webnovel

Hari Pernikahan

Hari yang ditunggu keluarga besar Francis Laurence telah tiba, keinginan mereka untuk menikahkan anak bungsu yang mentalnya sedikit sakit akhirnya dapat terwujud.

Bukan tanpa maksud mereka melakukan semua ini untuk Griselda, karena sejatinya mereka hanya ingin wanita itu mendapatkan pasangan hidup dan menjalani kehidupan normal layaknya wanita dewasa di luar sana.

Meskipun mereka semua tahu jika ketulusan sama sekali tak nampak dalam wajah Feroza yang hanya mengincar harta keluarga itu, namun memang tak ada pilihan lain apalagi hanya Feroza yang mau menerima tawaran pernikahan itu.

"Sekarang kau sudah menjadi suami sah putriku, sepenuhnya aku percayakan kebahagiaan Griselda kepadamu. Kau tak perlu mengkhawatirkan soal harta karena kami pasti akan memberikannya tanpa ada batasan," ujar Francis dengan sungguh-sungguh.

Begitupun dengan Dara Laurence yang turut membuka suara kepada Feroza untuk menitipkan putrinya, "Fero, jika suatu saat nanti kau sudah tak mau hidup dengan putriku lagi maka kembalikan dia pada kami secara baik-baik."

Feroza tertegun mendengar perkataan Dara yang menurutnya sangat mendalam bahkan ia menelan saliva di tenggorokannya dengan jelas, "Iya Bu, saya akan mengingat perkataan ibu."

"Baiklah kalau begitu kami pergi dulu untuk menyambut para tamu yang datang," pamit keduanya sembari memberikan belaian pada Griselda yang hari ini terlihat begitu cantik mempesona.

Seperginya orang tua Griselda, Feroza melirik tipis ke arah istrinya yang memang sangat menawan namun tetap saja hal itu tak merubah perasaan jijik di dalam hati Feroza untuk wanita itu.

"Coba saja kau menjadi wanita yang waras, mungkin aku sangat bahagia menikah denganmu." Feroza bergumam dengan lirih lalu mengusap kasar wajahnya.

Bahkan Feroza sampai bergidik ngeri untuk yang kesekian kalinya ketika membayangkan tinggal satu rumah dengan Griselda dan lebih parahnya tidur di satu ranjang yang sama, "Mengerikan sekali!"

"Apanya yang mengerikan?" tanya seseorang yang tiba-tiba saja muncul di hadapan Feroza dan Griselda.

Feroza mengangkat kepalanya untuk melihat wajah seseorang yang berada di depannya hingga keningnya berkerut kebingungan dengan kehadiran Natasya di pesta pernikahannya, "Natasya? Sedang apa kau di sini?"

"Hai sayang," sapa Natasya sangat manis dengan senyuman yang begitu semringah.

"Bagaimana bisa kau masuk ke sini? Bukankah setiap tamu yang masuk harus memiliki undangan?" tanya Feroza lagi yang masih nampak sangat kebingungan.

Dengan santai Natasya menjawab sambil mengacungkan sebuah buku undangan yang mewah dan elegan, "Tentunya aku memiliki undangan untuk masuk ke acara pesta pernikahan kekasihku."

"Natasya, kau jangan aneh-aneh! Jangan sampai kau datang ke sini hanya untuk membuat masa--."

"Sssttt!" titah Natasya sembari menempelkan jari telunjuknya di atas bibir Feroza.

"Aku tak seperti apa yang kau pikirkan, Feroza!" ucapnya lagi.

Tiba-tiba saja Griselda mencengkram kuat lengan Feroza dengan tatapan yang beloon lalu ia berkata, "Si-siapa dia?"

"Lepaskan aku! Jangan mengganggu!" tegas Feroza sambil berusaha menghempaskan cengkraman Griselda dari lengannya.

Namun bukannya menuruti perkataan suaminya Griselda justru semakin kencang melakukan aksinya, sampai-sampai membuat Feroza kesakitan.

"Hei! Dasar aneh! Kau menyakiti lenganku!" umpatnya dengan gertakan gigi yang kencang.

"Feroza, sudahlah! Sekarang lebih baik kau ikut bersamaku ke suatu tempat karena ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu," ajak Natasya dengan tatapan yang serius.

