webnovel

MIL-1

Adopsi gak ya?

Kucing yang menghadap ke arahnya saat ini, terus mengeong didepan rumah sejak semalam. Gadis belia yang masih mau hidup enak tanpa harus memikirkan perasaan orang lain, kini diberi pilihan—seolah antara hidup dan mati dan menguji hatinya apakah harus kucing itu diadopsi atau ditelantarkan begitu saja.

"Miaw? Mau numpang hidup kah' di rumah gue? Gak gratis loh ya. Syaratnya jangan berisik." Gadis berambut pirang itu memberi peringatan pada jari telunjuknya, berhasil. Kucing itu sedikit menurut dan melunakkan suaranya begitu tahu wanita yang di hadapannya ini sudah tergerak hatinya.

"Bagus. Sekarang lo bisa masuk ke dalam. Jangan berak sembarangan ya."

|

Aurellia Rose, seorang gadis cantik dan anak kesayangan seorang pria yang bernama Aner—seorang sudah sekaligus ayah kandungnya yang jarang pulang ke rumah. Rose, panggilannya. Kerap kali dirinya pun dikabarkan jarang berada dalam rumah, rumah sesepi itu, untuk apa ia bertahan terlalu lama tanpa adanya rasa cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya.

Putar balik beberapa waktu yang lalu, semalam Rose mendapati tantangan saat mabuk, bersama teman-temannya di bar, Rose melampiaskan seluruh rasa kesepian serta kegundahan hatinya untuk bersenang-senang meski tahu kesenangan itu hanyalah sesaat.

"Lo harus cium cowok tuh yang ada di pojok ruangan."

Rose menerima tantangan berupa ciuman dengan orang asing saat sedang setengah mabuk. Karena permintaan gila dari Febiola itulah dia terpaksa menggenapkan hatinya untuk lekas memurut. Jika tidak, bisa-bisa Rose akan dicekcokkan kembali alkohol dan gawat kalau pulang ke rumah dalam mabuk.

"Fine! Gua... bakal cium sesuai yang lo mau."

"Bagus, gue bakal ngerekam lo ciuman dari sini," kamera handphone Febiola terangkat demi mengabadikan ciuman yang bakal Rose lakukan.

"Lo pada gila! Lo pada mabuk!" Ujar Rose sedikit compang-camping, berjalan dan duduk di sebelah sangat pria yang ditunjuk Febiola sebelumnya.

"Halo... Mau kisseu gak sama gue? Hehe... Gratis kok."

"..."

Rose menarik lengan pria bersetelan jas itu. "Eumm... Manggilnya apa yak? Brondong... Please, maaf ngeribetin banget. Lo gamau kan' kalo liat gue bakal lebih mabok lagi dan berhora-horahh"

Kepala Rose sedikit lebih fokus menatap wajah pria yang bersembunyi dibalik bayangan, hanya setelan jas-nya saja yang tersorot lampu temaram lingkungan bar. Bisa-bisanya tempat dalam bar ini memiliki cahaya yang minim, membuat Rose tidak bisa menampak dengan jelas.

Pria itu bergeming dan terdiam, Rose yang mengalungkan tangan ke pria itu, merasakan ada sebuah dengkuran—atau mungkin bisa disebut gidikan kulit pria itu yang seakan takut atau kedinginan karenanya.

"... Gausah takut deh, gue yakin lo bakal candu."

Rose dengan sedikit keberaniannya, menarik dagu Rose dan mulai mencium. Ini bukan pertama kalinya bagi Rose untuk berciuman, tapi siapa yang akan menyangka kalau ciuman Rose dengannya memberikan rasa asing—sejenis makanan daging mentah yang terasa pada salivanya. Apa pria ini ada kelainan kah?

"Done. Maaf ngerepotin, brondong," Rose berlalu pamit, berjalan ke arah bangku miliknya sebelum menerima tantangan itu. "How dare you, bitch!" Rose menarik handphone milik Febiola—keaadan tipsy, Rose bisa memutar ulang video yang direkam temannya itu.

"Balikin gak, lo!"

"Gak! Sebaiknya lo hapus atau lo—"

"Bukannya lo yang rela gue rekamin lo?" Sudut senyuman Febiola terangkat.

