webnovel

Bulan Madu

Maladewa, menjadi Negara tujuan Feroza dan Griselda untuk berbulan madu. Mereka semua telah tiba di tempat itu dengan perasaan yang sangat senang dan takjub, apalagi Feroza yang baru pertama kali datang ke sana meskipun harus bersama wanita gila yang tak pernah ia cintai sama sekali.

"Waw! Ini benar-benar indah!" puji Feroza sambil memutar bola matanya ke segala arah untuk menyaksikan pemandangan luar biasa indahnya.

Asisten satu menyimpan koper dan tas milik Feroza juga Griselda di depan pintu lalu ia berkata, "Ini Resort kalian berdua, yang lain tinggal di sebelah. Jadi jika butuh apa-apa kalian bisa langsung menghubungi kami, apalagi kalau kau kesulitan mengurus Nona Selda."

Feroza yang merasa tersinggung dengan perkataan lelaki itu langsung menjawab tegas, "Kau tenang saja karena aku bisa mengurus Griselda, bahkan tanpa bantuan siapapun."

"Baiklah kalau begitu, senang sekali mendengarnya." Asisten satu kembali tersenyum tipis dengan sinis.

Lalu pandangannya beralih pada Griselda untuk berpamitan dengan wanita itu, "Saya pergi dulu ya, Nona. Kalau butuh sesuatu panggil aku saja di telepon, dan semua barang-barang sudah aku berada dalam tas juga koper."

"Terima kasih," sahut Griselda datar.

Feroza terus menatap tubuh asisten satu hingga lelaki itu benar-benar pergi dari pandangannya bahkan mulutnya terus menggerutu dengan kesal, "Dasar menyebalkan! Bisa-bisanya dia memperlakukanku seperti itu, aku juga majikannya seharusnya dia bisa memperlakukanku sama seperti pada Selda."

Krekk

Suara pintu yang terbuka sedikit mengejutkan Feroza, lelaki itu langsung memutar kepalanya ke arah Griselda yang ternyata sudah masuk ke dalam resort.

"Apakah mungkin perkataan Natasya itu benar?" gumamnya lirih sembari terus menatap punggung istrinya yang berjalan masuk ke dalam resort.

Namun segera Feroza menggelengkan kepalanya pelan mencoba menepis pikirannya yang menurutnya sangatlah tak mungkin, "Tidak, tidak! Tidak mungkin Selda hanya berpura-pura gila, karena aku sudah menyaksikan sendiri kegilaan wanita itu."

"Suami!" teriak Griselda dari dalam.

Sontak Feroza terkejut hingga tubuhnya menegang tetapi ia tak berpikir panjang dan langsung masuk ke dalam untuk memastikan keadaaan Griselda, "Kenapa? Ada apa?"

"Kolam renang!" soraknya dengan sangat gembira.

Feroza mengangkat sebelah alisnya dengan kebingungan kemudian ia menatap kolam renang yang dimaksud Griselda barusan, "Iya aku tahu, lalu?"

"Ayo kita berenang!" ajaknya sambil langsung menarik tangan Feroza menuju kolam.

Sudah menempuh jarak yang cukup jauh membuat Feroza enggan mengikuti ajakan Griselda walaupun dalam hatinya ia merasa akan sangat menyenangkan jika berendam di kolam itu, "Tidak, aku tidak mau. Lagipula kita baru saja tiba di sini, apakah kau sama sekali tidak merasa lelah?"

"Berenang! Berenang!" sorak Griselda lagi dengan lebih bersemangat sembari mengepalkan kedua tangannya ke atas.

Suara Griselda yang cukup melengking membuat telinga Feroza sakit dan mau tak mau ia harus menutup mulut istrinya lagi, "Bisakah kau diam? Aku benar-benar muak mendengar suaramu itu!"

"Humft, Humft!" sahut Griselda yang masih berusaha untuk mengeluarkan suaranya meski tak ada hasilnya sedikitpun.

Feroza menarik tubuh istrinya dengan merangkul kedua bahu wanita itu lalu ia mengajaknya duduk di pinggir kasur, "Nah! Sekarang kau diam dulu di sini, jangan bersuara sedikitpun atau nanti aku akan marah padamu."

"Mengerti?" tanya Feroza yang suaranya jauh lebih halus dari sebelumnya.

Sambil tersenyum manis Griselda menganggukkan kepalanya paham dan menjawab, "Baiklah, lalu kau akan pergi ke mana?"

