seperti yang diminta Pak Kiyo, tapi keesokan harinya, mereka akan berhenti datang lagi. Karena, motivasi mereka itu salah tempat. Motivasi mereka disebabkan oleh Pak Kiyo, yang seorang guru, menyuruh muridnya hadir. Jika Pak Kiyo hilang, motivasi mereka juga ikut hilang.

Seperti yang sudah kuduga, sekolah tidak memiliki hak untuk memaksa muridnya bekerja melakukan sesuatu selain belajar. Karena pada dasarnya, sekolah adalah tempat murid untuk belajar.

Misalnya sekolah menyuruh semua murid membersihkan lapangan, sebenarnya itu tidak diperbolehkan. Apa tujuan sekolah menyuruh semua murid membersihkan lapangan? Apa itu membantu murid mendapat nilai bagus?

Hal ini tidak membantu murid menjadi lebih pintar dalam hal akademik. Meskipun sekolah beralasan, bahwa itu mengajar murid untuk menjaga kebersihan dan ketertiban, tetap saja tidak boleh. Murid atau orang tua murid bisa membawa hal ini ke hadapan hukum. Sekolah tersebut bisa dipertanyakan manfaat 'murid membersihkan lapangan'.

Namun, tidak semua murid sadar akan hal ini. Maka dari itu, jarang ada murid yang melebih-lebihkan sampai membawanya ke depan hukum. Itu bukan berarti tidak ada murid yang tidak berani dengan guru.

Pasti akan selalu ada seorang murid yang nakal dan tidak takut. Untuk melawan perlawanan ini, di setiap sekolah dalam jenjang mana pun, pasti akan ada satu atau dua guru yang memakai persona guru galak. Ini bisa mengatur dan membuat takut murid yang nakal, sekaligus membuat guru-guru lainnya terlihat lebih lembut dan menjadi pilihan nomor satu para murid.

Aku telah menunggu seorang guru yang galak untuk tiba dan memarahi semua anggota Majelis Perwakilan Siswa. Aku menantikan guru ini menegur kita semua habis-habisan supaya mengembalikan Majelis Perwakilan Siswa bekerja lagi seperti biasa dan mengejar ketinggalan.

Namun sampai saat ini, tidak ada wujud guru galak tersebut. Entah karena para guru tidak peduli, atau karena Pak Kiyo melakukan sesuatu.

Aku tidak melakukan apa pun karena aku mengira guru galak ini akan hadir dan membetulkan semuanya.

Justru yang terjadi, Pak Kiyo dan guru pembimbing Majelis Perwakilan Siswa meminta tolong ke guru lain untuk membantu tugas Majelis Perwakilan. Yang awalnya adalah tugas murid, sekarang diurus guru.

Akibatnya, belakangan ini aku mulai melihat lebih banyak guru di sekitar ruang multimedia.

Setelah aku melihat ke layar handphoneku dan menyadari bahwa saat ini jam setengah 5, aku meringkas barang-barangku dan beranjak dari bangkuku. Melihat banyak orang di sekitarku masih sibuk, aku keluar tanpa menyampaikan pamit kepada siapa pun. Sebenarnya, ini sangat aneh dari kebiasaanku.

Akhir-akhir ini, banyak pikiran dan ide terpintas di kepalaku. Aku tidak bisa menulisnya di sini karena aku takut ada yang bisa melihatku menulis. Aku ingin segera pulang menyusunnya dengan rapi.

"..." Aku menengok ke samping.

Terdapat tiang besi, suara mesin yang mendengung, dan suara percakapan antar pekerja di tengah halaman.

Di tengah halaman ini, sedang dibangun kerangka untuk panggung. Panggung ini adalah tempat untuk pertunjukkan artis penyanyi nantinya.

Aku melanjutkan berjalanku ke tempat parkir.

"...Nak!" Dalam perjalanan ke tempat parkir, Pak Kiyo memanggilku dari belakang.

"..." Aku berhenti untuk mendengarkan apa yang dia ingin bicarakan. Karena Pak Kiyo adalah seorang guru dan aku masih di lingkungan sekolah, aku masih harus memperhatikan tingkah lakuku.

"Minta tolong, nak." Nada suara Pak Kiyo terdengar muram. Tidak kelihatan lagi suara keceriaan dari Pak Kiyo.

"Majelis?" Aku berusaha menebak permintaan tidak jelas Pak Kiyo.

"...Iya."

Karena statusnya sebagai guru yang berada di atas murid secara hierarki, dia tidak bisa berbicara dengan murid di kedudukan yang sama.

Pak Kiyo bisa saja meminta tolong ke murid lainnya selain aku. Tapi, tidak ada murid di sini yang terlalu paham situasinya. Misalnya Pak Kiyo mencoba meminta tolong ke murid lain, kurang lebih mereka hanya akan menjawab "iya" tapi tidak akan menindakinya.

Satu-satunya orang yang bisa dia andalkan dan percaya hanyalah aku.

Statusku adalah murid, aku paham situasinya, dan aku punya banyak koneksi.

"-dan Nak Dea. Nak Silvia juga." Pak Kiyo menambahkan permintaannya.

"..."

Sudah jelas Pak Kiyo mulai menjadi putus asa.

Tapi, aku tidak tahu motivasinya sama sekali. Aku tidak tahu kenapa dia ingin HUT berjalan lancar. Apa hanya karena pekerjaannya sebagai guru? Atau karena banyak uang yang sudah dihabiskan untuk HUT?

"..." Aku tetap menutup mulutku. Aku berpaling dari Pak Kiyo dan berjalan ke tempat parkir.

"Nak!" Pak Kiyo memanggilku lagi, tapi aku tidak berhenti kali ini. "Aku nggak tahu harus apa lagi! Nak! Tolong, nak!"

"..." Aku masih mengabaikannya.

Di mana harga dirimu sebagai guru? Di mana martabatmu sebagai guru? Apa kamu tidak malu berteriak meminta tolong kepada muridmu sendiri? Atau separah itulah situasinya sampai kamu tidak bisa apa-apa? Atau kamu berhenti mencoba karena kamu tidak ingin berusaha lagi? Atau kamu sangat ingin melihatku menderita?