webnovel

Sebuah Rencana

"Dia tak akan menyentuhmu sedikitpun. Kakak janji," ucap Andra mencoba menyemangatinya.

"Kakak serius?" tanya Riri sesenggukan.

"Iya. Sini kamu, Kakak bisikkin!" ucap Andra lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Riri. Dengan seksama Riri mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut Andra.

"Kakak serius akan berhasil?" tanya Riri tak yakin.

"Tentu. Jadi, kamu harus kuat dan semangat. Jangan jadi gadis yang cengeng begini," bisik Andra semangat.

Marvel bersama Rafi yang baru keluar dan masih di depan teras apartement terus memandangi dua kakak-adik yang nampak serius itu.

"Hey Bos. Lihat mereka itu seperti sedang merencanakan sesuatu di belakang Bos?" tanya Rafi curiga.

"Hemmm, sepertinya ada udang di balik batu. Tolong kamu selidikinya," balas Marvel dingin.

"Baik Bos!" Rafi mengangguk.

Lalu, mereka melanjutkan langkahnya menuju mobil. Kemudian masuk ke dalam mobil. Sengaja menutup pintunya sekeras mungkin untuk menghentikan aksi Andra dan Riri.

Andra dan Riri langsung terkejut sekali. Mereka segera menghentikan bisik-bisiknya itu. Lalu, segera kembali ke tempat motornya di parkir. Dengan perasaan gelisah, mereka naik ke atas motor untuk pulang.

"Waduh Kak kira-kira, mereka curiga tidak ya? Jangan-jangan mereka curiga melohat kita bisik-bisikkan tadi?" tanya Riri.

"Sepertinya sih iya. Yang penting kita nanti terlihat biasa saja. Seolah-olah tidak ada bisikkan penting tadi," jawab Andra sambil menstater motornya.

"Baiklah," balas Riri berpegangan dengan kakaknya.

Motor Andra segera melaju ke jalan raya diikuti mobil Marvel di belakangnya.

"Hey, Rafi biasanya kalau melamar seseorang itu apa saja syaratnya?" tanya Marvel bingung. Ini kan kali pertamanya dia melakukan hal tersebut. Jadi, banyak hal yang tidak diketahuinya.

"Tidak ada syarat penting Bos, paling hanya membawa buah tangan sudah cukup," balas Rafi sambil fokus menyetir.

"Oh. Berarti kita mampir dulu ke salah satu swalayan terdekat untuk membeli buah tangan?" tanya Marvel semangat.

"Tidak perlu. Tadi, aku sudah memerintah Joni untuk membelikannya. Lalu, mengantarkannya ke rumah Riri nanti," jawab Rafi santai. Pandangannya tetap fokus ke arah jalan.

"Em, tapi apakah Bos bersungguh-sungguh akan melamarnya?" tanya Rafi aneh.

"Yakin, lagi pula aku malah suka kalau bisa menikah dengannya. Dia gadis yang baik, unik dan aneh. Dengan begitu, dia akan menjadi milikku selamanya," jawab Marvel tersenyum.

"Ternyata selera Bos itu sukanya yang gadis biasa, tak gelamor dan benar sekali karakternya aneh," ceplos Rafi tersenyum.

Raut wajah Marvel langsung berubah 97 derajat menjadi masam mendengarnya.

"Jujur, kalau aku jadi Bos. Tentu, aku akan mencari pendamping hidup yang memiliki status sederajat dengan Bos. Aku tak sudi menikah dengan gadis desa macam dia," ledek Rafi.

"Jadi, kamu tengah mengejekku?" tanya Marvel kesal.

"Ups, tidak Bos. Bukan itu maksudku,' ucap Rafi salah tingkah.

"Lalu?" tanya Marvel.

Rafi meringis dan terdiam.

"Baiklah, gajimu bulan ini aku potong separo karena sudah berani mengejekku!" tegas Marvel.

"Ja-jangan Bos. Please!" rengek Rafi.

"Aku hanya bergurau saja tadi," jelas Rafi lesu.

"Keputusanku sudah bulat. Tidak bisa diganggu gugat lagi. Apa kamu ingin aku tambah lagi jadi tujuh puluh lima persen?" ucap Marvel kesal.

"Eh, jangan Bos! Baiklqah potong lima puluh persen saja," ucap Rafi pasrah.