"Aku akan pergi mandi," sahutnya datar yang kembali mulai merasa curiga pada Griselda sebab wanita itu nampak normal.

"Ikut!"

"Hei!" ujar Feroza dengan kening yang berkerut kencang.

Tapi dengan polosnya Griselda malah tersenyum lebar seakan menggoda Feroza, "Aku ingin ikut!"

"Tidak, tidak! Kau tak boleh ikut! Karena aku ingin segera membersihkan tubuhku yang lengket, kalau kau ikut nantinya malah akan berlama-lama di kamar mandi!" gerutu Feroza dengan sangat keras seperti seorang ayah yang sedang memarahi anak kecil.

Griselda langsung menunjukkan wajahnya yang muram, bibirnya maju ke depan dan terlihat sangat cemberut tak lupa pula ia melipat kedua tangannya di depan dada.

Hal ini sama sekali tak merubah keputusan Feroza yang sudah merasa sangat lelah, "Sayang, kau tunggu di sini saja ya. Kita bisa mandi bersama lain waktu, karena sekarang aku merasa sangat lelah jadi kau mau memahamiku ya?"

Lagi-lagi sikap Feroza yang manis dan penuh kelembutan mampu meluluhkan kerasnya ego sang istri, sehingga wanita itu mengangguk pelan memahami keinginan Feroza yang tak mau diikuti pergi ke kamar mandi.

"Begitu dong," ujar Feroza lagi kemudian menghembuskan nafas beratnya karena sudah merasa tenang.

Lelaki itu mengambil ponselnya yang berada di atas kasur lalu berniat beranjak pergi menuju kamar mandi, "Aku mandi dulu ya."

Kini hanya tersisa Griselda di tempat itu, raut wajahnya yang semula tersenyum manis berubah menjadi masam dan datar.

Sosok wanita tak waras yang sebelumnya ia tunjukkan pada Feroza seketika berubah drastis layaknya wanita normal yang dipenuhi dengan kebencian, sorot matanya sangatlah tajam bahkan ia tak berhenti memandangi tubuh Feroza hingga suaminya masuk ke dalam kamar mandi.

Sedangkan Feroza yang sudah berada di dalam kamar mandi, ia tak langsung melakukan aktivitasnya seperti apa yang ia katakan pada Griselda tadi sebab sekarang ini lelaki itu sibuk memainkan ponselnya untuk menghubungi Natasya.

"Bagaimana keadaan Natasya sekarang? Apakah dia bisa tetap pergi ke sini, atau justru dia tak jadi pergi?" gumamnya.

Tanpa berlama-lama lagi Feroza segera menelepon kekasihnya memastikan semuanya, "Ayo angkat, Natasya."

"Halo," sapa seorang wanita dari seberang sana setelah panggilannya terhubung.

"Halo, Natasya. Apa kau baik-baik saja? Di mana kau sekarang?" tanya Feroza dengan nada yang sangat khawatir dan cemas.

Dengan sangat sinis dan tajam Natasya menjawab, "Untuk apa kau bertanya lagi? Bukankah tadi kau sendiri yang bilang padaku kalau aku ini hanya wanita asing yang gila!"

"Padahal jelas-jelas kau tahu kalau yang gila itu adalah istrimu!" lanjut Natasya sangat ketus.

Feroza merasa sangat menyesal dengan apa yang telah ia katakan kepada Natasya di bandara beberapa waktu yang lalu namun semua itu ia lakukan hanya untuk menyelamatkan mereka berdua, "Kau tidak mengerti keadaanku, Natasya. Aku terpaksa berkata begitu karena memang tak ada cara lain, kalau saja kau mengerti mungkin aku tak perlu memarahimu di bandara tadi."

"Kau yang tidak mengertikan aku, Fero!" sahut Natasya yang tak ingin kalah ataupun mengalah dari kekasihnya.

Tak mau terus bertengkar seperti ini akhirnya Feroza memutuskan untuk mengalah dan ia berkata dengan lembut, "Baiklah maafkan aku, aku memang salah sayang dan kau mau memaafkan aku bukan?"

"Apakah menurutmu aku harus memaafkanmu?" ketusnya lagi.

"Sayang, Ayolah! Jangan bersikap begini, sekarang beri tahu di mana keberadaanmu?" Feroza terus membujuk dan tak henti menanyakan keberadaan Natasya yang membuatnya penasaran.