webnovel

15. Sagara Mendadak Jinak

Shayna banyak diamnya setelah kejadian kemarin. Dia marah pada Sagara. Dan sejak kemarin pula, Shayna tidak berbicara sedikitpun. Bahkan untuk buka mulut saja sepertinya tidak.

Sagara yang diabaikan oleh Shayna tentu merasa kesal. Karena bagaimanapun juga, mereka sedang bulan madu. Harapan tentang bulan madu yang manis dan panas seketika luntur begitu saja. Ya, walaupun ini salah sendiri, tetap Sagara tak mau mengakui kesalahannya. Dia justru menyalahkan keadaan.

"Ay? Gue kesiangan… lo gak beliin gue sarapan?" dengan wajah memelas, Sagara mendekati Shayna yang saat ini sedang mengunyah makanannya.

Shayna hari ini tampil cantik dengan dress lengan tali bermotif bunga-bunga. Dress berwarna putih itu membuat auranya terpancar. Belum lagi dengan rambut yang dia tata rapi dan make up natural yang dia gunakan. Sudahlah, definisi fisik yang nyaris sempurna ada pada Shayna.

"Ay? Gue laper…" Sagara duduk di depan Shayna, merengek seperti bayi meminta asi.

Peduli? Tentu tidak. Malas sekali peduli setelah dianggap pembantu. Shayna yang kelihatannya lemah lembut nyatanya sangat susah dibujuk saat marah.

"Ay? Gue laper banget sumpah. Lo gak kasihan sama cacing-cacing di perut gue? Udah pada demo mereka… nanti gue mati gimana? Lo jadi janda loh." Ujar Sagara, masih merengek.

Shayna melirik Sagara, merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dia meraih beberapa lembar yang dan memberikannya pada pria itu. Masih tetap dengan diamnya dan tatapan mata yang tajam.

Sagara menerima uang dari Shayna dengan sedikit ragu. Karena sejujurnya, dia tidak tau harus membeli makan dimana, cara memesannya bagaimana, dan apakah orang-orang di sana ramah atau tidak. Sagara memiliki banyak ketakutan.

"Ay… temenin beli makan ayo! Temenin doang kok, bukan gue nyuruh lo beliin gue makan." Sagara memohon. Dia berdiri di serong kanan Shayna, mengerjapkan mata dan memasang ekspresi memelas.

Melihat Shayna hanya diam tanpa menoleh padanya, Sagara menghela nafas berwt. Kalau sudah seperti ini, tandanya Shayna membutuhkan permintaan maaf. Sagara tau itu.

'Daripada gue kelaperan dan nanti gak bisa goyang ranjang, mendingan gue minta maaf deh. Ngeri juga bini gue pas marah.' Batin Sagara.

Perlahan, dia melipat kedua kakinya. Pria itu bersimpuh di depan Shayna. Ah, pemandangan yang begitu indah bagi Shayna sebagai seorang wanita karir yang mandiri. Melihat pria memohon adalah sesuatu yang sangat memuaskan dahaga batin.

"Ayna cantik jelita… Mas Sagara minta maaf ya karena kemarin udah ngomong yang enggak-enggak. Mas Sagara kemarin lagi capek soalnya. Jadi, Mas Sagara marah-marah deh sama kamu." Dalam hati, Sagara sangat berharap Shayna mau memaafkannya. Karena kalau tidak, bisa-bisa dia mati kelaparan.

Dan untungnya, doa Sagara terkabul. Shayna mulai berbicara dengan Sagara. "Minta maaf karena apa?"

Bola mata Sagara membulat, bingung. "Minta maaf karena marah-marah, mungkin?" Jawabnya ragu.

Kedua alis Shayna terangkat, nyaris menyatu. "Mas lupa atau pura-pura lupa sih?! Jelas-jelas Mas bilang kalau istri itu adalah pembantu!" Kesalnya.

Sagara tersenyum tipis, menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Oke, Mas minta maaf karena nyebut Ayna cantik pembantu."

Shayna menarik nafas panjang, menelan bulat-bulat daging salmon yang belum dia kunyah dengan benar.

"Mas, cewek yang lo nikahi tuh gue. Shayna. Gue bukan cewek yang gampang buat lo dapetin maafnya. Jadi, kalau mau minta maaf itu yang jelas. Maaf karena apa, dan jelasin kenapa tiba-tiba minta maaf, sama satu lagi. Jelasin perasaan lo pas minta maaf. Jangan cuman maaf-maaf aja." Kesal Shayna.

Sagara yang mendengar itu semua hanya melongo. "Ini gue minta maaf ke istri apa ke dosen sih?" Gumamnya tanpa sadar.

"Mas! Serius gak sih?!" Shayna yang tak sengaja mendengar itu langsung saja berteriak sampai membuat Sagara kaget.

"Iya-iya, serius! Jadi, gue minta maaf karena udah… ngatain lo pembantu, terus gue minta maaf karena gue merasa bersalah. Hati gue gak tenang. Dan terakhir tadi apa?"

"Perasaan lo pas minta maaf."

"Iya itu. Perasaan Mas saat minta maaf adalah… Ehm, merasa bersalah, gelisah karena ingin cepat-cepat dimaafkan, dan laper. Sumpah Ay, laper banget sampai mau mati." Sagara berdiri, memberengut sambil mengusap perutnya. Shayna jadi gemas sendiri melihat itu.

"Janji dulu gak nganggap istri pembantu lagi. Karena istri itu pasangan hidup bukan pembantu. Ya walaupun gue istri kontrak lo, tetep aja di agama gue sah istri lo yang mana gue harus berbakti sama lo. Tapi kalau disebut pembantu ya males juga mau berbakti." Oceh Shayna tanpa mempedulikan Sagara yang sudah cemberut menahan lapar.

"Ay, ngoceh nya bisa direm sebentar gak? Sumpah gak nahan. Pengen makan…"

Shayna tertawa terbahak-bahak, mengangguk kecil. "Ya udah, gue beliin makan buat lo dulu. Kalau udah laper banget makan aja punya gue."

Mendengar itu, Sagara langsung tersenyum lebar. Semangatnya mendadak utuh kembali. "Makasih Ayna cantik!"

"Hm." Shayna pergi, meninggalkan Sagara seorang diri yang sedang menatap pantulan dirinya di dalam cermin dengan wajah marah.

"Brengsek lo."