"Huh, gara-gara mulutku yang tak bisa dikontrol ini, gajiku lagi-lagi kena potongan. Gagal deh rencanaku membeli rumah baru untuk masa depan," batin Rafi kecewa.

***

Andra dan Riri langsung turun dari motor karena mereka sudah sampai di depan rumah. Tak lama di susul sebuah mobil laborgini yang menepi di pinggir jalan depan rumah Riri. Halaman rumah Riri sangat sempit membuat mobil tersebut tak bisa ikut parkir di sana.

Tak lama datanglah sebuah mobil sedan menepi tepat di samping mobil Marvel.

Marvel dan Rafi segera keluar dari mobil. Marvel masih setia berdiri di dekat mobilnya. Sementara Rafi segera mengambil beberapa kantung berisi buah tangan untuk keluarga Riri.

Riri yang sudah turun duluan segera mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

"Assalamualaikum!" teriak Riri.

"Wa,alaikummussalam," balas Bu Fitri sambil membuka pintu rumah.

Andra, Rafi dan Marvel segera ikut mendampingi Riri di belakangnya.

Begitu pintu terbuka lebar, Bu Fitri tampak terkejut melihat Riri dan Andra pulang tidak sendiri tapi bersama dua pria tampan.

"Ri, mereka siapa?" tanya Bu Fitri terkesima.

"Mereka teman Kak Andra," jawab Riri pura-pura senang.

"Oh, jadi mereka ini yang katanya__" ucapan Bu Fitri terpotong oleh ucapan Andra.

"Iya Bu. Ya sudah. Mari kita masuk, kasihan mereka pasti lelah berdiri mendengarkan pertanyaan Ibu yang panjang lebar," imbuh Andra.

"Benar sekali, maaf ya, Nak. Mari masuk! Riri tolong kamu buatkan minum untuk mereka berdua. Ibu mau beritahu Bapak kalau ada tamu penting!" perintah Bu Fitri senang.

"Iya Bu!" jawab Riri lesu.

"Tunggu Bu! Ini ada sedikit buah tangan untuk Ibu dan Bapak," ucap Rafi seramah mungkin. Tangannya menyodorkan dua kantung plastik berukuran besar pada Bu Fitri.

"Ya Allah, kok pake acara bawa oleh-oleh segala? Mana banyak banget lagi? Kalau begini mah, bukan dikit namanya. Yang benar itu melimpah ruah," jawab Bu Fitri tersenyum senang. Kemudian menerima buah tangan tersebut.

"Ah, Ibu bisa saja." Rafi tersenyum malu.

"Ya sudah. Mari masuk ke dalam," ajak Bu Fitri tersenyum.

"Iya, Bu." Mereka semua segera masuk ke dalam mengekori Andra. Sementara, Bu Fitri melangkah masuk ke dapur sama Riri.

"Huh, dasar pria cerdik. Pintar sekali dia mengambil hati ibuku," umpat Riri kesal dalam hati. Dia sedikit menghentak-hentakkan kakinya ketika sudah jauh dari jangkauan mata Marvel dan Rafi.

Di dalam Andra segera mempersilahkan tamunya itu untuk duduk. Marvel terus fokus menatap foto Riri dan Andra saat masih kecil. Diam-diam bibirnya tertarik ke atas.

"Eh, ada apa gerangan denganmu, Bos? Kenapa sedari tadi kamu tersenyum seperti itu?" tanya Rafi tersenyum geli.

"Coba deh kamu lihat foto itu. Mereka tampak lucu dan menggemaskan sekali," tunjuk Marvel tersenyum.

"Hehe, itu foto kami saat masih jalan-jalan ke pantai. Saat itu, aku masih berumur lima tahun. Dan Riri masih berumur dua satu tahun," jelas Andra tersenyum.

"Oh. Seru sekali ya perjalanan hidup kalian. Walaupun hidup sederhana, tapi kasih sayang kalian tiada tara," puji Marvel tersenyum.

"Iya. Itulah kelebihan yang kami miliki," jawab Andra sedikit sedih. Hatinya sangat rapuh mengingat sebentar lagi adiknya tidak akan bisa terus bersama-sama dengannya lagi.

"Kenapa kamu terlihat sedih begitu?" tanya Marvel tersenyum. Dia tahu benar yang ada di pikiran Andra saat ini.

"Siapapun pasti akan merasa sedih, jika harus berpisah dengan adik semata wayangnya," jawab Andra lirih.