webnovel

Petra dan Olivia

"Aku, Lucas dan Noah juga tidak menyangka kamu akan sadar dengan sangat cepat. Kamu sangat marah ketika akan mencekik wanita ini, tapi setelah menyentuh lehernya, tidak lama kamu melepaskannya dan kembali sadar," jelasnya yang masih menerka-nerka.

"Apa ada sesuatu dalam tubuhnya sampai bisa membuat Rex takut dan mengembalikan kesadaranku dengan cepat?" gumam Petra, ragu. "Mungkinkah dengan ini ada peluang untuk aku bisa kembali normal?" tanyanya dengan mata berbinar-binar.

Dia sangat mengharapkan keadaan yang normal seperti orang-orang pada umumnya.

"Kepribadian sepertimu tidak bisa disembuhkan secara total. Kamu hanya perlu berusaha mengontrol emosimu atau menunggu keajaiban. Besok pergilah ke rumah sakit untuk pengecekan menyeluruh," saran William.

"Baik, aku akan pergi ke kamarku untuk berganti pakaian. Kamu perhatikan dia sebentar. Aku akan menyuruh pelayan wanita untuk mengurusnya," ucap Petra sambil berlalu pergi dari situ.

William beranjak bangun dan beralih duduk di tepi ranjang. Dia menatap dalam wajah wanita yang telah meluluhkan hatinya bertahun-tahun sambil mengelus pipinya dengan lembut.

"Tidak sangka, kamu tumbuh dengan sangat cepat. Kamu bukan lagi gadis kecilku, Olipop (panggilan sayang). Nanti ketika kamu bertemu denganku, aku harap kamu dapat memaafkanku," bisik William dengan senyum yang terukir indah di bibir.

Dia mendekatkan wajahnya dan mengambil kesempatan untuk mengecup kening Olivia. Dia begitu merindukan sosok Olivia, bahkan dalam pikirannya ingin lebih dari sekedar mengecup kening. Namun, hal seperti itu tidak mungkin William lakukan.

....

Pagi hari.

Olivia mengerjapkan matanya karena tersorot oleh sinar matahari yang masuk menembus melalui jendela kamar.

Dia mengernyitkan kening sambil menyentuh kepalanya yang sakit berdenyut.

Ketika pandangannya sudah jelas dan kesadarannya pulih sepenuhnya, dia beranjak duduk dengan mata membulat serta mulut menganga.

"Di mana ini?" gumamnya sambil mengedarkan mata ke sekeliling kamar.

Kamar yang begitu luas dengan barang-barang antik layaknya kamar seorang ratu, dan jendela besar yang dapat melihat langsung dengan mata telanjang keasrian dan keindahan alam di sekitar.

Tidak ada rumah di sekitar sini, hanya ada pepohonan besar yang menjulang tinggi dan kicauan suara burung yang saling bersahutan.

"Apa aku sedang bermimpi? Aku ingat terakhir kali aku bertemu dengan Jerry di sebuah kelab. Aku ... agak mabuk dan ...?"

Prang!

Suara pecahan kaca tiba-tiba membuat Olivia yang sedang berdiri di balkon terlonjak kaget.

"A-apa itu?!" gumam Olivia dengan suasana hati tidak tenang.

Dia bergegas menuju sumber suara. Ke luar dari kamar dan berjalan mengendap-endap menuruni tangga. Bahkan dia tak sadar seperti apa penampilannya saat ini.

Mulai terdengar suara keributan dari lantai bawah, membuat Olivia semakin ketakutan. Namun, rasa penasarannya lebih besar dari rasa takut, hingga dia memutuskan untuk tetap melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Seorang pria bertubuh tinggi berbadan tegap sedang berbicara kasar pada beberapa orang yang mengenakan pakaian pelayan. Ada satu pelayan pria yang sedang bersujud di kakinya sambil meminta maaf. Terlihat pecahan kaca berserakan di lantai.

Siapa pria itu? Kenapa auranya sangat kuat dan mengerikan? (Batin Olivia)

"Apa kalian tidak bisa lihat, aku bukan Petra! Aku tidak menyukai sarapan sederhana seperti roti, telur dan susu!" bentaknya dengan mata berapi-api.

"Kamu kepala pelayan di sini, kan?!" tunjuk Rex pada kepala pelayan yang sedang bersujud di bawah kakinya dengan rahang mengeras.

Tanpa basa-basi, Rex mencengkeram kerah kemeja kepala pelayan dan mengangkatnya tinggi-tinggi sampai kakinya melayang di udara.