"Hah, ngomong apaan sih gajelas," Rose menepuk mejanya.

"Keep calm, Rose!" Imbuh Zara.

"Hayoloh Feb, tanggung jawab lo sama si Rose," Glea menyikut Febiola sementara aku terus mengacuhkan kalimat kedua temanku.

Rose lempar sedikit kasar ke arah Febiola.

"HEI!"

Dan untunglah, saat Rose lihat Febiola mengecek handphonenya, tidak ada rusak atau retak sama sekali. Tetap saja, yang namanya barang pribadi—kalau itu berharga, Febiola akan mengomel. "Untung gak rusak! Kalo iya—"

"Ya kalo rusak gua ganti, banyak bacot lo! Gue yang mabok tapi lo yang cerewet, haha Biol-Biol, coba deh sekarang gue tantang lo buat cium cowok yang tadi gue cium,"

"Lo gila, Rose?"

"Yaaa seperti yang kalian lihat," Rose melihat ke arah Febiola. Tangan Rose bergerak menyentuh bibirnya. "Lo rasain lidahnya cow—"

"Seenak apa sihh Rose?" Goda Zara.

Glea menatap Rose. "Biasalah, si Rose kalo mabuk emang kerangsang,"

"Panas-mmm... gerah banget," gaun malam yang cocok dipakai untuk pesta itu, tanpa malu-malu Rose mengibas - ngibas demi memberi aliran udara yang masuk melalui dadanya.

"Lanjut Truth or Dare-nya ya..." Ujar Glea, seolah membiarkan Rose terus berbuat apapun selagi dalam keadaan mabuk yang dibilang "masih wajar".

|

Sekonyong-konyong Rose membawa diri dengan badan yang terasa berat membawa kakinya untuk melangkah.

Mabuk, mabuk. Benar, Rose masih belum tersadar. Padahal hanya menghabiskan dua hingga tiga jam saja untuk minum-minum, hari ini tampak berat sekali untuk pulang ke rumah. Esok kerja, sebagai bintang iklan yang ia lakoni.

Ughhh, sialaan. Liatin aja Lo Febiola, Biol-Biol. Gue gabakal ngerespon lagi kalo lo ngajak gue mabok. Bodo amat!

Dengan jalan yang tertatih-tatih, Rose sedikit memaksakan diri mencari pegangan. Apapun itu, agar keseimbangannya tetap stabil. Telepon terus berdering, angin malam menerpa tubuh serta menusuknya dengan amat sangat menusuk. Dingin. Itulah yang Rose rasakan.

Meongg...! Meongg...!

Sadar tidak sadar, rasanya suara itu kerap memenuhi pendengaran Rose sepanjang jalan.

Di setiap kaki melangkah, derapan kaki kecil seakan mengikutinya dari belakang. Rose enggan untuk mempedulikan hal-hal kecil seperti itu, tho, jadi ia biarkan apapun hal itu. Meski sebenarnya merasa bising, hewan berbulu halus yang bernama kucing itu sesekali mengeow.

Tidak jauh jaraknya dari Bar ke Mansion Rose, jadi di tengah-tengah jalan Rose mampir ke sebuah minimarket untuk membeli obat pengar. Setelah itu, barulah Rose melanjutkan perjalanan pulangnya ke rumah.

Didepan pintu market, Rose tersadar kucing yang mungkin menurutinya tadi—tengah menunggu didepan minimarket. Apakah dia sedang menunggu dirinya?

Lantas ia acuhkan kucing yang berwarna hitam dengan bercak keabu-abuan itu. Tidak penting, itu dalam pikirannya. Sesaat sebelum tiba di rumah mansion, barulah kucing itu mengeow terus-terusan lebih berisik dari sebelumnya. "MENG! AAARHH NOISY, YOU KNOW!"

Rose menghentak-hentakkan kaki, hendak mengusir kucing dengan kakinya, rasa tak tega menjalar dalam tubuhnya. Jadi, ia tepis rasa negatif dari hatinya itu. Rose menghirup nafas dalam-dalam. Huuuffftt... Sabar, sabar. Orang sabar jodohnya sama orang ganteng.

Berpikir tentang itu, pikiran Rose langsung terlempar pada ingatannya beberapa jam lalu—mencium salah seorang pria asing yang ia temuinya dalam Bar.