"Katakan saja di sini! Aku tak mungkin pergi dari sini karena keluarga Griselda pasti akan mencariku," sahut Feroza menolak ajakan kekasihnya.

"Jelas tak bisa, Fero! Ini sangat penting dan aku tak ingin ada orang lain yang mendengarnya," tukas Natasya lagi dengan lebih memaksa.

Pandangan Feroza beralih pada sekitar mimbar untuk memastikan keadaan, karena dirasa semua orang sedang sibuk pada kegiatan mereka masing-masing akhirnya Feroza setuju pergi bersama Natasya.

"Baiklah, ayo!" ujar Feroza sambil berdiri dari duduknya.

Dan Griselda yang masih belum melepaskan cengkramannya malah semakin kencang mencakar lengan suaminya, "Kau mau ke mana?"

"Bukan urusanmu!" ketus Feroza lalu menepis kasar tangan Griselda.

Tak hanya sampai di situ, Griselda kembali berulah dengan berjongkok di hadapan suaminya sembari memegangi kedua kaki Feroza dan menatapnya begitu menyedihkan.

Hal ini tentunya membuat Feroza panik sebab ia khawatir ada orang yang melihat tindakan Griselda saat ini, "Hei jangan seperti ini, ayo duduk lagi."

"Jangan tinggalkan aku!" pinta Griselda begitu polos.

Feroza menghembuskan nafasnya kasar dengan kedua mata yang terpejam, kemudian perlahan Feroza memegang pundak istrinya sangat halus dan lemah lembut.

"Aku akan pergi sebentar ke toilet, kau tunggu di sini ya! Aku berjanji tidak akan lama," ucap Feroza manis.

Ternyata jika diperlakukan lembut seperti ini maka Griselda tidak akan menggertak ataupun melakukan hal yang tak wajar seperti barusan, buktinya saja wanita itu mulai melepaskan cengkramannya di lengan Feroza hingga duduk manis di tempatnya kembali.

"Baru juga beberapa jam yang lalu kau sah menjadi suami wanita gila ini, tapi kau justru sudah handal menghadapi kegilaannya!" sindir Natasya dengan sangat ketus.

Tanpa menjawab ucapan kekasihnya Feroza memilih menarik tangan Natasya agar mereka berdua bisa segera pergi dari tempat itu, alhasil tinggal Griselda sendiri di sana dengan tatapan kosong seperti biasanya.

Sedangkan keduanya terus melangkahkan kaki mereka menuju area belakang gedung yang terlihat sangat sepi karena semua orang sedang berada di area pesta, hingga saat Feroza merasa sudah menemukan tempat yang pas barulah ia melepaskan tangan Natasya dari genggamannya.

"Sekarang katakan hal penting apa yang ingin kau sampaikan kepadaku!" perintah Feroza to the point.

"Mengapa kau bersikap seperti ini kepadaku, Feroza? Bukankah kemarin kau bilang kalau aku akan tetap menjadi satu-satunya wanita yang kau cintai?" protes Natasya yang kesal terhadap perlakuan Feroza.

"Itu memang benar dan aku akan menepatinya, Natasya. Tapi kau datang di waktu yang tidak tepat," sahut Feroza yang terlihat semakin frustasi.

Natasya mendekat ke arah Feroza lalu ia mendekap hangat tubuh lelaki yang begitu ia cintai, "Aku takut kau akan berubah, Fero."

"Itu tidak akan pernah terjadi, Nat." Feroza sangat mengerti dengan kekhawatiran yang dirasakan Natasya saat ini sehingga ia mulai membalas dekapan kekasihnya.

Senyuman merekah di bibir Natasya terukir sempurna ketika ia melonggarkan dekapannya dan menatap kedua mata Feroza sangat dekat, "Berjanjilah untuk tidak pernah berubah apalagi meninggalkanku."

"Aku berjanji padamu," ucap Feroza kemudian mengecup lembut bibir manis Natasya.

Hanya sepersekian detik saja, keduanya mulai merasakan getaran yang hebat hingga memacu hasrat mereka. Tanpa sepatah kata apapun, Feroza langsung mendaratkan bibirnya di atas bibir ranum Natasya dan melumatnya sampai habis.

Saking semangatnya Feroza, lelaki itu bahkan mendorong tubuh Natasya hingga menempel di dinding sembari terus melakukan permainan lidah yang begitu panas membara.