Hal itu menjadikan Olivia mengingat kejadian malam tadi saat tubuhnya dicekik dan diangkat dengan sangat kuat oleh seseorang. Rasa sakit dan sesaknya masih terasa sampai sekarang. Tangannya menyentuh leher demi mendalami rasa sakit itu.

Tiba-tiba saja dia tersadar dengan pakaian yang dia kenakan saat ini. Satu set piyama tidur berwarna putih dengan renda cantik di bagian tepinya terpasang di tubuhnya.

Kemana kaos dan celanaku? Kenapa aku memakai pakaian seperti ini? (Batin Olivia bertanya-tanya)

"Haruskah aku mengajarimu seperti apa caranya disiplin?!" gertak Rex dengan semakin mengencangkan cengkeramannya, membuat kepala pelayan meronta kesakitan.

Para pelayan yang lain tidak dapat menghentikan karena tidak berani. Sebab yang dihadapannya adalah Rex, bukan Petra.

Saat Rex akan melempar kepala pelayan itu dengan kencang, Olivia segera berlari untuk menghentikan.

Dia menyentuh lengan Rex dengan napas terengah-engah dan menatapnya dengan tajam.

"Hentikan! Hanya karena mereka salah membuatkanmu sarapan, kamu memarahinya seakan-akan mereka telah mengambil seluruh hartamu. Apakah hal kecil seperti ini perlu di besar-besarkan?!" geram Olivia dengan mata melotot.

Semua pelayan yang ada di sana tersentak kaget melihat Olivia berani bicara selantang itu pada Rex. Mulut mereka komat-kamit baca mantra agar hal yang lebih buruk tidak terjadi.

"Kamu?" ucap Rex sambil menatap kedua mata Olivia yang begitu jernih seperti air. Mata wanita yang semalam telah membuat nyalinya ciut.

Perlahan Rex melepaskan cengkeramannya dan menurunkan tubuh kepala pelayan yang sepertinya sudah pasrah menerima takdir.

Matanya tak bisa berpaling dari kedua mata jernih itu, seakan ada energi kuat yang menariknya ke dalam. Olivia dan Rex saling pandang memandang untuk beberapa saat.

Tidak lama kemudian, kulit pucat itu kembali normal, mata merah menyala menyusut menjadi amber. Tatapan yang tadinya terlihat penuh emosi, kini tampak kosong seperti orang linglung.

Olivia menarik lengannya dengan kening mengernyit. Beberapa pertanyaan berdesakan di kepala. Dia tidak tahu perubahan Petra yang dia lihat ini nyata atau tidak.

Apa aku tidak salah lihat? Warna bola matanya tiba-tiba berubah. Aura menakutkan yang memancar dari tubuhnya juga sepertinya sudah hilang. (Batin Olivia)

Olivia segera menyuruh para pelayan yang sedang terbelalak dan menganga untuk pergi. Tanpa pikir panjang mereka pun segera berlari pergi dari situ.

Petra berjalan menuju sofa dengan langkah terhuyung. Dia duduk sambil menyentuh keningnya dan termenung sesaat.

"Kamu terlihat aneh, apa ada masalah?" tanya Olivia sambil berjalan menghampiri. Awalnya Olivia tidak mau mendekati, tapi entah kenapa rasanya ingin sekali bertanya.

Tiba-tiba saja kedua mata Olivia membulat besar saat melihat wajah Petra dengan seksama.

"Bukankah kamu yang menunjukan apartemen tunanganku malam tadi?!" ucapnya sambil menunjuk hidung Petra.

Petra membuang muka sambil menghela napas hampa. "Duduk, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Petra sekenanya.

Tak sungkan Olivia pun duduk dihadapannya sambil menyilang kaki karena dia juga memiliki beberapa pertanyaan.

"Sebelum kamu bicara, aku ingin tanya dulu. Di mana ini? Kenapa tidak ada satu pun rumah yang kulihat selain rumah ini? Bagaimana bisa aku bersamamu? Di mana barang-barangku? Koper dan tasku? Lalu, ke mana baju dan celanaku? Kenapa aku mengenakan piyama seperti ini?" tanya Olivia dengan satu tarikan napas.

Petra melipat kedua tangannya di atas perut sambil menyandarkan punggungnya ke sofa. Dia tak habis pikir pada wanita dihadapannya ini, bisa-bisanya bertanya tanpa memberi jeda sedikit pun.

....

BERSAMBUNG!!!